Mataram (Antara NTB) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendukung pengembangan Taman Nasional Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sebagai kawasan pariwisata alam berbasis konservasi.
"Kemenko PMK menjadi `steering commitee` pengembangan Tambora. Kami baru tiga bulan menjalin komunikasi," kata Kepala Balai Taman Nasional Tambora Budi Kurniawan di Mataram, Senin.
Menurut dia, pengembangan kawasan Taman Nasional Tambora tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), namun butuh keterlibatan kementerian/lembaga lainnya.
Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan infrastruktur untuk pengembangan suatu kawasan sangat penting.
Oleh sebab itu, Kemenko PMK menjadi koordinator untuk menjalin koordinasi dengan kementerian/lembaga dalam rangka membantu pengembangan kawasan Taman Nasional Tambora melalui berbagai bentuk program.
Budi menyebutkan kementerian yang akan terlibat dalam pengembangan kawasan Taman Nasional Tambora adalah Kementerian Koordinator Maritim. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pariwisata, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan kementerian terkait lainnya.
"Memang untuk penguatan, pengelola kawasan Taman Nasional Tambora tidak bisa jalan sendiri," ujarnya.
Ia mengatakan rencana pengembangan kawasan Taman Nasional Tambora sebagai kawasan pariwisata alam berbasis konservasi terakhir dibahas di kantor Kemenko PMK, di Jakarta pada 11 Juli 2017.
Rapat tersebut diikuti pejabat dari Kemenko PMK, Kemenko Maritim, Kementerian LHK, Kementerian Desa dan Transmigrasi, Kementerian ATR/BPN, Kepala Taman Nasional Tambora, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB, serta beberapa perwakilan kementerian/lembaga lainnya.
"Dalam pertemuan tersebut, disepakati pembentukan tim percepatan pembangunan Tambora lintas sektor. Tim itu sifatnya tidak mengikat tetapi tetap bersepakat dan komitmen dengan rencana," ucapnya pula.
Menurut Budi, pemerintah pusat memberikan perhatian serius terhadap pengembangan Taman Nasional Tambora karena kawasan itu sudah mendunia. Hal itu dibuktikan dalam sebuah situs, bahwa Tambora masuk dalam 15 situs eksotik di Indonesia.
Oleh sebab itu, pihaknya juga sudah menyusun master perencanaan dengan tahapan yang sudah dilalui, meliputi observasi, melakukan "drafting", dan konsultasi publik.
Kemudian untuk rencana pengembangan jalur, menggunakan jalur pendakian yang sudah ada, antara lain Sanggar, Piong, Kawindato`I, Pancasila, dan Doro Ncanga.
"Kami sedang menyusun dokumen master perencanaan pariwisata alam Taman Nasional Tambora berbasis partisipatif manajemen pendakian beretika," kata Budi.
Taman Nasional Tambora secara administratif termasuk dalam Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa, NTB.
Penunjukan kawasan Taman Nasional Tambora dilakukan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 111/MenLHK-II/2015 tanggal 7 April 2015. Taman nasional itu diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 11 April 2015, bertepatan dengan peringatan 100 tahun letusan besar Gunung Tambora pada 11 April 1815.
Status kawasan sebelum menjadi taman nasional terdiri dari cagar alam seluas 23.840,81 hektare, suaka margasatwa seluas 21.674,68 hektare, dan taman buru seluas 26.130,25 hektare. (*)
"Kemenko PMK menjadi `steering commitee` pengembangan Tambora. Kami baru tiga bulan menjalin komunikasi," kata Kepala Balai Taman Nasional Tambora Budi Kurniawan di Mataram, Senin.
Menurut dia, pengembangan kawasan Taman Nasional Tambora tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), namun butuh keterlibatan kementerian/lembaga lainnya.
Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan infrastruktur untuk pengembangan suatu kawasan sangat penting.
Oleh sebab itu, Kemenko PMK menjadi koordinator untuk menjalin koordinasi dengan kementerian/lembaga dalam rangka membantu pengembangan kawasan Taman Nasional Tambora melalui berbagai bentuk program.
Budi menyebutkan kementerian yang akan terlibat dalam pengembangan kawasan Taman Nasional Tambora adalah Kementerian Koordinator Maritim. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pariwisata, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan kementerian terkait lainnya.
"Memang untuk penguatan, pengelola kawasan Taman Nasional Tambora tidak bisa jalan sendiri," ujarnya.
Ia mengatakan rencana pengembangan kawasan Taman Nasional Tambora sebagai kawasan pariwisata alam berbasis konservasi terakhir dibahas di kantor Kemenko PMK, di Jakarta pada 11 Juli 2017.
Rapat tersebut diikuti pejabat dari Kemenko PMK, Kemenko Maritim, Kementerian LHK, Kementerian Desa dan Transmigrasi, Kementerian ATR/BPN, Kepala Taman Nasional Tambora, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah NTB, serta beberapa perwakilan kementerian/lembaga lainnya.
"Dalam pertemuan tersebut, disepakati pembentukan tim percepatan pembangunan Tambora lintas sektor. Tim itu sifatnya tidak mengikat tetapi tetap bersepakat dan komitmen dengan rencana," ucapnya pula.
Menurut Budi, pemerintah pusat memberikan perhatian serius terhadap pengembangan Taman Nasional Tambora karena kawasan itu sudah mendunia. Hal itu dibuktikan dalam sebuah situs, bahwa Tambora masuk dalam 15 situs eksotik di Indonesia.
Oleh sebab itu, pihaknya juga sudah menyusun master perencanaan dengan tahapan yang sudah dilalui, meliputi observasi, melakukan "drafting", dan konsultasi publik.
Kemudian untuk rencana pengembangan jalur, menggunakan jalur pendakian yang sudah ada, antara lain Sanggar, Piong, Kawindato`I, Pancasila, dan Doro Ncanga.
"Kami sedang menyusun dokumen master perencanaan pariwisata alam Taman Nasional Tambora berbasis partisipatif manajemen pendakian beretika," kata Budi.
Taman Nasional Tambora secara administratif termasuk dalam Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa, NTB.
Penunjukan kawasan Taman Nasional Tambora dilakukan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 111/MenLHK-II/2015 tanggal 7 April 2015. Taman nasional itu diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 11 April 2015, bertepatan dengan peringatan 100 tahun letusan besar Gunung Tambora pada 11 April 1815.
Status kawasan sebelum menjadi taman nasional terdiri dari cagar alam seluas 23.840,81 hektare, suaka margasatwa seluas 21.674,68 hektare, dan taman buru seluas 26.130,25 hektare. (*)