Jakarta (ANTARA) - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pemerintah tidak berencana menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Dalam keterangannya di kediaman Presiden Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10) malam, Prasetyo menyebut bahwa pemerintah telah mendiskusikan langkah-langkah alternatif untuk mencari solusi pembiayaan yang tidak membebani APBN.
Prasetyo seusai mendampingi Presiden RI Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas (ratas) di kediamannya, kawasan Kertanegara, Jakarta Selatan, Minggu (12/10) malam, menyebut opsi itu dipertimbangkan pascainsiden Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur ambruk dan memicu puluhan korban jiwa pada 29 September 2025.
“Pascakejadian kemarin, kemudian muncul beberapa pemikiran, salah satunya adalah mungkinkah pembangunan-pembangunan pondok pesantren itu bersumber dari pembiayaan dari APBN,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kajian tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari jumlah dan kondisi pesantren yang ada, hingga kemungkinan pembangunan pesantren baru di masa mendatang. Menurut Prasetyo yang juga Juru Bicara Presiden Prabowo, pemerintah ingin memastikan skema yang dipilih benar-benar efektif dan tepat sasaran.
“Ini juga berkaitan dengan apakah pondok pesantren yang sudah eksis menjadi prioritas, atau ada kebutuhan membangun pondok baru. Semuanya sedang dicoba dipelajari,” katanya.
Lebih lanjut, Prasetyo mengatakan bahwa keselamatan dan keamanan santri menjadi perhatian utama Presiden Prabowo. Oleh karena itu, kata Prasetyo, Kepala Negara telah memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan pengecekan langsung ke lapangan.
“Kementerian PU diminta untuk melakukan cek lapangan ke setiap pondok pesantren untuk memastikan bahwa pembangunan-pembangunan fisik itu betul-betul terjamin keamanannya,” katanya.
Prasetyo menambahkan, langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk memperkuat infrastruktur pendidikan keagamaan sekaligus melindungi keselamatan para santri di seluruh wilayah Indonesia.
“Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk diminta mencari skema ya, skema supaya beban keuangan itu bisa dicarikan jalan keluar,” katanya.
Baca juga: KCIC prediksi puncak lonjakan penumpang Whoosh pada 3-5 April 2025
Saat ditanya apakah topik terkait pembayaran utang Whoosh termasuk dalam agenda pembahasan di pertemuan rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Prabowo Subianto, Prasetyo menyebut bahwa hal itu tidak masuk dalam pembahasan ratas.
“Malam ini tidak, malam ini tidak sempat. Whoosh bukan salah satu pembahasan malam ini,” ujar Prasetyo menanggapi pertanyaan awak media terkait solusi untuk Whoosh.
Namun demikian, Prasetyo menilai bahwa proyek Whoosh memiliki manfaat besar bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan konektivitas antara Jakarta dan Bandung.
“Faktanya, Whoosh menjadi salah satu moda transportasi yang sangat membantu aktivitas masyarakat, baik dari Jakarta maupun ke Bandung dan sebaliknya,” katanya.
Baca juga: KCIC jual tiket Whoosh sejak H-25 keberangkatan momentum Lebaran
Lebih lanjut, Mensesneg menambahkan bahwa pemerintah melihat potensi pengembangan jaringan kereta cepat sebagai bagian dari visi pembangunan transportasi nasional.
“Justru, kita ingin sebenarnya kan itu berkembang ya, tidak hanya ke Jakarta dan sampai ke Bandung, mungkin juga kita sedang berpikir untuk sampai ke Jakarta, ke Surabaya,” ujarnya.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dalam acara Media Gathering Kemenkeu 2025 di Bogor, Jumat (10/10), memutuskan APBN tidak akan digunakan untuk menanggung beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang dikelola PT KCIC.
Pemerintah, kata Purbaya, mendorong agar penyelesaian pembiayaan proyek strategis tersebut dilakukan melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang memiliki kapasitas keuangan dan sumber dividen mandiri sekitar Rp80 triliun per tahun.
Menurut Purbaya, langkah tersebut penting untuk memisahkan tanggung jawab antara pemerintah dan sektor swasta agar proyek infrastruktur tidak terus membebani APBN.
Sementara itu, Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria menjelaskan dua opsi penyelesaian yang tengah dikaji, yakni melalui penambahan modal (equity) atau pengambilalihan infrastruktur oleh pemerintah sebagaimana praktik di industri perkeretaapian lainnya.
Dony menambahkan, proyek KCJB telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan dengan peningkatan mobilitas dan penumpang mencapai 30 ribu orang per hari.
Namun, ia menegaskan bahwa aspek keberlanjutan bisnis KCIC yang kini menjadi bagian dari PT KAI juga harus dijaga melalui skema pembiayaan yang tepat.
