Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Anang Achmad Latif mengatakan kesaksian saksi pelaku atau justice collaborator Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan tidak berbasis kebenaran.

JC (justice collaborator) adalah hak setiap terdakwa, namun untuk kasus ini, JC yang dilakukan terdakwa Irwan Hermawan hanyalah sebuah tindakan untuk menyelamatkan diri semata. Tidaklah berbasis kebenaran seluruhnya," kata Anang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.

Anang menyampaikan pernyataan itu dalam nota pembelaan (pleidoi) pribadi-nya atas tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dalam perkara dugaan korupsi BTS 4G Kemenkominfo. Adapun Anang dan Irwan merupakan terdakwa dalam perkara dugaan korupsi tersebut yang telah menjalani sidang tuntutan.

Lebih lanjut, Anang mengatakan Irwan telah membuat skenario seolah-olah dirinya hanyalah seorang pengepul dan penyalur aliran uang dalam perkara tersebut. Padahal, kata Anang, Irwan telah menerima uang mencapai Rp243 miliar.

"Apa logika-nya terdakwa Irwan Hermawan mengelola Rp243 miliar tetapi tidak ambil keuntungan sepeser pun, bahkan tersangka Windi Purnama yang merupakan kurir-nya terdakwa Irwan Hermawan justru mendapatkan fee (upah) Rp750 juta," ucap Anang.

Anang berdalih bahwa Irwan telah menjual namanya dan mantan Menteri Kemenkominfo Johnny G. Plate. Ia mengecap Irwan sebagai seseorang yang sangat pintar menyusun skenario kepada publik.

"Cerita ini terasa manis sekali diikuti, terdakwa Irwan Hermawan sangat pintar menyusun skenario hingga publik menikmati ceritanya, tapi sayangnya cerita ini tidaklah berbasis kebenaran seluruhnya," ucap Anang.

Anang Achmad Latif dituntut dengan pidana 18 tahun penjara. Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 12 bulan kurungan penjara, serta membayar uang pengganti sebesar Rp5 miliar subsider sembilan tahun kurungan penjara.

JPU menilai Anang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua primer Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sementara itu, Irwan Hermawan dituntut pidana penjara selama enam tahun dan membayar denda Rp250 juta subsider tiga bulan penjara. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp7 miliar subsider tiga tahun penjara.

Baca juga: BPKP merilis kerugian kasus korupsi Perusda Sumbawa Barat Rp2,5 miliar
Baca juga: Sucofindo mengakui tidak terbitkan LHV pengapalan material tambang PT AMG

Selain itu, jaksa juga meminta hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menetapkan Irwan Hermawan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator. Jaksa menilai Irwan Hermawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

 

Pewarta : Fath Putra Mulya
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024