Bercengkrama ditemani secangkir kopi di Kedai Solong-Aceh

id Kedai Solong,PON Aceh-Sumut 2024,Kedai Solong Ulee Kareng Oleh Fajar Satriyo

Bercengkrama ditemani secangkir kopi di Kedai Solong-Aceh

Barista kedai kopi Solong yang terletak di Jalan Iskandar, Ulee Kareng, Banda Aceh, sedang mempersiapkan kopi untuk pelanggan, Jumat (06/07/2024). (ANTARA/FAJAR SATRIYO)

Banda Aceh (ANTARA) - Aceh kerap dijuluki Negeri Seribu Kedai Kopi karena di daerah yang menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional 2024 ini banyak berdiri kedai-kedai kopi yang siap memanjakan para wisatawan terutama para penikmat kopi dengan kopi lokal berkualitas.

Dalam momen penyelenggaraan PON Aceh-Sumut 2024 ini, barangkali tak afdol rasanya jika tak berpelesir menikmati sajian secangkir kopi di kedai sebelum mengawali aktivitas menonton pertandingan-pertandingan olahraga ajang nasional terbesar tersebut.

Salah satu tempat ngopi yang menjadi primadona bagi para wisatawan lokal maupun wisatawan asing adalah Kedai Solong.
 
Tak ayal dengan berlangsungnya Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut 2024, Kedai Solong pun memperoleh berkah dengan kedatangan pengunjung yang kian hari kian mengalami peningkatan.
 
Pemilik Kedai Solong, Haji Nawawi atau yang lebih akrab disapa Haji Solong mengatakan bahwa setiap hari Kedai Solong mampu menjual rata-rata 700 cangkir kopi per hari. Dengan berlangsungnya PON 2024, Haji Solong mengatakan bahwa kedai kopi yang berdiri sejak 1974 ini mulai mengalami peningkatan dan sudah ada beberapa tim ofisial yang singgah mencicipi kopi yang masih diolah dengan cara tradisional ini.
 
"Kalau sudah ada acara ini (PON 2024) tentu ada peningkatan ya, itu udah jelas semua...kalau ini belum seberapa banyak, mungkin setelah pembukaan nanti ya karena yang datang baru panitia-panitia, kalau atlet belum kan (masih di karantina," kata Haji Solong.


 Bercengkrama di Kedai Solong

Kedai Solong seperti surga bagi para penikmat kopi. Kedai yang terletak di Jalan Iskandar, Ulee Kareng, Banda Aceh tersebut tak pernah sepi dari lawatan pengunjung. Dari mulai pagi, sore hingga berganti malam, para pengunjung silih berganti datang untuk bercengkrama, berkelakar atau hanya sepintas lalu menyesap nikmatnya kopi.
 
 
Sebagai primadona para penikmat kopi, Kedai Solong masih mempertahankan nuansa kehangatan masa lampau. Kedai kopi yang berdiri sejak 1974 tersebut masih mempertahankan "kesederhanaan" dengan meletakkan meja para pelanggan yang berdekatan. Ditambah dengan hadirnya berbagai macam jajanan dan kue tradisional yang dihidangkan di atas meja, seakan menyuruh para pelanggan untuk tak boleh beranjak dari masa lalu.
 
Begitu aroma kopi yang tengah disangrai oleh pekerja di belakang kedai menguar, kian memperkuat nuansa nostalgia dengan kesederhanaan kopi di masa lalu. Haji Solong mengungkapkan bahwa nuansa sederhana ini tetap dipertahankan karena para konsumen justru lebih senang dengan nuansa yang tetap dipertahankan sejak zaman dulu di kedai kopi ini.
 
"​​​​​​Saya coba berapa kali wawancara sama konsumen yang datang ke sini, tanya bagaimana kalau diubah nuansanya, tapi para pelanggan itu mengatakan jangan biar begini aja (enggak usah berubah ke modern)," ujar Haji Solong.
 
Bukan hanya nuansa yang tetap dipertahankan, tapi juga cara penyajian kopi yang menjadi ciri khas Kedai Solong hingga kini masih digunakan. Cara penyajian kopi yang unik dengan metode penyeduhan saring, membuat barista kedai Solong juga menjadi salah satu daya pikat karena menampilkan atraksi menawan saat mengolah kopi.
 
Barista akan memasukkan bubuk kopi yang telah di seduh dengan air mendidih ke dalam saringan kopi lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Tangan kanan memegang saringan yang dimainkan ke atas lalu ke bawah.
 
