Mataram (ANTARA) - Sebanyak lima orang warga Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meninggal dunia akibat demam berdarah dengue (DBD) selama periode Januari hingga Mei 2024.
Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB, dr. Lalu Hamzi Fikri, menyebut DBD di Provinsi NTB pada tahun ini hingga bulan Mei tercatat sebanyak 2.295 kasus dan lima pasien dinyatakan meninggal dunia.
"Terdapat lima orang yang dinyatakan meninggal dunia akibat DBD selama periode Januari hingga Mei 2024 di NTB," ujarnya di Mataram, Selasa.
Ia menyebutkan dari 2.295 kasus DBD, terbanyak di Kabupaten Lombok Barat dengan 549 kasus, disusul Kota Mataram 364 kasus, selanjutnya Lombok Utara dengan 359 kasus.
Kemudian Kabupaten Sumbawa 291 kasus, Sumbawa Barat 225 kasus, Lombok Tengah 158 kasus, Lombok Timur 150 kasus, Dompu 83 kasus, Kabupaten Bima 75 kasus, dan Kota Bima dengan 51 kasus.
Hamzi menyatakan Dinkes Provinsi NTB telah mengeluarkan Surat Kesiapsiagaan Peningkatan Kasus DBD sejak awal Februari yang ditujukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-NTB. Surat tersebut bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan setiap daerah menghadapi potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.
"Imbauan tertulis juga telah diberikan kepada seluruh puskesmas dan desa," ujarnya.
Dinkes NTB, kata dia, juga telah mendistribusikan logistik untuk kegiatan pencegahan, pengendalian (insektisida, larvasida, dan alat pengendalian) dan alat diagnosa DBD (RDT NS1 Combo), melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) bersama seluruh puskesmas secara serentak dan berkala di masing-masing wilayah puskesmas, termasuk berkoordinasi dengan desa serta aparat terkait untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit DBD dan monitor kegiatan PSN di masyarakat.
Selain itu, pemberian larvasidasi oleh puskesmas ke seluruh rumah dan sekitarnya yang telah disurvei juga tetap dilakukan. Puskesmas juga melakukan sosialisasi ke masyarakat melalui kegiatan-kegiatan seperti posyandu, pertemuan di kantor desa dan sekolah-sekolah terkait pencegahan DBD untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang PSN.
Dinkes provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas bergerak cepat dalam merespons setiap kasus yang muncul di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) melalui tindakan penyelidikan epidemiologi kurang dari 1x24 jam.
Rekomendasi yang diberikan Dinkes NTB dalam penanganan kasus DBD yakni meningkatkan deteksi dini kasus di fasilitas kesehatan (puskesmas, klinik, RS) dengan memanfaatkan RDT NS1 yang sudah didistribusikan ke seluruh kabupaten/kota, melaksanakan surveilans ketat sampai peningkatan kasus berakhir, melakukan PSN 3M Plus yang benar, tepat dan maksimal, serta melakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya.
Baca juga: Kenali gejala DB pada anak dengan konsep KLMNOPR
Baca juga: Kemenkes catat 621 kematian akibat DBD
Dilakukan pula peningkatan dan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) secara masif, melakukan survei vektor satu bulan sekali sesuai dengan Permenkes Nomor 2 Tahun 2023 (100 rumah sesuai juknis) di wilayah lainnya, koordinasi lintas sektor (pemda, dinas pendidikan, TNI/Polri, LSM) dalam pelaksanaan PSN dan evaluasi-nya, serta peningkatan sensitivitas surveilans DBD baik terhadap kasus maupun vektornya.
Pencegahan dan pengendalian DBD dapat terus dilakukan melalui upaya promotif dan preventif, baik dengan edukasi secara langsung maupun tidak langsung melalui informasi di media sosial atau media informasi lain, ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB, dr. Lalu Hamzi Fikri, menyebut DBD di Provinsi NTB pada tahun ini hingga bulan Mei tercatat sebanyak 2.295 kasus dan lima pasien dinyatakan meninggal dunia.
"Terdapat lima orang yang dinyatakan meninggal dunia akibat DBD selama periode Januari hingga Mei 2024 di NTB," ujarnya di Mataram, Selasa.
Ia menyebutkan dari 2.295 kasus DBD, terbanyak di Kabupaten Lombok Barat dengan 549 kasus, disusul Kota Mataram 364 kasus, selanjutnya Lombok Utara dengan 359 kasus.
Kemudian Kabupaten Sumbawa 291 kasus, Sumbawa Barat 225 kasus, Lombok Tengah 158 kasus, Lombok Timur 150 kasus, Dompu 83 kasus, Kabupaten Bima 75 kasus, dan Kota Bima dengan 51 kasus.
Hamzi menyatakan Dinkes Provinsi NTB telah mengeluarkan Surat Kesiapsiagaan Peningkatan Kasus DBD sejak awal Februari yang ditujukan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-NTB. Surat tersebut bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan setiap daerah menghadapi potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.
"Imbauan tertulis juga telah diberikan kepada seluruh puskesmas dan desa," ujarnya.
Dinkes NTB, kata dia, juga telah mendistribusikan logistik untuk kegiatan pencegahan, pengendalian (insektisida, larvasida, dan alat pengendalian) dan alat diagnosa DBD (RDT NS1 Combo), melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) bersama seluruh puskesmas secara serentak dan berkala di masing-masing wilayah puskesmas, termasuk berkoordinasi dengan desa serta aparat terkait untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit DBD dan monitor kegiatan PSN di masyarakat.
Selain itu, pemberian larvasidasi oleh puskesmas ke seluruh rumah dan sekitarnya yang telah disurvei juga tetap dilakukan. Puskesmas juga melakukan sosialisasi ke masyarakat melalui kegiatan-kegiatan seperti posyandu, pertemuan di kantor desa dan sekolah-sekolah terkait pencegahan DBD untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang PSN.
Dinkes provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas bergerak cepat dalam merespons setiap kasus yang muncul di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) melalui tindakan penyelidikan epidemiologi kurang dari 1x24 jam.
Rekomendasi yang diberikan Dinkes NTB dalam penanganan kasus DBD yakni meningkatkan deteksi dini kasus di fasilitas kesehatan (puskesmas, klinik, RS) dengan memanfaatkan RDT NS1 yang sudah didistribusikan ke seluruh kabupaten/kota, melaksanakan surveilans ketat sampai peningkatan kasus berakhir, melakukan PSN 3M Plus yang benar, tepat dan maksimal, serta melakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya.
Baca juga: Kenali gejala DB pada anak dengan konsep KLMNOPR
Baca juga: Kemenkes catat 621 kematian akibat DBD
Dilakukan pula peningkatan dan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) secara masif, melakukan survei vektor satu bulan sekali sesuai dengan Permenkes Nomor 2 Tahun 2023 (100 rumah sesuai juknis) di wilayah lainnya, koordinasi lintas sektor (pemda, dinas pendidikan, TNI/Polri, LSM) dalam pelaksanaan PSN dan evaluasi-nya, serta peningkatan sensitivitas surveilans DBD baik terhadap kasus maupun vektornya.
Pencegahan dan pengendalian DBD dapat terus dilakukan melalui upaya promotif dan preventif, baik dengan edukasi secara langsung maupun tidak langsung melalui informasi di media sosial atau media informasi lain, ujarnya.