Prevalensi stunting NTB berkorelasi erat dengan TFR tinggi

id bkkbn,stunting,tfr,angka kematian bayi ntb,tim pendamping keluarga,program kb

Prevalensi stunting NTB berkorelasi erat dengan TFR tinggi

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. (ANTARA/HO-BKKBN)

Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa tingginya angka prevalensi stunting di Nusa Tenggara Barat (NTB) mempunyai korelasi yang erat dengan angka kesuburan total (TFR) yang tinggi.

“Semakin tinggi angka TFR, semakin tinggi angka prevalensi stunting. Demikian juga angka kematian bayi punya relasi yang kuat dengan tingkat prevalensi stunting,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo di Jakarta, Selasa.

Hasto membeberkan bahwa berdasarkan data BKKBN, angka TFR di NTB berada pada 2,43 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan TFR di provinsi lain. Tingginya angka TFR itu juga selaras dengan angka stuntingnya yang masih tinggi, yakni 32,7 persen berdasarkan hasil survei SSGI tahun 2022. Angka tersebut merupakan tertinggi keempat secara nasional yang berada pada rata-rata 21,6 persen.

Berdasarkan SSGI 2022 tersebut, angka prevalensi stunting tertinggi ada di Kabupaten Lombok Tengah, yakni 37,0 persen. Sedangkan yang terendah di Kabupaten Sumbawa Barat dengan prevalensi 13,9 persen.

“Demikian juga stunting ada relasi dengan angka kematian bayi. Di NTB, angka kematian bayi 24,64 per seribu. Ini adalah angka neonatus atau umur bayi kurang dari 28 hari. Sedangkan balita angka kematiannya 29,37 per seribu,” katanya.

Kemudian, berdasarkan hasil Long Form SP 2020 BPS, angka kematian bayi dan angka kematian balita di NTB di atas angka rata-rata nasional, yaitu 16,83 kematian per seribu bayi dan 19,83 kematian per seribu balita.

Oleh karenanya, Hasto menyoroti bahwa untuk menurunkan angka stunting di NTB, pemerintah daerah setempat harus berusaha keras menekan, baik angka TFR maupun Angka Kematian Bayi (AKB)-nya. Salah satunya dengan meningkatkan pelayanan kontrasepsi KB di NTB, karena risiko kematian ibu dan anak dipengaruhi oleh hamil dengan risiko “4 Terlalu”, yakni hamil di usia yang terlalu muda, hamil pada waktu yang terlalu dekat, hamil terlalu banyak atau sering, dan hamil pada usia yang terlalu tua “Di NTB, angka 4 Terlalu tersebut cukup tinggi,” kata dia.

Sebagai bentuk respons cepat, BKKBN sudah membentuk 4.097 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri atas bidan, kader PKK dan kader KB atau setara dengan jumlah anggota sebanyak 12.291 orang di 10 kabupaten dan kota di seluruh wilayah NTB.

Baca juga: BKKBN: Gerakan penimbangan bulanan waktu ukur pertumbuhan bayi secara valid
Baca juga: Konsumsi ikan optimalkan tumbuh kembang anak


“Alhamdulillah, Kabupaten Lombok Tengah sudah memberdayakan TPK. Di Lombok Tengah sudah dibentuk 797 TPK dengan jumlah personel sebanyak 2.391 orang. Jumlah Tim Pendamping Keluarga itu bisa mendampingi seluruh keluarga berisiko stunting dan juga ibu hamil di Nusa Tenggara Barat yang datanya by name by address,” ujar Hasto.