Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Muhammad Irwin dalam perkara korupsi proyek pengadaan alat kesenian "marching band" pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Nusa Tenggara Barat(NTB) yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
"Mengadili dengan menjatuhkan pidana hukuman lima tahun penjara terhadap terdakwa Muhammad Irwin," kata Ketua Majelis Hakim Jarot Widiyatmono saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu.
Selain pidana hukuman, hakim menetapkan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan pengganti.
Hakim menetapkan pidana demikian dengan menyatakan perbuatan terdakwa sebagai PPK proyek telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sehingga memenuhi kategori perbuatan pidana sesuai dakwaan primer penuntut umum.
Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pembuktian dakwaan demikian juga diterapkan hakim terhadap terdakwa kedua, yakni Lalu Buntaran alias Ading yang berperan sebagai penyedia barang dari CV Embun Emas.
Namun, hakim dalam vonis Ading menjatuhkan pidana hukuman 5,5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pengganti.
Terhadap Ading, hakim turut membebankan untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp612 juta subsider 2 tahun kurungan pengganti.
Pidana tambahan ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang diminta jaksa dalam tuntutan, yakni Rp546 juta subsider 3 tahun dan 3 bulan kurungan pengganti.
Dalam amar putusan, hakim menyatakan Irwin bersama Ading melakukan pemufakatan jahat dalam melaksanakan proyek pengadaan yang bersumber dari dana APBD tahun 2017 tersebut.
Pemufakatan jahat dimulai sejak tahap penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan penentuan spesifikasi peralatan "marching band" pada Dinas Dikbud NTB.
Terdakwa Irwin sebagai PPK pada awal mula menentukan nilai HPS, meminta kali pertama anak buahnya, Sabarudin untuk melakukan survei pasar.
Sabarudin mendapatkan hasil survei melalui internet berupa 17 rekomendasi alat "marching band" dari Julang Marching Band yang ada di Yogyakarta. Hasil survei tersebut kemudian diserahkan ke Irwin sebagai PPK.
Tindak lanjut hasil survei, Irwin menyerahkan daftar 17 rekomendasi alat "marching band" kepada Ading dan Sapoan.
Dengan adanya daftar tersebut, Ading kemudian menghubungi Julang Marching Band dan meminta daftar harga untuk satu unit yang terdiri dari 17 item alat "marching band".
Usai mendapatkan daftar harga, Ading menyerahkannya kepada Irwin di Kantor Dinas Dikbud NTB dan dipergunakan untuk menyusun HPS untuk satu unit kelengkapan alat "marching band" dengan nilai Rp212 juta.
Dari uraian tuntutan terungkap bahwa CV Embun Emas yang muncul sebagai pemenang lelang proyek merupakan milik adik dari Ading.
Hakim turut menetapkan bahwa Ading dalam proses pelelangan melakukan aksi monopoli. Hal itu telah terungkap dalam fakta sidang dengan adanya belasan perusahaan yang mendaftar sebagai peserta lelang, namun hanya CV Embun Emas yang melampirkan harga penawaran.
Tidak hanya melakukan aksi monopoli, Ading sebagai penyedia barang dengan meminjam bendera perusahaan milik adiknya tersebut tidak menyalurkan barang sesuai spesifikasi perencanaan.
Dalam perkara ini jaksa sebelumnya melampirkan dalam dakwaan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP NTB dengan nilai Rp702 juta.
Proyek pada Dinas Dikbud NTB ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tahap sekolah menengah atas.
Pemerintah melalui Dinas Dikbud NTB menyalurkan dana APBD tahun 2017 untuk alat "marching band" dalam dua paket pengadaan.
Paket pertama, PPK menyusun HPS senilai Rp1,69 miliar untuk 8 unit pengadaan alat "marching band". Paket kedua, HPS senilai Rp1,06 miliar untuk 5 unit pengadaan alat "marching band".
