Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendorong agar Indonesia dapat meningkatkan produksi LPG dalam negeri dengan harga yang lebih ekonomis, tanpa bergantung pada harga Aramco yang tinggi.
"LPG kita dalam kondisi yang memprihatinkan karena konsumsi kita sekarang 8 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kita hanya 1,7 juta ton. Jadi kita impor 6-7 juta ton," kata Bahlil dalam Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas Tahun 2024 di Jakarta, Senin malam.
Dengan kebutuhan sebesar 8 juta ton per tahun, Indonesia hanya mampu memproduksi 1,7 juta ton, sehingga harus mengimpor sekitar 6-7 juta ton setiap tahunnya. Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk memproduksi LPG dalam negeri namun hal tersebut belum dioptimalkan karena harus ada C3 dan C4.
"Saya tanya kepada tim yang ada di Kementerian SDM kenapa kita ndak bisa membuat LPG dalam negeri? Pasti ada C3, C4. Saya juga nggak ngerti C3, C4 itu apa gitu kan. Ada C3, untung aja tidak ada C5," ujar Bahlil .
Meski begitu, menurut informasi dari SKK Migas, sekitar 2 juta ton bahan baku bisa diubah menjadi gas LPG.
Namun, salah satu kendala utama yang dihadapi adalah harga bahan baku dalam negeri yang dianggap tidak kompetitif dibandingkan dengan harga internasional, khususnya harga Aramco, perusahaan migas raksasa asal Arab Saudi.
"Kenapa hal ini tidak dilakukan? Saya dengar, harganya tidak kompetitif karena harga yang diambil dalam negeri berbeda dengan harga Aramco yang jauh lebih informasi mahal daripada harga dalam negeri. Itu kemudian industri kita tidak bisa," jelasnya.
Baca juga: SCM Summit 2024 kuatkan rantai suplai produk lokal
Untuk mengatasi masalah ini, Bahlil mengatakan bahwa di pemerintahan baru, memikirkan akan menyarankan untuk segera membangun industri LPG di negeri ini yang dapat memanfaatkan bahan baku lokal dengan harga yang lebih terjangkau.
Menurutnya, penting untuk menentukan harga yang ekonomis agar industri dapat berkembang tanpa harus bersaing dengan harga internasional yang tinggi.
"Memanfaatkan bahan-bahan baku yang ada dalam negara kita dengan harga yang ekonomis, jangan harga Aramco. Contoh 600 dolar AS, transpor 50 dolar AS berarti kan 650 dolar, AS, industri dalam negeri yang dibelinya harga di bawah 600 (dolar AS), nggak adil menurut saya, malah saya melihat ada apa di balik ini?," ungkapnya.
Baca juga: Pertamina Patra Niaga gandeng SKK Migas mendukung kemandirian energi
Selain itu, ia menyampaikan bahwa program kedaulatan energi yang diusung oleh presiden terpilih Prabowo Subianto akan difokuskan pada pengembangan industri di dalam negeri.
Bahlil juga menyoroti perlunya regulasi pemerintah yang adaptif terhadap kebutuhan pengusaha. Kolaborasi antara pemerintah dan industri dianggap penting untuk menciptakan kondisi yang saling menguntungkan.
“Kami jamin keberlangsungan usaha dengan profit yang baik tapi negara juga harus mendapat bagian untuk mewujudkan dari pada cita-cita negara,” kata Bahlil.