Mataram (Antara NTB) - Badan Ketahanan Pangan Nusa Tenggara Barat mengembangkan beras analog fungsional dari singkong untuk mengajak masyarakat melakukan diversifikasi pangan.
Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Titi Rosiaty, di Mataram, mengatakan program pengembangan beras analog fungsional tersebut dilakukan bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Mataram (Unram) mulai 2015.
"Pada 2015, masih dalam tahap uji coba sambil melakukan analisis untuk peningkatan kualitas. Kemudian dilanjutkan pada 2016 dengan memproduksi lebih banyak lagi," katanya.
Ia mengatakan pengembangan beras analog fungsional dari singkong tersebut melibatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Kaya Rasa, di Kabupaten Lombok Timur. UMKM itu mendapatkan bantuan mesin produksi senilai Rp1,01 miliar dari Kementerian Pertanian dan APBD NTB.
Mitra BKP NTB itu sudah mampu memproduksi beras analog fungsional dengan kemasan 25 gram dengan harga jual Rp25 ribu. Ada juga kemasan isi 10 kilogram.
"Kami menjadikan Lombok Timur sebagai percontohan karena merupakan sentra ubi kayu terbesar di NTB," ujarnya.
Selain ubi kayu, kata Titik, ada juga bahan baku lain yang terkandung dalam beras analog fungsional tersebut, seperti jagung, beras menir, kedelai dan minyak sayur. Namun persentase bahan baku dari singkong lebih dominan.
Beras analog fungsional tersebut memiliki nilai gizi karbohidrat sebesar 84,64 persen, protein 6,52 persen, lemak 0,82 persen, kadar air 3,72 persen, kadar abu 0,98 persen, serat kasar 3,32 persen dan beta karoten 2,09 part per million (ppm).
"Beras analog dengan merek Sasambo itu sudah diluncurkan secara resmi pada peringatan Hari Pangan Se-Dunia, di Kabupaten Sumbawa Barat pada 20 November 2016," katanya.
Beras dari singkong tersebut, kata Titik, ke depannya akan dipasarkan ke masyarakat melalui toko-toko dan pasar modern di Pulau Lombok. Namun tidak menutup kemungkinan juga akan dipasarkan hingga keluar NTB.
Menurut dia, beras analog tersebut mendapat perhatian dari Dinas Kesehatan NTB karena dinilai bisa mencegah dari penyakit diabetes. Sebab, kandungan gulanya jauh lebih rendah dibanding beras dari padi.
"Orang-orang Dinas Kesehatan juga tertarik untuk ikut membantu pemasaran beras analog fungsional tersebut," ucapnya. (*)
Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Nusa Tenggara Barat (NTB) Hj Titi Rosiaty, di Mataram, mengatakan program pengembangan beras analog fungsional tersebut dilakukan bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Mataram (Unram) mulai 2015.
"Pada 2015, masih dalam tahap uji coba sambil melakukan analisis untuk peningkatan kualitas. Kemudian dilanjutkan pada 2016 dengan memproduksi lebih banyak lagi," katanya.
Ia mengatakan pengembangan beras analog fungsional dari singkong tersebut melibatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Kaya Rasa, di Kabupaten Lombok Timur. UMKM itu mendapatkan bantuan mesin produksi senilai Rp1,01 miliar dari Kementerian Pertanian dan APBD NTB.
Mitra BKP NTB itu sudah mampu memproduksi beras analog fungsional dengan kemasan 25 gram dengan harga jual Rp25 ribu. Ada juga kemasan isi 10 kilogram.
"Kami menjadikan Lombok Timur sebagai percontohan karena merupakan sentra ubi kayu terbesar di NTB," ujarnya.
Selain ubi kayu, kata Titik, ada juga bahan baku lain yang terkandung dalam beras analog fungsional tersebut, seperti jagung, beras menir, kedelai dan minyak sayur. Namun persentase bahan baku dari singkong lebih dominan.
Beras analog fungsional tersebut memiliki nilai gizi karbohidrat sebesar 84,64 persen, protein 6,52 persen, lemak 0,82 persen, kadar air 3,72 persen, kadar abu 0,98 persen, serat kasar 3,32 persen dan beta karoten 2,09 part per million (ppm).
"Beras analog dengan merek Sasambo itu sudah diluncurkan secara resmi pada peringatan Hari Pangan Se-Dunia, di Kabupaten Sumbawa Barat pada 20 November 2016," katanya.
Beras dari singkong tersebut, kata Titik, ke depannya akan dipasarkan ke masyarakat melalui toko-toko dan pasar modern di Pulau Lombok. Namun tidak menutup kemungkinan juga akan dipasarkan hingga keluar NTB.
Menurut dia, beras analog tersebut mendapat perhatian dari Dinas Kesehatan NTB karena dinilai bisa mencegah dari penyakit diabetes. Sebab, kandungan gulanya jauh lebih rendah dibanding beras dari padi.
"Orang-orang Dinas Kesehatan juga tertarik untuk ikut membantu pemasaran beras analog fungsional tersebut," ucapnya. (*)