Mataram (ANTARA) - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Nusa Tenggara Barat meminta pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mempermudah uji kompetensi dan menambah kuota sertifikasi bagi para guru di wilayah itu.
Wakil Ketua Umum PGRI NTB, Abdul Kadir menilai sertifikasi guru hendaklah dilihat secara komprehensif dari tiga sudut pandang, yakni sudut sertifikasi, Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan sudut kesejahteraan.
"Mengingat sertifikasi adalah proses dan TPG adalah hasil dan kesejahteraan guru, maka tidak ada cara lain bagaimana pemerintah bisa memperbesar kuota dan proses sertifikasi guru dipermudah," ujarnya saat dihubungi melalui telepon dari Mataram, Jumat.
Ia mengakui meski saat ini sertifikasi bagi para guru belum sepenuhnya tuntas dan proses pembayaran TPG masih bermasalah dan dampak kesejahteraan belum benar-benar memadai sebagai akibat dari pembayaran TPG yang masih menyisakan masalah, namun hal tersebut mestinya tidak menjadi alasan untuk tidak menambah kuota sertifikasi guru.
Sebab jika melihat data pokok pendidikan (Dapodik) tahun 2022, jumlah guru di semua jenis dan jenjang pendidikan di NTB ada sebanyak 90.242 orang guru. Namun dari jumlah itu yang sudah tersertifikasi hanya sebesar 15.71 persen.
Sementara guru di bawah Kemenag yang terdata di Education Management Information System (EMIS) tahun 2021 ada sebanyak 34.525 orang. Sedangkan, guru yang sudah tersertifikasi sebesar 47.91 persen.
"Jadi kendala sertifikasi guru adalah kuota yang kecil dan tahapan-tahapan-nya yang terlalu berat khususnya bagi guru di daerah. Apalagi saat ini harus melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan (Daljab)," terang Doktor Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.
Untuk itu, untuk mendorong kesejahteraan bagi guru, menurutnya tidak ada cara lain bagaimana pemerintah memperbesar kuota dan prosesnya dipermudah. Disamping itu kampus PPG dekat dengan guru bertugas. Pasalnya, guru yang sudah bersertifikasi sangat terbantu. Kendati masih jauh dari kata sejahtera. Terlebih lagi kebutuhan yang tinggi seperti untuk membiayai anak sekolah, kebutuhan hidup keluarga inti (nuclear family) sehari-hari dan membantu keluarga besar lainnya (extended family).
Menurut dia, PGRI NTB memberikan solusi inovatif yang bisa diambil oleh pemerintah. Ada beberapa skema yang harus dipikirkan. Antara lain jika skema sertifikasi masih digunakan maka pemerintah wajib memperbesar kuota, memudahkan proses dan mendekatkan kampus PPG.
Selanjutnya pembayaran TPG yang tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran. Kemudian, pemerintah harus mempertimbangkan adanya bantuan dana investasi bagi guru.
"Entah bagaimana skema-nya. Tapi itu beberapa solusi yang bisa lakukan pemerintah," ujar Abdul Kadir.
Karena itu, PGRI NTB berharap jika pemerintah hendak merubah skema sertifikasi guru melalui RUU Sisdiknas, hendaklah dipastikan, bahwa kebijakan itu memiliki payung hukum yang jelas, berkeadilan dan lebih komprehensif mengatasi kesenjangan kesejahteraan guru.
Selain itu, kata Abdul Kadir, perolehan pendapatan guru tidak boleh berkurang baik dalam hal jumlah, waktu dan sasaran.
"Hendaklah dibedakan antara tunjangan profesi dengan tunjangan fungsional. Tidak dicampur aduk. Jika memilih menggabungkannya mengapa tidak pokok gaji saja yang dinaikkan di atas 100 persen," katanya.
Berita Terkait
BEI: Investor pasar modal tumbuh 20 persen di NTB
Kamis, 12 Desember 2024 14:14
Warga Dompu diminta waspadai dampak cuaca ekstrem
Kamis, 12 Desember 2024 11:33
UMK Lombok Tengah sebesar Rp2,6 juta
Kamis, 12 Desember 2024 11:29
Polda NTB diminta terapkan UU TPKS dalam kasus Agus Buntung
Kamis, 12 Desember 2024 8:53
Kemarin, polisi sita rokok ilegal, korupsi KONI Mataram hingga rekonstruksi kasus pelecehan seksual
Kamis, 12 Desember 2024 3:52
UMP NTB 2025 ditetapkan sebesar Rp2,6 juta
Kamis, 12 Desember 2024 3:34
Polisi OTT Kabid SMK Dikbud NTB terkait pungli proyek
Kamis, 12 Desember 2024 3:32
Menteri PPMI sebut 90 persen kasus PMI akibat berangkat secara ilegal
Rabu, 11 Desember 2024 19:51