Melukat, ritual pembersihan diri dan memuliakan air di Bali

id Melukat, ritual melukat, melukat Bali, pura tirta empul,World Water Forum

Melukat, ritual pembersihan diri dan memuliakan air di Bali

Sejumlah pengunjung melakukan melukat atau membersihkan diri secara jasmani dan rohani di Pura Tirta Empul Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, Rabu (24/4/2024) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Denpasar (ANTARA) - Melukat merupakan ritual yang sudah biasa dilakukan umat Hindu khususnya di Bali. Kegiatan itu kini kerap viral di media sosial setelah banyak dilakukan oleh wisatawan mancanegara, pesohor tanah air, hingga penyanyi kenamaan asal Amerika Serikat, Usher.

Melukat atau ritual pembersihan diri baik jasmani dan rohani itu menjadi wisata spiritual yang diminati masyarakat dari beragam latar belakang.

Bahkan, melukat juga rencananya akan menjadi salah satu agenda lain di World Water Forum (Forum Air Dunia/WWF) ke-10 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, 18-25 Mei 2024.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Nyoman Kenak menjelaskan melukat berasal dari kata sulukat yang terbagi dua suku kata yakni su berarti baik dan lukat berarti pembersihan atau penyucian.

Melukat memiliki makna pembersihan secara sekala dan niskala (jasmani dan rohani) baik jiwa dan pikiran manusia sebagai alam terkecil (bhuwana alit) dan alam semesta (bhuwana agung) menggunakan sarana air.

Air yang digunakan bukan sembarangan air melainkan berasal dari air alami atau mata air yang disakralkan dan air yang didoakan.

Ditinjau dari pelaksanaannya, melukat dilakukan terhadap dua hal yakni sebelum upacara agama dilaksanakan yang bertujuan untuk membersihkan-menyucikan semesta.

Caranya dengan memercikkan tirta atau air suci yang didoakan oleh pemuka agama Hindu terhadap banten atau sarana upacara keagamaan Hindu.

Kemudian yang kedua yakni melukat dilakukan untuk membersihkan diri sendiri. Membersihkan diri ini pun tak sama dengan membersihkan diri tatkala mandi.

Khusus melukat untuk diri sendiri, ada dua cara yang bisa dilakukan yakni pertama dipimpin oleh Sulinggih yakni orang yang disucikan (pendeta Hindu)/pemuka agama Hindu.

Melukat dengan cara ini bisa dilakukan di gria atau kediaman sulinggih dengan terlebih dahulu diawali ritual menggunakan air yang didoakan dan air kelapa muda dengan kulit berwarna gading yang memiliki simbol Dewa Siwa sebagai pelebur.

Ada beberapa jenis melukat yang dipimpin oleh Sulinggih atau pemuka agama Hindu yakni Gni Ngelayang yang diyakini untuk penyembuhan saat sakit.

Ada juga melukat Gomana yang berkaitan dengan hari lahir sesuai wuku atau penanggalan kalender Bali hingga melukat Semarabeda saat upacara pernikahan.

Kedua, melukat bisa dilakukan mandiri dengan memanfaatkan sumber mata air yang dinilai suci dan disakralkan oleh umat Hindu yang berada di tempat-tempat pemujaan atau pura di Bali.

Sejumlah pengunjung melakukan melukat atau membersihkan diri secara jasmani dan rohani di Pura Tirta Empul Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, Rabu (24/4/2024) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Prosesi melukat

Ada banyak pura di Bali yang memiliki sumber mata air alami yang disakralkan, salah satunya Pura Tirta Empul di Kabupaten Gianyar.

Sebelum melakukan tradisi melukat untuk diri sendiri di pura, terlebih dahulu melakukan doa yang intinya menyatakan tujuan dan harapan.

Sarana upacara yang digunakan umat Hindu yang paling sederhana yakni cukup dengan membawa canang atau rangkaian janur dan bunga.

Air yang mengalir dari sumber yang disakralkan itu kemudian langsung membasahi seluruh tubuh yang dimulai dari kepala dengan didahului dengan doa.

Ketua PHDI Bali I Nyoman Kenak mengungkapkan doa yang disampaikan menyesuaikan keyakinan disertai harapan sesaat sebelum melukat.

