Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koperasi dan UKM memaparkan langkah-langkah pengembangan ekosistem startup berbasis inovasi dan teknologi sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2023 Badan Pusat Statistik (BPS), angka kumulatif penambahan jumlah wirausaha di Indonesia pada periode Agustus 2021 hingga Agustus 2023 mencapai 43,6 persen atau mencapai 436.668 orang dari target 1 juta wirausaha.
"Jumlah wirausaha di Indonesia masih sekitar 3,47 persen. Pemerintah menargetkan pertumbuhan rasio kewirausahaan pada 2024 mencapai 3,95 persen agar struktur ekonomi nasional lebih kuat," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dalam rilis pers kementerian di Jakarta, Sabtu.
Indonesia bahkan menempati posisi pertama di Asia Tenggara dalam jumlah startup, mencapai angka 2.483 unit. Angka itu menempatkan Indonesia berada di posisi keenam dunia, di bawah AS, India, Inggris, Kanada, dan Australia. Meskipun demikian, Teten mengatakan tingkat penetrasi pasar global startup Indonesia masih sangat rendah, hanya sekitar 1 persen atau sekitar 13 startup.
Sementara itu, hingga Mei 2024, sebanyak 25,45 juta UMKM telah berhasil bertransformasi digital dan terintegrasi ke dalam ekosistem digital, mendekati target 30 juta UMKM.
Baca juga: Kemenkop mengajak 14 investor perkuat pembiayaan UKM
Menurut Teten, belum tercapainya target transformasi digital UMKM secara optimal mengindikasikan adanya beberapa kendala fundamental, seperti kurangnya jiwa kewirausahaan, produktivitas yang rendah, serta terbatasnya inovasi dan pemanfaatan teknologi. Kondisi ini menjadi penghambat bagi UMKM untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif.
"Ini yang mendorong Kemenkop UKM terus meningkatkan pengarusutamaan strategi agar pertumbuhan wirausaha atau penciptaan startup terwujud melalui dukungan regulasi, program, dan kolaborasi dengan skema semua pihak. Di dalamnya ada kementerian/lembaga, pemda, dunia pendidikan, dunia usaha, dunia industri, maupun kerja sama luar negeri," kata Teten.
Teten menyebut Kemenkop UKM telah melaksanakan program-program seperti Entrepreneur Hub, Digitalisasi, dan Inkubasi, yang diharapkan bisa melahirkan lebih banyak pengusaha baru yang kreatif dan bisnis rintisan yang sukses berbasis teknologi.
Baca juga: Kemenkop UKM bubarkan 82.000 koperasi tak aktif
Untuk mewujudkan itu, Kementerian Koperasi dan UKM tengah mempelajari keberhasilan negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia dalam mengembangkan ekosistem UMKM. Salah satu fokus utama adalah memfasilitasi kolaborasi antara UMKM dengan industri besar.
Di Korea Selatan, misalnya, mereka disebut Teten telah berhasil menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan startup, salah satunya melalui lembaga inkubator seperti TIPS Town. Lembaga ini memfasilitasi akses startup terhadap pendanaan dari venture capital.
Untuk mendukung pertumbuhan startup secara komprehensif, Teten menyebut perlu disediakan tidak hanya program pembinaan dan pembiayaan, tetapi juga infrastruktur teknologi yang memadai untuk memfasilitasi pengembangan produk inovatif yang sesuai dengan permintaan pasar.
Selain itu, membangun rumah produksi yang memanfaatkan teknologi terkini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi UMKM.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2023 Badan Pusat Statistik (BPS), angka kumulatif penambahan jumlah wirausaha di Indonesia pada periode Agustus 2021 hingga Agustus 2023 mencapai 43,6 persen atau mencapai 436.668 orang dari target 1 juta wirausaha.
"Jumlah wirausaha di Indonesia masih sekitar 3,47 persen. Pemerintah menargetkan pertumbuhan rasio kewirausahaan pada 2024 mencapai 3,95 persen agar struktur ekonomi nasional lebih kuat," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dalam rilis pers kementerian di Jakarta, Sabtu.
Indonesia bahkan menempati posisi pertama di Asia Tenggara dalam jumlah startup, mencapai angka 2.483 unit. Angka itu menempatkan Indonesia berada di posisi keenam dunia, di bawah AS, India, Inggris, Kanada, dan Australia. Meskipun demikian, Teten mengatakan tingkat penetrasi pasar global startup Indonesia masih sangat rendah, hanya sekitar 1 persen atau sekitar 13 startup.
Sementara itu, hingga Mei 2024, sebanyak 25,45 juta UMKM telah berhasil bertransformasi digital dan terintegrasi ke dalam ekosistem digital, mendekati target 30 juta UMKM.
Baca juga: Kemenkop mengajak 14 investor perkuat pembiayaan UKM
Menurut Teten, belum tercapainya target transformasi digital UMKM secara optimal mengindikasikan adanya beberapa kendala fundamental, seperti kurangnya jiwa kewirausahaan, produktivitas yang rendah, serta terbatasnya inovasi dan pemanfaatan teknologi. Kondisi ini menjadi penghambat bagi UMKM untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif.
"Ini yang mendorong Kemenkop UKM terus meningkatkan pengarusutamaan strategi agar pertumbuhan wirausaha atau penciptaan startup terwujud melalui dukungan regulasi, program, dan kolaborasi dengan skema semua pihak. Di dalamnya ada kementerian/lembaga, pemda, dunia pendidikan, dunia usaha, dunia industri, maupun kerja sama luar negeri," kata Teten.
Teten menyebut Kemenkop UKM telah melaksanakan program-program seperti Entrepreneur Hub, Digitalisasi, dan Inkubasi, yang diharapkan bisa melahirkan lebih banyak pengusaha baru yang kreatif dan bisnis rintisan yang sukses berbasis teknologi.
Baca juga: Kemenkop UKM bubarkan 82.000 koperasi tak aktif
Untuk mewujudkan itu, Kementerian Koperasi dan UKM tengah mempelajari keberhasilan negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia dalam mengembangkan ekosistem UMKM. Salah satu fokus utama adalah memfasilitasi kolaborasi antara UMKM dengan industri besar.
Di Korea Selatan, misalnya, mereka disebut Teten telah berhasil menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan startup, salah satunya melalui lembaga inkubator seperti TIPS Town. Lembaga ini memfasilitasi akses startup terhadap pendanaan dari venture capital.
Untuk mendukung pertumbuhan startup secara komprehensif, Teten menyebut perlu disediakan tidak hanya program pembinaan dan pembiayaan, tetapi juga infrastruktur teknologi yang memadai untuk memfasilitasi pengembangan produk inovatif yang sesuai dengan permintaan pasar.
Selain itu, membangun rumah produksi yang memanfaatkan teknologi terkini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi produksi UMKM.