Jakarta (ANTARA) - PT Alamtri Resources Indonesia Tbk atau AlamTri (sebelumnya bernama PT Adaro Energy Indonesia Tbk/ADRO) kini berfokus pada bisnis mineral dan energi terbarukan setelah manajemennya terpisah dari perusahaan induk.
"Ini ibaratnya anak pertama yang sudah mandiri, sudah bisa keluar rumah, jadi manajemennya benar-benar terpisah dan berbeda bisnisnya," kata Direktur Adaro Minerals Wito Krisnahadi dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu.
Menurut Wito, pihaknya kini tengah membangun proyek aluminium smelter di Kalimantan Utara yang ditargetkan dapat berproduksi tahap awal pada Desember 2025.
"Kami berharap pada tahun ini 72 pot pertama bisa mulai produksi. Ramp-up produksi akan berlanjut hingga tahun depan, dan diharapkan bisa berkontribusi bagi Adaro Minerals mulai 2026," ujar Wito menambahkan.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur AlamTri Power Dharma Djojonegoro menegaskan bahwa AlamTri tidak menjalankan bisnis batu bara, tetapi fokus pada energi terbarukan (renewable energy) dan mineral.
"Makanya, kami benar-benar memisahkan diri dari Adaro, bahkan secara fisik pun, kantor yang masih bergabung akan segera dipisahkan dengan membangun tembok," katanya.
Ia menyebutkan bahwa strategi dan investor AlamTri juga berbeda dengan Adaro. Investor Adaro biasanya mencari dividen, sementara investor AlamTri lebih kepada keberlanjutan (sustainability).
"Orang yang tertarik pada energi hijau tentu tidak ingin berinvestasi di batu bara, dan sebaliknya," kata Dharma menjelaskan.
Saat ini, proyek-proyek energi terbarukan AlamTri masih berjalan, beberapa di antaranya menunggu regulasi pemerintah. Salah satu proyek yang sudah berjalan adalah pembangkit tenaga surya terapung (floating solar) di Jatiluhur, yang dulu pernah menjadi proyek PLTS terapung terbesar di Indonesia.
"Kami juga sedang mengembangkan proyek 8 MW untuk ekspansi solar. Selain itu, ada proyek PLTA Mentarang Induk," kata Dharma.
Menurut Direktur PT Kayan Hydropower Nusantara Andhi Marjono, pengelola PLTA Mentarang Induk, progres proyek pembangkit listrik tenaga air yang berlokasi di Kalimantan Utara ini belum mencapai lima persen.
PLTA Mentarang Induk yang berkapasitas 1.375 MW akan akan dilengkapi bendungan tertinggi di Indonesia, dengan ketinggian 235 meter.
Baca juga: NTB dorong pencapaian netralitas karbon 10 tahun lebih cepat
Targetnya, pada pertengahan tahun ini proyek bisa mencapai full speed, dan bisa beroperasi penuh pada 2030. Listrik dari PLTA ini akan dialirkan ke kawasan industri di Kalimantan Utara.
Total investasi untuk proyek ini mencapai 2,7 miliar dolar AS (sekitar Rp45 triliun), mencakup pembangunan bendungan utama dan jaringan transmisi ke kawasan industri. PLTA ini dikelola oleh PT Kayan Hydropower Nusantara (KHN), dengan kepemilikan 50 persen oleh AlamTri dan 50 persen oleh dua mitra lainnya, termasuk Sarawak Energy dari Malaysia.
Baca juga: Anak usaha ABMM dan Sun Energy bangun PLTS CBESS pertama di Indonesia
"Kami juga memastikan aspek lingkungan terpenuhi. Proyek ini telah menjalani International Hydropower Association (IHA) Sustainability Assessment. Salah satu aspek yang kami perhatikan adalah relokasi masyarakat yang terdampak, dilakukan berdasarkan survei mendalam tentang kondisi sosial ekonomi mereka," kata Andhi memaparkan.
Dari segi pendanaan, proyek ini didukung oleh investor internasional, termasuk lembaga keuangan yang berfokus pada proyek berkelanjutan (ESG-focused financing).