RSUP NTB: UMUMNYA PASIEN GIZI BURUK YANG DIRUJUK SUDAH KRITIS

id

     Mataram, 25/2 (Antara) - Manajemen Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengklaim, pasien gizi buruk yang dirujuk ke rumah sakit itu umumnya dalam kondisi kritis sehingga penanganan medisnya cukup rumit.

     "Umumnya pasien gizi buruk yang dirujuk ke sini (RSUP NTB) bukan hanya gejala klinis gizi buruk, tetapi juga beragam penyakit ikutan. Bahkan, sudah cukup kritis sehingga penanganannya harus lebih hati-hati," kata Wakil Direktur Pelayanan RSUP NTB dr Lalu Ahmadi Jaya, di Mataram, Senin.

     Ahmadi yang didampingi dr Dewi Sangawati SPA, dokter ahli anak yang menangani pasien gizi buruk di RSUP NTB, mengakui cukup banyak pasien gizi buruk yang meninggal karena penyakit ikutannya itu.      Sejak dua tahun terakhir ini, setiap tahun belasan pasien gizi buruk disertai komplikasi penyakit lainnya yang menjalani perawatan di RSUP NTB meninggal dunia.

     Sebanyak 12 orang dari 72 orang pasien gizi buruk disertai penyakit ikutan yang menjalani perawatan di RSUP NTB sepanjang 2011, meninggal dunia.

     Pada 2012, sebanyak13 orang dari 93 pasien gizi buruk yang menjalani perawatan di rumah sakit itu juga meninggal.

     Tahun ini, sejak Januari hingga akhir Februari ini sebanyak 11 pasien gizi buruk disertai penyakit ikutan yang menjalani perawatan medis, dan empat pasien masih dirawat.

     Tujuh pasien lainnya sudah kembali ke rumahnya setelah menjalawani perawatan selama beberapa bulan.

     Karena itu, manajemen RSUP NTB berharap penanganan kasus gizi buruk harus dilakukan dari lingkungan tempat tinggal, atau sebelum penyakit ikutannya menjadi kritis.

     Pengetahuan tentang gejala klinis gizi buruk pun harus diketahui orangtua atau pengasuh balita dan anak-anak sejak dini, melalui konsultasi dengan kader-kader posyandu, dan para medis di puskesmas.

     "Sejauh ini, memang kasus gizi buruk mengemuka ketika anak atau balita itu diperiksakan ke puskesmas atau rumah sakit daerah atas suatu penyakit yang dideritanya. Jika sudah parah dirujuk ke RSUP NTB, sehingga bukan hanya kasus gizi buruk yang ditangani tetapi juga penyakit ikutannya," ujarnya.

     Menurut Ahmadi, fenomena gizi buruk itu telah dilaporkan manajemen RSUP NTB secara berjenjang kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit daerah hingga puskesmas yang merujuk pasien gizi buruk itu, selain melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi NTB.

     Laporan tersebut disampaikan setiap bulan, dan terus berkelanjutan, agar diketahui, dan diharapkan ada intervensi pemerintah terhadap kasus gizi buruk sejak dini.

     "Gizi buruk mencuat karena tingkat kesadaran pengasuh anak dan balita yang masih kurang, dan hal itu diperparah dengan kondisi kesehatan anak dan balita yang menderita penyakit ikutan. Tentu, selain pemberian makanan bergizi juga pengobatan penyakit yang diderita, ini butuh perhatian berbagai pihak," ujarnya. (*)