Mataram (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan neraca perdagangan di Nusa Tenggara Barat mengalami defisit akibat tidak ada kegiatan ekspor tambang mineral dari wilayah tersebut.
"Juni 2024, defisit sekitar 38,56 juta dolar AS," kata Kepala BPS Nusa Tenggara Barat Wahyudin di Mataram, Senin.
Wahyudin menuturkan nilai ekspor pada bulan lalu tersebut tercatat sebanyak 1,81 juta dolar AS, sedangkan nilai impor menyentuh angka 40,37 juta dolar AS.
Pada Mei 2023, angka ekspor tercatat sebanyak 503,02 juta dolar AS dan nilai impor hanya sebesar 98,88 dolar AS.
Menurut Wahyudin, neraca perdagangan di Nusa Tenggara Barat masih mengalami surplus bila dihitung secara kumulatif.
"Dari Januari sampai Juni 2024, Nusa Tenggara Barat masih surplus sekitar 759,04 juta dolar AS. (Angka) ini masih positif walaupun pada Juni 2024 mengalami defisit," ujarnya.
Per 31 Mei 2024, izin kegiatan ekspor mineral yang dilakukan oleh industri pertambangan di Pulau Sumbawa telah berakhir dan belum ada perpanjangan hingga Juni 2024. Situasi itu membuat neraca perdagangan di Nusa Tenggara Barat menjadi merosot.
Wahyudin mengaku tidak mengetahui kapan kegiatan ekspor mineral industri tambang kembali mendapatkan izin.
"Izin ekspor tambang berakhir pada 31 Mei dan 1 Juni tidak boleh lagi mengekspor hasil tambang kecuali mendapat izin dari pemerintah," ucapnya.
Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik NTB Najamuddin Amy memandang jika industri tambang bisa kembali melakukan kegiatan ekspor pada Juli atau Agustus 2024 sesuai time series pada tahun lalu, maka kenaikan ekspor bisa 100 persen dan menutup defisit yang terjadi pada Juni 2024.
"Juni 2024, defisit sekitar 38,56 juta dolar AS," kata Kepala BPS Nusa Tenggara Barat Wahyudin di Mataram, Senin.
Wahyudin menuturkan nilai ekspor pada bulan lalu tersebut tercatat sebanyak 1,81 juta dolar AS, sedangkan nilai impor menyentuh angka 40,37 juta dolar AS.
Pada Mei 2023, angka ekspor tercatat sebanyak 503,02 juta dolar AS dan nilai impor hanya sebesar 98,88 dolar AS.
Menurut Wahyudin, neraca perdagangan di Nusa Tenggara Barat masih mengalami surplus bila dihitung secara kumulatif.
"Dari Januari sampai Juni 2024, Nusa Tenggara Barat masih surplus sekitar 759,04 juta dolar AS. (Angka) ini masih positif walaupun pada Juni 2024 mengalami defisit," ujarnya.
Per 31 Mei 2024, izin kegiatan ekspor mineral yang dilakukan oleh industri pertambangan di Pulau Sumbawa telah berakhir dan belum ada perpanjangan hingga Juni 2024. Situasi itu membuat neraca perdagangan di Nusa Tenggara Barat menjadi merosot.
Wahyudin mengaku tidak mengetahui kapan kegiatan ekspor mineral industri tambang kembali mendapatkan izin.
"Izin ekspor tambang berakhir pada 31 Mei dan 1 Juni tidak boleh lagi mengekspor hasil tambang kecuali mendapat izin dari pemerintah," ucapnya.
Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik NTB Najamuddin Amy memandang jika industri tambang bisa kembali melakukan kegiatan ekspor pada Juli atau Agustus 2024 sesuai time series pada tahun lalu, maka kenaikan ekspor bisa 100 persen dan menutup defisit yang terjadi pada Juni 2024.