Mataram (ANTARA) - Yusriansyah Fazrin, mantan Kasi Inteldakim Mataram yang menjadi terdakwa korupsi suap Rp1,2 miliar dari pemilik saham properti Hotel Wyndham Sundancer Lombok Resort, mengungkap adanya sejumlah permainan kasus bertarif di bawah Rp100 juta.
Permainan kasus itu diungkapkannya ketika dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK sebagai saksi dalam persidangan Kurniadie yang juga menjadi terdakwa korupsi suap Rp1,2 miliar.
"Saya ingatnya ada beberapa kasus. Di awal Januari yang WNA China itu, nilainya di bawah Rp100 juta. Tapi yang Rp1,2 miliar ini buat saya kaget," kata Yusriansyah di hadapan majelis hakim yang dipimpin Isnurul Syamsul Arif, Rabu.
Yusriansyah mengungkapkannya setelah Jaksa KPK Lie Putra Setiawan menanyakan perihal praktik serupa sebelum kasus suap Rp1,2 miliar terungkap pada akhir Mei 2019.
Bukan saja permainan kasus yang motifnya untuk menghentikan perkara penyalahgunaan izin tinggal, pungutan liar (pungli) dalam pengurusan paspor hilang dan rusak juga turut diungkapkannya.
Pemasukan yang tentunya telah menyalahi aturan tersebut, dia lihat bukan hanya di era kepemimpinan Kurniadie sebagai Kakanim Mataram. Dia menduga kuat pungutan-pungutan itu sudah berakar dan menjadi sebuah tradisi dalam pelayanan imigrasi.
"Sebelum saya sudah ada. Jadi kita ikuti saja yang lama," ujar dia.
Yusriansyah menjabat sebagai Kasi Inteldakim Mataram terhitung sejak Oktober 2018. Selama dia berdinas di Imigrasi Mataram, Yusriansyah dalam jabatannya pada periode Januari-Mei 2019 mengumpulkan uang hingga Rp1,292 miliar.
"Jadi setiap ada yang masuk, saya bikin catatan, lalu lapor ke Kurniadie. Kurniadie ambil Rp30 juta hingga Rp35 juta yang tentukan pembagian Kurniadie. Sisanya bagi-bagi dengan anggota dan untuk entertain tamu," kata Yusriansyah.
Permainan kasus itu diungkapkannya ketika dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK sebagai saksi dalam persidangan Kurniadie yang juga menjadi terdakwa korupsi suap Rp1,2 miliar.
"Saya ingatnya ada beberapa kasus. Di awal Januari yang WNA China itu, nilainya di bawah Rp100 juta. Tapi yang Rp1,2 miliar ini buat saya kaget," kata Yusriansyah di hadapan majelis hakim yang dipimpin Isnurul Syamsul Arif, Rabu.
Yusriansyah mengungkapkannya setelah Jaksa KPK Lie Putra Setiawan menanyakan perihal praktik serupa sebelum kasus suap Rp1,2 miliar terungkap pada akhir Mei 2019.
Bukan saja permainan kasus yang motifnya untuk menghentikan perkara penyalahgunaan izin tinggal, pungutan liar (pungli) dalam pengurusan paspor hilang dan rusak juga turut diungkapkannya.
Pemasukan yang tentunya telah menyalahi aturan tersebut, dia lihat bukan hanya di era kepemimpinan Kurniadie sebagai Kakanim Mataram. Dia menduga kuat pungutan-pungutan itu sudah berakar dan menjadi sebuah tradisi dalam pelayanan imigrasi.
"Sebelum saya sudah ada. Jadi kita ikuti saja yang lama," ujar dia.
Yusriansyah menjabat sebagai Kasi Inteldakim Mataram terhitung sejak Oktober 2018. Selama dia berdinas di Imigrasi Mataram, Yusriansyah dalam jabatannya pada periode Januari-Mei 2019 mengumpulkan uang hingga Rp1,292 miliar.
"Jadi setiap ada yang masuk, saya bikin catatan, lalu lapor ke Kurniadie. Kurniadie ambil Rp30 juta hingga Rp35 juta yang tentukan pembagian Kurniadie. Sisanya bagi-bagi dengan anggota dan untuk entertain tamu," kata Yusriansyah.