Mataram (ANTARA) -
Ekonomi lokal 

Pagi di pasar tradisional Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, terasa semarak. Aroma jagung pipil kering bercampur dengan wangi masakan khas Batang Toru yang dijajakan di lapak-lapak sederhana. Deretan hasil bumi tampak lebih melimpah, sementara kerajinan lokal tersusun rapi menunggu pembeli.

Suasana ini bukan sekadar rutinitas pasar mingguan, tetapi cerminan bagaimana ekonomi desa berkembang. Transformasi ini lahir dari rangkaian program pemberdayaan masyarakat yang digerakkan pengelola Tambang Emas Martabe, dengan visi agar warga lingkar tambang tumbuh mandiri bahkan setelah tambang tak lagi beroperasi.

Mayoritas penduduk di sekitar Batang Toru, Tapanuli Selatan hidup dari sawah dan ladang. Namun bertahun-tahun hasil panen sering terbatas, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendampingan yang terencana mengubah situasi itu.

Di Desa Sipenggeng, program penangkaran benih padi menghasilkan panen hingga 60 ton dengan nilai ratusan juta rupiah. Produktivitas meningkat bukan hanya karena benih unggul, tetapi juga karena petani dibekali pelatihan teknik tanam dan manajemen kelompok tani. Di desa lain, petani jagung yang dulunya hanya memanen satu ton per hektare kini bisa mencapai lima hingga enam ton.

Pertanian organik juga mulai berkembang. Kelompok tani di Aek Pahu berhasil memanen puluhan ton hasil organik, dengan nilai jual mencapai setengah miliar rupiah. Penerapan metode organik tidak hanya memberi keuntungan ekonomi, tetapi juga menjaga kesuburan tanah dan kesehatan konsumen.

Lahan-lahan hijau yang dulunya menghasilkan pas-pasan kini berubah menjadi sumber kebanggaan. Panen yang lebih melimpah membuka peluang baru: anak-anak bisa melanjutkan sekolah, keluarga dapat menabung, dan desa memiliki daya tahan ekonomi lebih kuat.

Baca juga: Martabe: Tambang yang menumbuhkan kehidupan (Bagian 1)

UMKM naik kelas

Transformasi ekonomi tidak berhenti pada sawah dan ladang. Di banyak desa, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tumbuh dengan cepat. Perempuan yang sebelumnya hanya berkutat di pekerjaan rumah tangga kini merintis usaha kuliner, kerajinan, hingga jasa tata rias.

Pelatihan manajemen usaha, pendampingan pemasaran, dan akses permodalan membantu UMKM lokal naik kelas. Produk tenun khas Tapanuli yang sebelumnya hanya dijual terbatas kini menembus pasar nasional. Kuliner berbahan lokal dipasarkan lewat pameran dan platform digital, menjangkau pembeli dari luar daerah.

Pertumbuhan UMKM ini membawa efek berantai. Pendapatan keluarga meningkat, anak-anak lebih mudah mengakses pendidikan, dan desa menjadi lebih dinamis. Perempuan mendapat peran lebih penting dalam pengambilan keputusan rumah tangga, sementara pemuda melihat peluang berkarier tanpa harus meninggalkan kampung halaman.

Keberhasilan UMKM juga memperkuat rasa percaya diri masyarakat. Mereka tidak lagi sekadar penerima manfaat, tetapi pelaku utama dalam menggerakkan roda ekonomi lokal.

Baca juga: Martabe: Tambang yang menumbuhkan kehidupan (Bagian 2)

Kemandirian 

Tambang emas, sebesar apa pun, memiliki batas usia. Suatu saat, operasi akan berhenti, dan masyarakat harus melanjutkan kehidupan tanpa bergantung pada industri ekstraktif. Kesadaran inilah yang membuat program pemberdayaan ekonomi menjadi prioritas sejak dini.

Koperasi yang lahir dari kelompok tani kini mampu menyalurkan hasil panen jagung puluhan ton per bulan. Kelompok lain terbiasa menghitung biaya produksi, merencanakan strategi penjualan, hingga mencari peluang pasar baru. UMKM kuliner mulai memanfaatkan platform digital untuk memperluas pemasaran. Semua langkah kecil ini menyusun fondasi kemandirian.

Investasi sosial yang telah ditanamkan bukan sekadar memberi alat dan modal, melainkan menumbuhkan kepercayaan diri. Masyarakat belajar bahwa mereka mampu berdiri di atas kaki sendiri, bahkan tanpa tambang. Ketahanan ekonomi ini adalah warisan yang nilainya jauh melampaui emas di perut bumi.


Warisan ekonomi 

Transformasi ekonomi Batang Toru memberi pelajaran penting yakni pertambangan bisa menjadi motor perubahan sosial bila keberadaannya dimanfaatkan untuk memperkuat kapasitas masyarakat. Sawah yang lebih produktif, UMKM yang mandiri, dan koperasi yang tumbuh sehat adalah bukti bahwa ekonomi lokal dapat beradaptasi dengan masa depan.

Kini masa depan Batang Toru tidak lagi bergantung semata pada harga emas di pasar dunia, melainkan pada kemampuan masyarakat mengelola lahan, usaha, dan sumber daya manusia. Inilah makna keberlanjutan yang sesungguhnya.

Ketika suatu saat tambang berhenti beroperasi, warisan ini tetap hidup. Generasi mendatang akan mewarisi pertanian yang tangguh, UMKM yang berdaya saing, dan rasa percaya diri untuk membangun masa depan sendiri. Semua ini adalah hasil dari komitmen PT Agincourt Resources yang tidak hanya menggali emas, tetapi juga menumbuhkan kehidupan.

Baca juga: Jejak harapan di tanah tambang (Bagian 1)
Baca juga: Jejak harapan di tanah tambang (Bagian 2)
Baca juga: Jejak harapan di tanah tambang (Bagian 3)


Pewarta : Abdul Hakim
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2025