Cara ini bertujuan untuk membuat asap dalam kopi terurai terkena hembusan angin, semakin asap terurai maka rasa kopi yang disaring kian terasa lebih nikmat. Kopi yang telah disaring kemudian disajikan di cangkir.
 
Pembeli juga bisa meminta tambahan gula ataupun susu tergantung selera. Tapi sebagian besar pembeli memesan secangkir kopi tanpa gula atau susu karena secangkir kopi robusta yang disangrai disini tak begitu pahit.
 
"Karena pakai teknik saring nanti kopi lebih merata dan lebih enak. Prosesnya itu sampai dua kali, tiga kali ditarik. Kami sebenarnya punya juga teknik penyajian kopi pakai mesin untuk pengolahan kopi arabika tapi kalau kopi robusta itu memang enak ditarik ya," kata Haji Solong.
 
Bagi para penikmat kopi robusta terdapat sejumlah menu diantaranya kopi pancong dan kopi sanger yang dipatok harga sebesar 7.000 rupiah dan 15.000 rupiah.

 Kedai Solong disambangi wakil Presiden
 
Kesederhanaan tak menghalangi Kedai Solong menjadi tempat ngopi yang ikonik, sehingga tak jarang disambangi para pejabat teras di tanah air seperti Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno dan Menteri Agraria dan Tata Negara, Agus Harimurti Yudhoyono.

Ketika ditanya mengenai para petinggi yang mampir ke Kedai Solong,  Haji Solong justru tak mengetahui alasan kedatangan para negarawan tersebut. Ia hanya beranggapan bahwa mereka menyukai kopi tradisional khas Aceh ini.
 
"Pernah Bapak Jusuf Kalla, alhamdulilah sudah dua kali (ke sini) dan juga petinggi-petinggi lainnya seperti Pak Sandiaga Uno dan Pak AHY. Kenapa pilih kita? Nggak tahu juga, mungkin karena tradisional kan. Ya," ujar Haji Solong.
 
Teknik tradisional dari sejarah panjang
 
Selain penyajiannya yang masih mempertahankan ciri khas sejak berdirinya kedai, Kedai Solong juga tetap mempertahankan teknik pengolahan kopi dengan menggunakan teknik sangrai yang dibakar dengan tungku kayu.

"Jadi produksi pengolahan, kita masih memakai kayu pengolahannya, karena kayu ini kan tetap mempertahankan buih rasanya, sedangkan pakai mesin itu kan di uap ya jadi masaknya enggak sama rata gitu," ujar Haji Solong.
 
Teknik tradisional ini terus dipertahankan meski kini dikelola Haji Nawawi yang merupakan penerus generasi kedua dari pemilik pertama Muhammad Saman, sang ayah.
 
Haji Nawawi mengatakan bahwa sejarah nama Solong berawal dari kisah sang ayah yang bekerja pada sebuah tempat produksi kopi milik orang China. Lalu pada tahun 1965 kepemilikan tersebut berpindah ke Muhammad Saman. Karena orang-orang kerap memanggil nama Muhammad Saman dengan Solong akhirnya ketika membuka kedai pun dipanggil sebagai Kedai Solong.
 
"Jadi nama bapak saya Haji Muhammad Saman. Jadi karena Solong itu sudah melekat, sudah kerennya, kopi mana Solong. Jadi semua Solong. Sudah bikin nama lainnya nggak jalan," kata Haji Nawawi.

Baca juga: Piala Eropa 2024: Nua Rasa, kedai kopi Indonesia di Berlin
Baca juga: Pembukaan kedai kopi di Seoul tingkatkan ekspor produk RI
 
Haji Nawawi mengungkapkan bahwa kedai ini sempat berganti nama, namun karena nama Kedai Solong ini begitu melekat dengan masyarakat akhirnya nama Kedai Solong kembali digunakan.
 
Dengan semakin modernnya industri kopi, Kedai Solong juga melakukan transformasi. Kini para penikmat kopi juga bisa mendapatkan produk biji kopi kemasan dari Kedai Solong yang dijual dalam bentuk kemasan 250 gram hingga 1 kilogram.

Tentu saja, transformasi itu tak mengikis gambaran Kedai Solong sebagai kedai yang tidak besar dan relatif sederhana jika dibandingkan dengan kedai-kedai kopi modern yang menjamur di setiap sudut kota. Justru dengan kesederhanaan itulah, dari kedai ini para pelanggan tak pernah kehilangan cita rasa otentik juga kehangatan bercengkerama yang mungkin tak dirasakan lagi di tempat-tempat ngopi kekinian.