Kedua paket pengadaan tersebut dimenangkan CV Embun Emas yang berkantor di Kabupaten Lombok Tengah dengan nilai penawaran Rp1,57 miliar untuk paket pertama dan Rp982 juta pada paket kedua.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hakim vonis 5 tahun PPK proyek pengadaan "marching band" Dikbud NTB
"Mengadili dengan menjatuhkan pidana hukuman lima tahun penjara terhadap terdakwa Muhammad Irwin," kata Ketua Majelis Hakim Jarot Widiyatmono saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu.
Selain pidana hukuman, hakim menetapkan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan pengganti.
Hakim menetapkan pidana demikian dengan menyatakan perbuatan terdakwa sebagai PPK proyek telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sehingga memenuhi kategori perbuatan pidana sesuai dakwaan primer penuntut umum.
Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pembuktian dakwaan demikian juga diterapkan hakim terhadap terdakwa kedua, yakni Lalu Buntaran alias Ading yang berperan sebagai penyedia barang dari CV Embun Emas.
Namun, hakim dalam vonis Ading menjatuhkan pidana hukuman 5,5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pengganti.
Terhadap Ading, hakim turut membebankan untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp612 juta subsider 2 tahun kurungan pengganti.
Pidana tambahan ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang diminta jaksa dalam tuntutan, yakni Rp546 juta subsider 3 tahun dan 3 bulan kurungan pengganti.
Dalam amar putusan, hakim menyatakan Irwin bersama Ading melakukan pemufakatan jahat dalam melaksanakan proyek pengadaan yang bersumber dari dana APBD tahun 2017 tersebut.
Pemufakatan jahat dimulai sejak tahap penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan penentuan spesifikasi peralatan "marching band" pada Dinas Dikbud NTB.
Terdakwa Irwin sebagai PPK pada awal mula menentukan nilai HPS, meminta kali pertama anak buahnya, Sabarudin untuk melakukan survei pasar.
Sabarudin mendapatkan hasil survei melalui internet berupa 17 rekomendasi alat "marching band" dari Julang Marching Band yang ada di Yogyakarta. Hasil survei tersebut kemudian diserahkan ke Irwin sebagai PPK.
Tindak lanjut hasil survei, Irwin menyerahkan daftar 17 rekomendasi alat "marching band" kepada Ading dan Sapoan.
Dengan adanya daftar tersebut, Ading kemudian menghubungi Julang Marching Band dan meminta daftar harga untuk satu unit yang terdiri dari 17 item alat "marching band".
Usai mendapatkan daftar harga, Ading menyerahkannya kepada Irwin di Kantor Dinas Dikbud NTB dan dipergunakan untuk menyusun HPS untuk satu unit kelengkapan alat "marching band" dengan nilai Rp212 juta.
Dari uraian tuntutan terungkap bahwa CV Embun Emas yang muncul sebagai pemenang lelang proyek merupakan milik adik dari Ading.
Hakim turut menetapkan bahwa Ading dalam proses pelelangan melakukan aksi monopoli. Hal itu telah terungkap dalam fakta sidang dengan adanya belasan perusahaan yang mendaftar sebagai peserta lelang, namun hanya CV Embun Emas yang melampirkan harga penawaran.
Tidak hanya melakukan aksi monopoli, Ading sebagai penyedia barang dengan meminjam bendera perusahaan milik adiknya tersebut tidak menyalurkan barang sesuai spesifikasi perencanaan.
Dalam perkara ini jaksa sebelumnya melampirkan dalam dakwaan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari BPKP NTB dengan nilai Rp702 juta.
Proyek pada Dinas Dikbud NTB ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tahap sekolah menengah atas.
Pemerintah melalui Dinas Dikbud NTB menyalurkan dana APBD tahun 2017 untuk alat "marching band" dalam dua paket pengadaan.
Paket pertama, PPK menyusun HPS senilai Rp1,69 miliar untuk 8 unit pengadaan alat "marching band". Paket kedua, HPS senilai Rp1,06 miliar untuk 5 unit pengadaan alat "marching band".
Kedua paket pengadaan tersebut dimenangkan CV Embun Emas yang berkantor di Kabupaten Lombok Tengah dengan nilai penawaran Rp1,57 miliar untuk paket pertama dan Rp982 juta pada paket kedua.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hakim vonis 5 tahun PPK proyek pengadaan "marching band" Dikbud NTB