Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat, Muslim menyatakan tarif ekspor komoditi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) sebesar 32 persen sudah berdampak terhadap harga beli ikan tuna di tingkat nelayan.
"Pasca pengumuman tarif tersebut harga ikan tuna langsung anjlok yang awalnya dibeli oleh pelaku usaha di tingkat nelayan Rp45.000 per kilogram sekarang turun menjadi Rp35.000/kg dan ini pun masih berpotensi turun lagi harganya," kata Muslim, kepada ANTARA di Mataram, Selasa.
Selain ikan tuna, kata dia, komoditas hasil perikanan laut lain yang di ekspor oleh NTB ke Amerika Serikat, berupa cakalang dan udang yang juga akan terkena imbas kebijakan tarif dari Presiden AS Donald Trump.
Ia menambahkan, khusus untuk ikan tuna yang diekspor merupakan hasil tangkapan para nelayan di Pulau Sumbawa, dan Kabupaten Lombok Timur. Sebagian besar ikan tersebut dibongkar muat oleh nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur.
Baca juga: Ekspor tuna NTB mencapai Rp10,58 miliar
Ikan tersebut kemudian dikumpulkan dalam ruang pendingin (cold storage) milik sejumlah pengusaha sekaligus pemilik kapal yang tinggal di sekitar Labuhan Lombok.
"Para pengusaha sekaligus pemilik kapal penangkap ikan tuna itu lah yang bekerja sama dengan eksportir dari Bali dan Surabaya. Eksportir ini yang kemudian melakukan pengolahan sesuai standar Amerika Serikat," ujarnya.
Muslim mengatakan keluarnya kebijakan tarif sebesar 32 persen oleh Amerika Serikat, bersamaan dengan kewajiban penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) bagi nelayan-nelayan penangkap ikan dengan armada kapal kapasitas 6 Gross Tonnage (GT) hingga 30 GT di radius lebih dari 12 mil.
Baca juga: Ikan tuna NTB mengandung merkuri kadar rendah
VMS adalah sistem pemantauan kapal berbasis teknologi yang digunakan untuk melacak posisi, pergerakan, dan aktivitas kapal penangkap ikan secara real-time melalui satelit atau jaringan komunikasi lainnya.
Di satu sisi, kata dia, sebagian besar nelayan belum bisa memenuhinya karena harga alat yang mahal, yakni di atas Rp11 juta dan ditambah dengan biasa jasa satelit sebesar Rp6 juta per tahun.
"Tentu hal tersebut sangat membebani para pelaku usaha dan nelayan penangkapan ikan skala kecil," ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah daerah mendorong pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat memberikan insentif atau relaksasi.
"Syukur-syukur kalau bisa kebijakan keharusan penggunaan VMS dapat dimoratorium secara permanen di tengah kesulitan yang dihadapi nelayan dan pelaku usaha kecil di NTB saat ini," katanya.
Baca juga: Ntb Habitat Terbaik Ikan Tuna Sirip Biru