Mataram (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat berikhtiar meraih sertifikasi eco-label internasional untuk pengelolaan perikanan kakap dan kerapu di kawasan Teluk Saleh, Sumbawa.
Koordinator Kelompok PSDI LPTPK Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Besweni dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, NTB, Sabtu, mengatakan perikanan kakap dan kerapu merupakan komoditas penting secara ekonomi juga secara ekologi.
Berbagai pendekatan digunakan dalam rangka pengelolaan kakap dan kerapu di Indonesia agar berkelanjutan, serta dapat dimanfaatkan secara berkeadilan.
"Teluk Saleh merupakan salah satu wilayah kelola perikanan di NTB yang termasuk provinsi penyumbang utama produksi perikanan kakap dan kerapu nasional," kata Besweni.
Menurut dia, dari hasil prapenilaian Marine Stewardship Council (MSC) pada Juni 2020, perikanan kakap dan kerapu di Teluk Saleh mendapat skor yang cukup baik untuk aspek lingkungan.
Namun, skor untuk kondisi stok dan tata kelola perikanan masih perlu ditingkatkan.
Untuk menindaklanjuti hasil prapenilaian tersebut, pemerintah Indonesia akan bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan perikanan kakap dan kerapu di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
"Dari hasil prapenilaian, disepakati sembilan rekomendasi terkait pengelolaan perikanan kakap dan kerapu yang harus dilakukan," katanya.
Menurut Besweni, sembilan rekomendasi yang harus dipersiapkan antara lain pemberantasan destructive fishing, meningkatkan kapasitas pengawasan, meningkatkan pendataan perikanan, mengembangkan strategi pemanenan dan kaidah pengendalian pemanfaatan yang efektif, melakukan kajian stok yang komprehensif, serta memantau habitat utama maupun spesies yang terancam punah, terancam, dan dilindungi (ETP).
"Dalam menjalankan kesembilan rekomendasi tersebut diperlukan sinergi dan komitmen yang kuat antara semua pemangku kepentingan terkait," ujarnya.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB yang juga Ketua Komite Bersama Pengelolaan Perikanan Kerapu dan Kakap Berkelanjutan (KP2K2B) NTB Lalu Wahyudi Adiguna menegaskan keterlibatan dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan berdampak positif bagi perikanan kakap dan kerapu di NTB, khususnya kawasan Teluk Saleh.
Ia menyampaikan dalam perikanan berkelanjutan di Teluk Saleh digunakan beberapa indikator.
Indikator itu antara lain indikator ukuran ikan yang ditangkap, nilai rasio potensi pemijahan atau SPR, jumlah nelayan yang menggunakan kompresor dan panah, jumlah pelanggaran bubu ikan menggunakan pemberat terumbu karang, dan jumlah penggunaan bahan peledak.
"Dari hasil monitoring pada enam indikator tersebut, diketahui ukuran ikan yang ditangkap dan rasio potensi pemijahan beberapa spesies kerapu di Teluk Saleh mengalami peningkatan, sedangkan indikator jumlah ledakan bom dan penggunaan bubu dengan pemberat terumbu karang mengalami penurunan," katanya.
Meskipun demikian, tambah dia, jumlah penggunaan kompresor dan panah masih tinggi.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa pengawasan dan pemberdayaan masyarakat khususnya para nelayan masih perlu ditingkatkan," katanya.
Untuk mempersiapkan Teluk Saleh menuju sertifikat eco-label tersebut, KP2K2B NTB mengelar Rapat Koordinasi Perbaikan Perikanan Kakap dan Kerapu di Teluk Saleh yang digelar di Mataram, Kamis (12/11/2020).
Dalam rakor tersebut para peserta menggarisbawahi bentuk pengelolaan yang bisa dilakukan dalam perikanan kakap dan kerapu di Teluk Saleh.
Sebagai salah satu cara untuk mewujudkan bentuk pengelolaan di Teluk Saleh tersebut adalah merumuskan rencana aksi dalam rangka meraih sertifikasi eco-label MSC.
Di akhir diskusi, peserta menyepakati tiga poin utama yang harus ditingkatkan dalam perbaikan pengelolaan perikanan kakap dan kerapu.
Tiga kesepakatan itu adalah menyusun dan mengimplementasikan rencana kerja, keterlibatan dari semua pemangku kepentingan, dan kerangka waktu yang jelas untuk mencapai semua output yang dituju.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB H Yusron Hadi menjelaskan, sertfikasi Eco-Label dari lembaga internasional MSC ini menjadi sangat penting.
Sebab saat ini konsumen perikanan dunia, terutama di negara-negara maju sebagai tujuan pasar eksport utama produk perikanan dari Indonesia mempersyaratkan semua jenis produk yang mereka konsumsi tidak saja terjamin dari sisi kualitas tetapi juga harus menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan dalam kegiatan pemanfaatannya.
"Jika kita mampu meraih sertifikasi eco-label dari MSC ini kita akan mendapatkan banyak keuntungan mulai dari peningkatan harga produk perikanan kita secara signifikan sampai kepada terjaminnya rantai pasar baik pasar eksport maupun lokal," kata Yusron.
Menurutnya, hal ini akan berdampak sangat baik bagi peningkatan taraf ekonomi masyarakat perikanan di NTB khususnya nelayan-nelayan kecil di Teluk Saleh, pengepul ikan, sampai kepada perusahaan-perusahaan pengeksport produk perikanan lokal maupun nasional.
"Kalau ini bisa diikhtiarkan mana ini juga akan berjalan sesuai dengan semangat industrialisasi perikanan kita di NTB," ujarnya.
Sertifikasi eco-label akan diterbitkan MSC, sebuah lembaga swadaya nonprofit, yang berbasis di Inggris yang menetapkan standar untuk perikanan berkelanjutan di seluruh dunia.