Ada beberapa aturan yang perlu diperhatikan sebelum melukat atau memasuki tempat suci di antaranya untuk perempuan dilarang melakukan melukat ketika dalam keadaan menstruasi.

Selain itu, menggunakan busana adat Bali yakni menggunakan kain, udeng (ikat kepala) dan selendang untuk laki-laki dan untuk perempuan menggunakan kain dan kebaya serta selendang diikat di pinggang atau busana atasan yang wajar.

“Air suci dalam melukat itu diyakini menghapuskan papa klesa (kekotoran) yakni energi negatif di alam pikiran dan jiwa manusia secara jasmani dan rohani,” kata Kenak.

Bukan komersial

Ritual melukat bukanlah merupakan kegiatan komersial, misalnya ada tarif khusus yang dipatok untuk melukat kepada yang menerapkannya.

Jika tempat melukat tersebut berada di area pura yang sekaligus juga menjadi daya tarik wisata, hanya dikenakan biaya tiket masuk dalam kapasitasnya sebagai wisata.

Misalnya di Pura Tirta Empul, Gianyar, yang memiliki tempat melukat, tiket masuk ke daya tarik wisata itu untuk wisatawan domestik per orang dewasa Rp30 ribu dan anak-anak Rp15 ribu. Sedangkan wisatawan asing dewasa Rp50 ribu dan anak-anak Rp25 ribu per orang.

Di pura itu pun juga disediakan kain dan selendang untuk pengunjung yang tidak dikenakan biaya alias gratis. Sedangkan umat Hindu yang bersembahyang dan melukat di pura berhawa sejuk itu tidak dikenakan biaya masuk.

Sarana upacara yang paling sederhana salah satunya canang (rangkaian janur dan bunga) rata-rata seharga Rp1.000 per biji, disesuaikan dengan kebutuhan.

Demikian juga apabila ada biaya untuk melukat, biaya yang dikeluarkan itu untuk sarana upacara yang wajib disiapkan tulus ikhlas oleh umat Hindu, menyesuaikan dengan jenis-jenis melukat.

Memuliakan air

Selain esensi pembersihan diri jasmani dan rohani, melukat juga bersifat memuliakan air. Mata air yang disucikan itu tidak hanya penting sebagai bagian upacara keagamaan, tapi juga digunakan sebagai sumber air bagi masyarakat secara berkelanjutan.

Air yang mengalir melalui cabang-cabang sungai di dekat mata air kemudian mengalir ke lahan pertanian seperti di dekat Pura Tirta Empul di Desa Manukaya Let, Tampaksiring, Gianyar.

Sumber mata air itu dirawat dan dijaga oleh masyarakat desa setempat, pemerintah daerah dan pengelola pura tersebut.

Koordinator Daya Tarik Wisata (DTW) Pura Tirta Empul Wayan Suweta menjelaskan rata-rata setiap hari kunjungan mencapai 2.000-3.000 orang, hampir 75 persen di antaranya adalah turis asing.

Sebagai upaya menjaga kesucian pura dan sumber mata air, DTW itu memiliki sekitar 50 pemandu dari desa adat setempat yang memberikan penjelasan terkait keberadaan air suci itu.

Kesejahteraan bersama

Filosofi melukat yang bermakna membersihkan diri dan alam semesta serta memuliakan air sebagai sumber kehidupan, sejalan dengan tema besar World Water Forum ke-10 di Bali yakni air untuk kesejahteraan bersama.

Di dalam tema itu salah satunya terkandung ketahanan dan kesejahteraan air serta air untuk manusia dan alam.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengungkapkan melukat merupakan kearifan lokal Bali yang memuliakan air.

Ia mengakui melukat sudah banyak mendapatkan respons positif sehingga rencananya menjadi salah satu agenda lain dalam World Water Forum yang ditawarkan kepada delegasi karena memberikan keunikan tersendiri dengan ciri khas budaya Bali yang menghormati air.

Air memiliki vibrasi yang luar biasa, dengan setiap tetesnya memberikan kehidupan. Di sisi lain, air yang berlebihan juga memberi dampak berupa bencana kepada alam termasuk manusia di dalamnya.

Untuk itu, memuliakan air sangat penting, misalnya dengan kearifan lokal dalam mengelola, menjaga dan merawat sumber-sumber air agar berkelanjutan dan tetap memberikan kesejahteraan bagi manusia serta alam semesta.