Mataram (ANTARA) - Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Nusa Tenggara Barat mengingatkan media massa di wilayah itu untuk selalu menjaga kode etik dalam memberikan informasi pilkada serentak 2024.
Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB, Hans Bahanan mengingatkan jurnalis untuk selalu berpaku pada kode etik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Banyak kita amati media yang menulis berita menyerang pasangan calon (paslon) lain dengan tidak memenuhi standar verifikasi dua pihak," ujarnya di Mataram, Rabu.
Ia mengungkapkan pilkada NTB 2024 saat ini diwarnai dengan dinamika yang menjurus pada kampanye hitam antar pendukung masing-masing kubu. Aksi saling serang dan menjatuhkan lawan politik pun sering mewarnai jagat maya.
Baca juga: AJI-AMSI NTB mendorong perusahaan Pers buat SOP keselamatan kerja
Ironisnya, beberapa media massa yang didominasi media daring ikut berkontribusi menulis berita yang menyerang pihak lain tanpa menerapkan standar kode etik jurnalis.
Hans mengatakan banyak media yang tidak menggunakan standar 'cover both' side atau keberimbangan dalam menulis berita. Berita yang memuat narasi menyerang salah satu paslon tanpa dibarengi dengan konfirmasi kepada paslon tersebut atau pihak yang merasa dirugikan dari munculnya berita tersebut.
"Pasal 1 Kode Etik Jurnalis (KEJ) jelas memuat Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk," ujarnya.
Dia berharap media massa di NTB dapat menyajikan berita yang berimbang dengan memenuhi standar etik pers.
Baca juga: Jurnalis NTB menggelar aksi damai tolak revisi UU Penyiaran
Selain itu AMSI NTB juga mengingatkan agar pihak yang merasa keberatan terhadap suatu pemberitaan, tidak melakukan intervensi dengan cara intimidasi. Pihak yang merasa dirugikan dalam pemberitaan dapat meminta hak jawab, hak koreksi atau melalui mekanisme melapor ke Dewan Pers.
"Kami berharap pihak yang merasa dirugikan tidak melakukan intimidasi namun melalui mekanisme mengajukan hak jawab, hak koreksi kepada media yang bersangkutan atau melapor ke Dewan Pers," ujarnya.
"Media juga harus menerima hak jawab atau hak koreksi karena ada sanksi jika tidak menerbitkan hak jawab atau hak koreksi," sambung Hans.
Baca juga: AMSI-Polda NTB satukan komitmen menangkal berita hoaks
Terakhir, Hans berpesan agar media di NTB dapat meminimalisir atau menjadi garda depan dalam melawan gangguan informasi menjelang pilkada, seperti disinformasi, mis informasi, mal informasi atau kampanye hitam.
"Mari kita wujudkan media sebagai garda depan dalam melawan gangguan informasi dan mewujudkan pilkada damai," katanya.
Baca juga: Kepengurusan AMSI NTB resmi terbentuk