Mataram (ANTARA) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Nusa Tenggara Barat mengajak mahasiswa dan pelajar di wilayah itu untuk melawan dan menangkal kabar bohong atau hoaks.
Sekretaris PWI NTB, Fahrul Mustofa mengatakan berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI, pada Pemilu 2024 terjadi peningkatan konten 10 kali lipat kabar bohong atau hoaks. Bahkan, tingkat literasi digital masyarakat Indonesia di ASEAN mencapai 62 persen. Sementara negara-negara lain di ASEAN memiliki rata-rata literasi digital sebesar 70 persen.
"Data ini juga sesuai dengan temuan riset kolaboratif yang dilakukan oleh Deakin University Australia dengan UGM terkait tingkat kemampuan generasi Z dalam menilai hoaks," ujarnya pada seminar Generasi Z dan Jurnalistik Partisipatif "Antara Fakta, Opini, dan Hoaks yang digelar Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Sativa Fakultas Pertanian Universitas Mataram (Unram), Rabu.
Fahrul mengatakan tingkat kemampuan generasi Z, khususnya di Indonesia, menunjukkan hasil yang bervariasi dalam menilai hoaks. Umumnya, kata dia, sebagian besar generasi Z cenderung percaya pada sumber informasi yang otoritatif, seperti pemerintah atau pemangku kebijakan.
"Harapannya, bahwa sumber informasi otoritatif dapat menyampaikan yang fakta," kata Fahrul.
Baca juga: PWI NTB dukung penuh program rekonsiliasi Akhmad Munir
Ia melanjutkan sebagian besar generasi Z (83 persen) tidak bisa membedakan informasi fakta dan hoaks. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan generasi Z yang hanya membaca judul tanpa memverifikasi informasi yang mereka terima.
Lebih lanjut, Fahrul mengaku survei serupa yang dilakukan oleh Stanford University, yang juga menggambarkan Generasi Z bahkan tidak bisa membedakan antara iklan dan berita, serta fakta dan opini.
"Literasi digital adalah kemampuan kita untuk dapat mengolah, menganalisa, dan mencerna informasi secara kritis," tegasnya.
Fahrul mengatakan terdapat empat ukuran yang dijadikan nilai dalam literasi digital, yakni kemampuan digital, etika digital, keamanan digital, dan budaya digital.
Ia juga memaparkan data, yang menunjukkan 3 dari 10 orang merasa hidupnya frustasi dan lebih mudah depresi karena berselancar di dunia maya. Terlebih lagi saat ini era di mana siapa saja dapat menjadi corong informasi dan menyampaikan opini di tengah generasi Z yang lahir di tengah berita, dan banjir informasi.
Baca juga: Ahmad Ikliludin pimpin PWI NTB periode 2025-2030
Untuk itu, kata dia, generasi Z harus memiliki kemampuan bawaan (default) untuk optimis dan idealis di era digital dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan saat ini.
"Generasi Z perlu skeptis, apa pun informasi yang diterima harus dipertanyakan, kemudian dikomparasikan," ucap Fahrul.
Ia mengajak generasi Z untuk lebih berani dalam menyikapi informasi yang hoaks, dan memiliki sikap yang tegas dalam menyikapi propaganda dengan cara meromantisasi budaya literasi. Karena dirinya percaya, orang yang suka membaca dan tinggi literasi tidak akan mudah menghakimi dan mengambil kesimpulan.
"Mahasiswa dan generasi Z harus mulai berani melawan hoaks. Tentunya, dengan terlebih dahulu memeriksa kebenaran informasi melalui berbagai platform cek fakta," katanya.
Sementara itu Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Faperta Unram Mahardika Rizqi Himawan, mengatakan pihaknya sangat mendukung adanya kegiatan tersebut. Mengingat, hingga kini generasi Z merupakan pihak yang paling rentan terpapar berita hoaks.
"Kami mendukung LPM selaku lembaga pers kampus turut berperan untuk mengedukasi mahasiswa NTB. Ini agar di Unram, ke depan tidak ada lagi yang terpapar berita hoaks," katanya.
Baca juga: PWI kecam perampasan kamera wartawan saat meliput MBG di Lombok Timur
Baca juga: ANTARA NTB bersama PWI dan STM gelar pelatihan jurnalistik di Dompu
