Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Fahri Bachmid menyarankan bakal calon presiden Prabowo Subianto, memilih sosok calon wakil presiden dari kalangan teknokrat. "Cawapres tidak lagi hanya diidentikkan sebagai figur, yang berfungsi untuk sekadar meningkatkan elektabilitas pemilu," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Tetapi, kata akademisi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu, konsep yang ideal adalah calon presiden yang berani mengembalikan serta mendudukkan pranata wakil presiden, sesuai derajat konstitusionalnya berdasarkan UUD 1945.
"Menentukan cawapres yang sesuai dengan kebutuhan negara, dan tidak semata-mata ”ban serep”, karena tugas konstitusional negara ke depan akan semakin kompleks, lebih berat dan menantang," katanya.
Dia menyarankan agar Prabowo memilih sosok cawapres yang teknokratis, seorang intelektual, cendikiawan yang menguasai aspek ketatanegaraan serta kepemerintahan. Menurut dia, secara konvensional praktik pengisian jabatan wapres dengan konsep "meritokrasi" pernah terjadi dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Seperti Dwitunggal Soekarno-Hatta di mana Soekarno berperan sebagai "solidarity maker" di awal kemerdekaan dan Hatta berperan sebagai ”administrator” negara.
Dia mencontohkan sosok yang dapat dipertimbangkan Prabowo Subianto sebagai cawapres adalah Profesor Yusril Ihza Mahendra. Fahri menjelaskan Yusril seorang teknokratis sejati, yang dapat memainkan peran-peran konstitusionalnya sebagai wakil presiden.
Yusril kata dia, akan fokus pada mengurus dan menata negara, membangun sistem yang kuat, menata birokrasi serta bagaimana membenahi mekanisme dan sistem ketatanegaraan yang ada saat ini. "Urusan yang demikian ini tentunya membutuhkan peran seorang wapres yang mumpuni, yang menguasai teknis hukum tata negara, membutuhkan seorang cendekiawan yang handal, agar konsolidasi demokrasi tetap berada pada rel yang benar," jelasnya.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Baca juga: Bakal Capres Prabowo katakan "Apa yang didambakan adalah kerukunan, persatuan"
Baca juga: Bakal Capres Ganjar Pranowo siapkan tujuh strategi
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Berita Terkait
Kearifan lokal harus diintegrasikan dalam sistem hukum
Minggu, 27 Oktober 2024 6:20
Harapkan RUU Keimigrasian buka peluang besar kerja sama swasta
Selasa, 16 Juli 2024 4:26
Yusril mundur ketum PBB, digantikan Fahri Bachmid
Minggu, 19 Mei 2024 6:43
Hakim MK dalam fase krusial putuskan sengketa Pilpres
Jumat, 19 April 2024 6:48
"Amicus curiae" di penghujung sidang bentuk intervensi peradilan
Kamis, 18 April 2024 5:44
Ini tanggapan ahli soal gugatan mahasiswa UKI singgung Jokowi tak Ditilang saat lampu motor mati
Minggu, 12 Januari 2020 20:03
Pakar hukum menyoroti wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa merek
Kamis, 7 November 2024 5:46
Prabowo tetapkan Pilkada pada 27 November 2024 sebagai hari libur nasional
Jumat, 22 November 2024 19:05