Koordinator Kelompok PSDI LPTPK Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Besweni dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, NTB, Sabtu, mengatakan perikanan kakap dan kerapu merupakan komoditas penting secara ekonomi juga secara ekologi.
Berbagai pendekatan digunakan dalam rangka pengelolaan kakap dan kerapu di Indonesia agar berkelanjutan, serta dapat dimanfaatkan secara berkeadilan.
"Teluk Saleh merupakan salah satu wilayah kelola perikanan di NTB yang termasuk provinsi penyumbang utama produksi perikanan kakap dan kerapu nasional," kata Besweni.
Menurut dia, dari hasil prapenilaian Marine Stewardship Council (MSC) pada Juni 2020, perikanan kakap dan kerapu di Teluk Saleh mendapat skor yang cukup baik untuk aspek lingkungan.
Namun, skor untuk kondisi stok dan tata kelola perikanan masih perlu ditingkatkan.
Untuk menindaklanjuti hasil prapenilaian tersebut, pemerintah Indonesia akan bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan perikanan kakap dan kerapu di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
"Dari hasil prapenilaian, disepakati sembilan rekomendasi terkait pengelolaan perikanan kakap dan kerapu yang harus dilakukan," katanya.
Menurut Besweni, sembilan rekomendasi yang harus dipersiapkan antara lain pemberantasan destructive fishing, meningkatkan kapasitas pengawasan, meningkatkan pendataan perikanan, mengembangkan strategi pemanenan dan kaidah pengendalian pemanfaatan yang efektif, melakukan kajian stok yang komprehensif, serta memantau habitat utama maupun spesies yang terancam punah, terancam, dan dilindungi (ETP).
"Dalam menjalankan kesembilan rekomendasi tersebut diperlukan sinergi dan komitmen yang kuat antara semua pemangku kepentingan terkait," ujarnya.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB yang juga Ketua Komite Bersama Pengelolaan Perikanan Kerapu dan Kakap Berkelanjutan (KP2K2B) NTB Lalu Wahyudi Adiguna menegaskan keterlibatan dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan berdampak positif bagi perikanan kakap dan kerapu di NTB, khususnya kawasan Teluk Saleh.
Ia menyampaikan dalam perikanan berkelanjutan di Teluk Saleh digunakan beberapa indikator.
Indikator itu antara lain indikator ukuran ikan yang ditangkap, nilai rasio potensi pemijahan atau SPR, jumlah nelayan yang menggunakan kompresor dan panah, jumlah pelanggaran bubu ikan menggunakan pemberat terumbu karang, dan jumlah penggunaan bahan peledak.
"Dari hasil monitoring pada enam indikator tersebut, diketahui ukuran ikan yang ditangkap dan rasio potensi pemijahan beberapa spesies kerapu di Teluk Saleh mengalami peningkatan, sedangkan indikator jumlah ledakan bom dan penggunaan bubu dengan pemberat terumbu karang mengalami penurunan," katanya.
Meskipun demikian, tambah dia, jumlah penggunaan kompresor dan panah masih tinggi.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa pengawasan dan pemberdayaan masyarakat khususnya para nelayan masih perlu ditingkatkan," katanya.
Untuk mempersiapkan Teluk Saleh menuju sertifikat eco-label tersebut, KP2K2B NTB mengelar Rapat Koordinasi Perbaikan Perikanan Kakap dan Kerapu di Teluk Saleh yang digelar di Mataram, Kamis (12/11/2020).
Dalam rakor tersebut para peserta menggarisbawahi bentuk pengelolaan yang bisa dilakukan dalam perikanan kakap dan kerapu di Teluk Saleh.
Sebagai salah satu cara untuk mewujudkan bentuk pengelolaan di Teluk Saleh tersebut adalah merumuskan rencana aksi dalam rangka meraih sertifikasi eco-label MSC.
Di akhir diskusi, peserta menyepakati tiga poin utama yang harus ditingkatkan dalam perbaikan pengelolaan perikanan kakap dan kerapu.
Tiga kesepakatan itu adalah menyusun dan mengimplementasikan rencana kerja, keterlibatan dari semua pemangku kepentingan, dan kerangka waktu yang jelas untuk mencapai semua output yang dituju.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB H Yusron Hadi menjelaskan, sertfikasi Eco-Label dari lembaga internasional MSC ini menjadi sangat penting.
Sebab saat ini konsumen perikanan dunia, terutama di negara-negara maju sebagai tujuan pasar eksport utama produk perikanan dari Indonesia mempersyaratkan semua jenis produk yang mereka konsumsi tidak saja terjamin dari sisi kualitas tetapi juga harus menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan dalam kegiatan pemanfaatannya.
"Jika kita mampu meraih sertifikasi eco-label dari MSC ini kita akan mendapatkan banyak keuntungan mulai dari peningkatan harga produk perikanan kita secara signifikan sampai kepada terjaminnya rantai pasar baik pasar eksport maupun lokal," kata Yusron.
Menurutnya, hal ini akan berdampak sangat baik bagi peningkatan taraf ekonomi masyarakat perikanan di NTB khususnya nelayan-nelayan kecil di Teluk Saleh, pengepul ikan, sampai kepada perusahaan-perusahaan pengeksport produk perikanan lokal maupun nasional.
"Kalau ini bisa diikhtiarkan mana ini juga akan berjalan sesuai dengan semangat industrialisasi perikanan kita di NTB," ujarnya.
Sertifikasi eco-label akan diterbitkan MSC, sebuah lembaga swadaya nonprofit, yang berbasis di Inggris yang menetapkan standar untuk perikanan berkelanjutan di seluruh dunia.