Grab menilai skema pengangkatan karyawan rugikan mitra pengemudi

id Grab,Ojek online,Mitra pengemudi,Driver karyawan tetap

Grab menilai skema pengangkatan karyawan rugikan mitra pengemudi

Ilustrasi - Sejumlah pengemudi ojek daring menunggu penumpang di Jalan Raya Margonda, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (20/3/2024). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc/pri. (ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA)

Jakarta (ANTARA) - Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi menilai bahwa mengubah status mitra pengemudi menjadi karyawan tetap berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi para mitra pengemudi ojek daring.

Menurut Neneng dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Jumat (13/6), apabila seluruh mitra pengemudi harus diangkat menjadi karyawan, hanya sebagian kecil yang kemungkinan besar bisa diserap oleh perusahaan. Keterbatasan itu didasari oleh pertimbangan hak-hak yang harus dipenuhi perusahaan kepada karyawan seperti gaji, cuti, pensiun, dan lainnya.

Ia mencontohkan kasus di Spanyol di mana pada tahun 2021 pemerintah negara tersebut mengeluarkan kebijakan Riders' Law yang mewajibkan mitra kurir daring diangkat menjadi karyawan. Saat penerapannya, salah satu aplikasi yang beroperasi di negara tersebut hanya mampu mengangkat 17 persen mitra pengemudi menjadi karyawan tetap.

"Kebayang kalau di Indonesia hanya 17 persen yang bisa diserap, yang lain mau ke mana? Bagaimana mereka mendapatkan income (pendapatan)?" ujar Neneng.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa status sebagai karyawan memiliki hak dan kewajiban yang berbeda dibandingkan dengan skema kemitraan.

Dengan status sebagai karyawan, pengemudi akan memiliki jam kerja tetap, melalui proses seleksi ketat seperti wawancara dan evaluasi rutin, serta bisa diberhentikan jika kinerja tidak memenuhi standar perusahaan.

Baca juga: Grab menegaskan belum ada pembicaraan terkait merger dengan GoTo

"Begitu dia di-PHK, panik cari kerja, kan nggak gampang. Kecuali memang banyak sekali lapangan pekerjaan tersedia," jelasnya.

Di samping dampaknya terhadap pengemudi, Neneng juga menyoroti efek domino terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menurut Neneng, menyusutnya jumlah mitra pengemudi akan berdampak langsung terhadap layanan pengantaran makanan dan barang dari pelaku UMKM, yang selama ini bergantung pada platform daring.

Baca juga: Mitra Grab Ngabuburit dengan bagikan ratusan takjil di Mataram

Ia mengambil contoh di Jenewa, Swiss, di mana setelah Uber Eat diwajibkan menjadikan mitra pengemudi sebagai karyawan, permintaan layanan makanan menurun hingga 42 persen.

"Sebanyak 90 persen merchant GrabFood adalah UMKM. Kalau jumlah mitra menyusut, ini bisa menggerus arus ekonomi UMKM yang mayoritas mengandalkan pesanan online," katanya.

Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.