Kejati NTB telusuri pidana korupsi pada pengelolaan DBHCHT

id kasus dbhcht distanbun ntb, penelusuran pidana, penyidikan kejati ntb

Kejati NTB telusuri pidana korupsi pada pengelolaan DBHCHT

Wakil Kepala Kejati NTB Abdul Qohar. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Abdul Qohar memastikan bahwa penyidik pidana khusus masih menelusuri pidana dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) pada Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB.

"Dugaan pidananya masih terus ditelusuri dengan melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak terkait," kata Abdul Qohar di Mataram, Kamis.

Perihal kegiatan cek fisik terhadap proyek yang menggunakan anggaran DBHCHT di lapangan, dia memastikan bahwa hal tersebut masuk dalam pemberkasan.

"Hasilnya akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan ahli (auditor)," ujarnya.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera menambahkan bahwa penyidik sedikitnya sudah tiga kali turun lapangan melakukan cek fisik terhadap proyek yang menggunakan anggaran DBHCHT. Proyek yang diduga bermasalah itu berkaitan dengan penggunaan anggaran DBHCHT tahun 2022 untuk sarana penunjang produksi pertanian dan perkebunan di NTB. Proyek tersebut berupa pengadaan bantuan mesin perajang dan tungku oven tembakau yang menelan anggaran Rp8,3 miliar.

Untuk pengadaan mesin perajang, Distanbun NTB menyisihkan anggaran DBHCHT senilai Rp2,3 miliar. Nilai tersebut untuk pengadaan 92 unit. Alat dibagikan kepada kelompok tani tembakau yang tersebar di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa.

Kemudian, sisa Rp6 miliar direalisasikan Distanbun NTB untuk pengadaan 300 unit tungku oven tembakau.

Baca juga: MA vonis mantan Kadis LHK Sabang empat tahun penjara
Baca juga: Jaksa tunggu iktikad koruptor asrama haji penuhi panggilan


Distanbun NTB membagikan alat tersebut kepada kelompok tani tembakau di Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur. Ada dugaan alat tidak dapat digunakan oleh petani karena tidak sesuai kebutuhan. Dugaan lain terkait penyaluran tidak tepat sasaran.