Penganggaran stunting di daerah harus transparan dan jelas

id Stunting,Penganggaran stunting,Transparan,BKKBN

Penganggaran stunting di daerah harus transparan dan jelas

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo (tengah) bersama Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno (kiri) dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Dr. dr. Mochamad Abdul Hakam (kanan) saat memberikan keterangan kepada awak media di Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Senin malam (18/9/2023). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Semarang, Jawa Tengah (ANTARA) -
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menekankan bahwa penganggaran untuk percepatan penurunan stunting di daerah harus transparan dan jelas.
 
Pernyataan ini disampaikan Hasto saat menghadiri acara Konsolidasi perencanaan program dan anggaran (Koren) II program pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana (bangga kencana) dan percepatan penurunan stunting 2024 di Semarang, Jawa Tengah, Senin malam (19/9).
 
"Khusus dari pusat, kita mendorong daerah melalui informasi yang transparan dan jelas. Kita tahu bahwa tidak semua daerah mendapatkan dana alokasi anggaran (DAK), sehingga kita selalu sampaikan kepada kepala daerah dan jajarannya untuk memberikan suplemen atau komplemen dalam penganggarannya di daerah itu untuk percepatan penurunan stunting," kata Hasto.
 
Ia juga menegaskan bahwa anggaran percepatan penurunan stunting yang paling banyak ada pada Kementerian Sosial. Untuk itu ia menekankan kepada seluruh kepala daerah untuk memaksimalkan Program Keluarga Harapan (PKH).
 
Anggaran terbesar itu di Kementerian Sosial, karena secara nasional berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, di tahun 2023 ada anggaran sebesar Rp30,4 T, tetapi yang 20 T ada di Kemensos melalui Program Keluarga Harapan (PKH)," ucap dia. "Sehingga kami selalu titip kepada kepala daerah, agar dinas sosialnya yang mengelola anggaran paling besar untuk percepatan penurunan stunting untuk dikonvergensikan," imbuhnya.
 
Hasto dan pihaknya juga mendorong agar pemerintah daerah segera menyusun strategi untuk bertemu kepala desa, agar kepala desa juga turut mengalokasikan dana desa untuk percepatan penurunan stunting.
 
Meski prevalensi penurunan stunting di Jawa Tengah sudah cukup baik, dari sebelumnya berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 sebesar 20,8 persen menjadi 10 persen di tahun 2023 (hitungan sementara), tetapi menurut Hasto masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
 
 
 
Sementara, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno yang turut hadir juga menyampaikan pentingnya kerja sama, konvergensi, dan kolaborasi dalam rangka percepatan penurunan stunting ini.
 
"Jadi memang konvergensi dan kolaborasi terus kita lakukan, karena ini permasalahan kita bersama. Lalu, penanganan itu harus di semua lini, bahwa di lingkup masyarakat, ibu-ibu PKK, RT/RW kita libatkan untuk penurunan stunting.
 
Ia juga menegaskan bahwa stunting adalah program prioritas nasional, sehingga setiap daerah wajib mengatur penganggarannya.
 
"Siapapun kepala daerahnya itu ada indikator (penurunan stunting), itu yang harus kita kejar, selalu. Kalau kita bicara itu, tentu saja penganggarannya kita atur juga," ucapnya.
 
Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Dr. dr. Mochamad Abdul Hakam menyatakan bahwa Kota Semarang saat ini fokus pada intervensi sensitif dalam rangka menurunkan angka stunting.
 
"Kota Semarang ini kan konsepnya bergerak bersama, dan di sini yang paling banyak itu ada di intervensi sensitif (tidak langsung), seperti rehabilitasi pemukiman dan sanitasi yang tidak layak, serta penyediaan air bersih," kata Abdul.

Baca juga: Pembangunan jiwa jadi fokus bangun keluarga 2024
Baca juga: PDGI Kabupaten Bekasi menggelar bakti sosial cegah stunting
 
Kemudian, untuk intervensi spesifik, Abdul menyampaikan bahwa Dinkes Kota Semarang telah menganggarkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi keluarga berisiko stunting.