Medan (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I menyatakan, permasalahan persaingan usaha di Sumatera Utara pada 2023 didominasi oleh persoalan tender.
"Pada tahun 2023, ada 24 laporan persaingan usaha dari Sumut yang didominasi tender. Dari jumlah itu ada dua yang terkait kemitraan," ujar Kepala KPPU Kanwil I Ridho Pamungkas di Medan, Rabu.
Semua laporan yang masuk, Ridho menegaskan, diproses oleh KPPU Kanwil I sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Laporan akan diklarifikasi dan diidentifikasi apakah memang masuk kompetensi KPPU atau tidak. Lalu, dinilai dugaan pelanggarannya. Kalau memenuhi, kasus itu masuk ke penyelidikan, pemberkasan hingga persidangan untuk mengambil putusan," kata dia.
Baca juga: KPPU minta keterangan P2P lending dugaan kartel suku bunga pinjolRidho menyebut, jumlah laporan persaingan usaha di Sumut menjadi yang tertinggi dari semua provinsi wilayah kerja KPPU Kanwil I yakni Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Kepulauan Riau sepanjang tahun 2023. Pada tahun itu, KPPU Kanwil I menerima total 37 laporan persaingan usaha.
Banyaknya jumlah laporan dari Sumut tidak lepas dari tingkat persaingan usaha di provinsi tersebut yang lebih tinggi dibandingkan empat provinsi lain KPPU Kanwil I. Selain itu, dia melanjutkan, faktor sosialisasi persaingan usaha yang masif di Sumut juga diyakininya menjadi penyebab banyaknya laporan yang masuk ke KPPU Kanwil I.
"Pada tahun 2023, kami melakukan 23 sosialisasi yang sebagian besar dilakukan di wilayah Sumut," tutur Ridho, sambil menambahkan bahwa kantor KPPU Kanwil I yang berada di Medan juga membuat masyarakat Sumut lebih mudah menyampaikan laporan.
Baca juga: KPPU Kanwil I fokus awasi persaingan usaha pangan
KPPU Kanwil I pun mengingatkan pemerintah daerah (pemda) di Sumatera Utara cermat menilai setiap peserta tender dan pengajuan yang masuk agar tidak terlibat masalah hukum di kemudian hari.
Menurut Ridho, beberapa gejala terjadi kecurangan tender misalnya ada praktik pinjam-meminjam bendera perusahaan, di mana sosok yang mengajukan tender biasanya "itu-itu" saja tetapi dengan perusahaan yang berbeda. Selain itu, terdapat pula indikasi pengajuan tender tersebut dikendalikan oleh satu orang.
"Jadi misalnya, orang tersebut memiliki jabatan rangkap di dua perusahaan dalam satu paket tender. Di luar itu, ada juga banyak indikasi kecurangan lain yang idealnya tidak bisa dibiarkan," ujar Ridho.