Mataram (ANTARA) - Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Isvie Rupaeda meminta tradisi pacuan kuda yang biasanya menggunakan joki anak atau joki cilik di wilayah Pulau Sumbawa, harus mulai dihentikan sebab sangat membahayakan anak.
"Kami menyayangkan penggunaan joki anak pada kegiatan yang sangat membahayakan keselamatan jiwa tersebut," ujarnya di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan sejumlah temuan kasus eksploitasi joki usia anak yang berakhir dengan meninggal dunia acap kali terjadi. Salah satunya, insiden kematian seorang joki anak usia enam tahun di Kabupaten Bima, NTB, setelah terjatuh dari punggung kuda yang ditungganginya saat latihan pada 9 Maret 2022, menjadi catatan buruk.
"Saran saya, Pemprov NTB perlu duduk bareng dengan Pemkab Bima maupun Pemda kabupaten/kota di Pulau Sumbawa, untuk bisa menghentikan penggunaan joki anak di arena pacuan kuda," kata Isvie Rupaeda.
Anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Timur itu, tidak menampik jika penggunaan joki cilik dalam arena balap kuda, masuk kategori bentuk eksploitasi terhadap anak. Karena itu, edukasi pada para orang tua harus sering dilakukan.
Baca juga: Pemprov NTB gelar pacuan kuda meriahkan MXGP Samota
Baca juga: Ketua PKK NTB ajak orang tua membatasi anak jadi joki cilik pacuan kuda
"Bila perlu jika memang sulit itu dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan dan tradisi turun temurun, maka kami di DPRD NTB siap menginisiasi adanya regulasi yang melarang hal itu," tegas Isvie.
Sebelumnya Gubernur NTB Zulkieflimansyah, menyatakan dirinya tidak menyetujui adanya tradisi joki anak atau joki cilik di arena pacuan kuda tradisional di wilayah Pulau Sumbawa.
Kendati merupakan penyuka kuda. Namun, predikat joki anak yang telah mengkultur di tengah masyarakat sejak dulu, justru dibutuhkan proses untuk mengubahnya. "Memperbaiki tradisi tidak bisa serta merta, tapi butuh proses," tegas Gubernur di sela-sela penutupan lomba pacuan kuda sebagai bagian dari memeriahkan ajang MXGP Indonesia Samota, Kabupaten Sumbawa.