Mataram (ANTARA) - Puluhan pria berpakaian adat yang berbalut kain tenun dengan keris menempel di pinggang itu berkumpul pada bale-bale yang diapit perbukitan batu di Desa Kebun Ayu, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Ketua Majelis Adat Sasak Lalu Sajim Sastrawan mengatakan tujuan mereka berkumpul untuk melaksanakan ritual "bisoq keris".

Bisoq keris secara harfiah berarti mencuci keris. Ritual itu berlangsung setiap awal Bulan Muharram dalam kalender Hijriah.

Ritual bisoq keris dimulai selepas Isya dan berlangsung hingga dini hari. Sesepuh dan para tokoh adat memimpin upacara pemandian keris dan benda-benda pusaka lain, seperti tombak dan pedang.

Ragam peralatan yang dipakai dalam prosesi itu ada tempayan, air, jeruk nipis, bunga, minyak cendana, dan darah ayam. Fungsi darah ayam untuk memberikan tuah kepada keris dan senjata pusaka yang diwariskan turun-temurun agar kemuliaan semakin kuat.

Bagi Suku Sasak, bisoq keris tidak sekadar membersihkan keris, tetapi juga membersihkan hati dan pikiran para pemilik keris dari berbagai rasa dan keinginan buruk yang tumbuh.

Lantunan doa, mantra, dan tembang berbahasa Sasak mengiringi ritual bisoq keris. Malam gelap, dingin, dan kepulan asap tembakau kian menambah aura magis dalam prosesi adat itu.


Falsafah sederhana

Bisoq keris adalah warisan penganut Agama Kapitayan yang estafet kepada Hindu, Budha, dan Islam di wilayah Nusantara. Ritual itu ada di seluruh Indonesia dengan penamaan berbeda, seperti di Yogyakarta yang disebut jamas.

Bagaimana asal-usul dan sejarah bisoq keris bisa tumbuh dan berkembang di Pulau Lombok, belum ada dokumentasi tertulis sebagai rujukan. Informasi yang menyebar sejauh ini cenderung lisan dan klaim.

Pemerhati keris Lalu Yopi Dian Sastra mengakui literatur tentang keris Lombok yang ada saat ini masih sangat terbatas dan bukti-bukti juga masih sangat tertutup. Dua pria mengenakan pakaian adat berjalan dekat bale sesaat jelang ritual bisoq keris di Desa Kebon Ayu, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (15/7/2024). (ANTARA/Sugiharto Purnama)
Bagi masyarakat Sasak, keris merupakan pegangan yang selalu mengiringi kemana langkah mereka pergi dan meningkatkan kepercayaan diri. Benda pusaka menjadi pelengkap kehidupan dan perlu penyucian agar selalu terpelihara, sehingga tidak mencelakai pemiliknya maupun mencelakai orang lain.

Bisoq keris menyatukan berbagai etnis, agama, dan sekaligus memperkuat identitas di tengah kemajemukan yang menghuni Pulau Lombok.

Konsistensi dan komitmen menjadi dasar dalam setiap laku ritual. Dosa yang mungkin ada tahun lalu dibersihkan untuk setahun ke depan. Aroma parafin yang menyala menyambut temaram ruang perjamuan.

Menurut Majelis Adat Sasak, bisoq keris awalnya diadakan secara tertutup dengan grup kecil, namun, kali ini ritual itu dibuka ke publik agar tidak ada lagi kesan eksklusif.

Bagi pemangku adat dan warga, bisoq keris bukan kegiatan mistis, melainkan tradisi yang membudaya untuk menyatukan berbagai suku, ras, dan agama di Pulau Lombok. Orang-orang yang memiliki keris maupun barang-barang pusaka di rumah bisa ikut terlibat dalam ritual magis tersebut.

Majelis Adat Sasak melibatkan tetua adat maupun tuan guru yang dipercayakan setiap tahun melakukan bisoq keris, lalu dibantu oleh kiai dan tokoh adat. Keris-keris yang menempel di pinggang dilucuti dan dimandikan satu per satu dengan rangkaian ritual yang panjang.

Karat meluruh dari badan keris, warna hitam besi semakin pekat, dan pamor yang meliuk-liuk semakin memutih. Setiap pusaka bukan sekadar sebagai senjata untuk melindungi diri dari serangan pihak lain, melainkan juga mengandung ajaran moral dan falsafah yang coba dirawat dengan ritual bisoq keris.


Wisata budaya

Pemerintah Lombok Barat memandang kegiatan bisoq keris potensial untuk menjadi objek wisata budaya yang kaya pertunjukan dan atraksi. Keberadaan ritual itu memperkuat eksistensi Nusa Tenggara Barat sebagai kawasan tujuan wisata yang tidak hanya menyuguhkan keindahan alam, melainkan juga kemajemukan budaya.

Lombok Barat terkenal sebagai salah produsen keris di provinsi berjulukan "Negeri 1.000 Masjid" tersebut. Penduduk Desa Dasan Geria di Lombok Barat mewarisi secara turun temurun kemampuan menempa bilah keris. Kepiawaian mengolah logam menjadi keris tetap lestari, hingga kini.

Penjabat Bupati Lombok Barat Ilham mengapresiasi upaya Majelis Adat Sasak yang menghidupkan kembali bisoq keris dan mempertontonkan setiap prosesi ritual pemandian pusaka tersebut kepada masyarakat umum.

Tradisi yang secara umum sudah banyak ditinggalkan oleh generasi masa kini, kini semangat pelestarian budaya itu setidaknya sudah diwakili oleh tradisi bisoq keris. Mereka menghidupkan kembali kearifan lokal yang pernah tumbuh dan berkembang dengan baik.
Pada 2005, keris resmi diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Pengakuan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu membuat keris menjadi unik dan memiliki daya jual.

Ketika ajang kejuaraan balap MotoGP Mandalika 2023, salah satu hadiah yang diberikan kepada para pemenang berupa keris hasil tempaan perajin lokal Pulau Lombok.

Budayawan Lombok Lalu Kusnawan menuturkan keris adalah salah satu alat dalam melaksanakan adat. Di seluruh Indonesia, meski keris punya bentuk yang beragam, tetapi saat seseorang memakai pakaian adat, maka keris pasti melekat.

Keris Lombok punya ciri serupa dengan keris dari Bali. Kemiripan itu terbentuk melalui jalur akulturasi budaya Kerajaan Klungkung yang masuk Lombok setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit pada abad ke-15.

Museum Negeri Nusa Tenggara Barat menyimpan 200-an koleksi keris yang dapat melengkapi perjalanan wisata budaya di Pulau Lombok.

Sebilah keris tidak hanya berfungsi sebagai senjata perang, melainkan juga sebagai lambang kekuasaan, perlengkapan upacara adat, sarana spiritual, perhiasan, hingga cinderamata bagi para pelancong.

Anggun pamor dan tegas hulu menyeruak perlahan ke permukaan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern dan memikat setiap mata yang memandanginya secara mendalam.
 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Meresap tradisi bisoq keris

Pewarta : Sugiharto Purnama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024