Mataram (ANTARA) - Seorang pria dengan dua anaknya mendekati bilik kecil untuk membeli tiket menonton pertunjukan "peresean" di kawasan objek wisata Desa Wisata Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada awal September 2024.
Dia mengeluarkan uang pecahan Rp20.000 kepada seorang perempuan penjaga bilik tiket. Harga tiket pertunjukan peresean senilai Rp10.000 untuk dewasa dan Rp5.000 untuk anak-anak.
Sekitar 5 meter dari bilik pembelian tiket, ada dua pria berkaos hitam yang berhias ikat kepala kain menjaga pintu masuk. Mereka bertugas memeriksa tiket setiap calon penonton.
Arena persegi yang dipagari pelat seng setinggi dua meter terlihat disesaki 500-an penonton berbagai usia. Sorot mata mereka tajam menyaksikan dua petarung pria yang berada di sudut arena sedang bersiap untuk "baku hantam".
Sesaat kemudian, seorang wasit berjalan perlahan ke tengah lapangan, peluit yang menggantung di lehernya ditiup kencang. Kedua petarung bertelanjang dada yang menggenggam tongkat rotan di tangan kanan dan perisai kulit kerbau di tangan kiri langsung memulai pertarungan.
Penonton berteriak riuh melihat kemampuan para petarung dalam mengendalikan emosi dan memainkan senjata tongkat rotan serta perisai dengan apik. Permainan lima ronde dengan durasi tiga menit per ronde terasa begitu singkat.
Tidak ada kegelisahan dan dendam yang tampak dari petarung, meski tubuh mereka dipenuhi memar yang memerah. Luka memar akibat pecutan tongkat rotan sepanjang satu meter yang terpatri di punggung dan dada menjadi penanda keberanian.
Eksistensi tradisi
Peresean adalah kesenian tradisional masyarakat Suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat. Tradisi peresean yang telah ada sejak abad ke-13 menjadi salah satu ajang untuk mengadu ketangkasan pemuda.
Para petarung yang disebut pepadu menggunakan tongkat rotan sebagai alat pemukul dan perisai sebagai pelindung. Mereka memakai penutup kepala dan sarung khas Sasak, namun bertelanjang dada.
Seorang pepadu menerima instruksi dari wasit, sesaat sebelum pertunjukan peresean di kawasan objek wisata Desa Wisata Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (9/9/2024). (ANTARA/Sugiharto Purnama)
Pada zaman dahulu, peresean menjadi simbol kesatria yang sarat makna maskulinitas, sehingga tidak jarang para orang tua menjadikan peresean sebagai ajang mencari jodoh untuk anak perempuan mereka. Bahkan, peresean juga menjadi bagian dari ritual sakral untuk mendatangkan hujan saat musim kemarau panjang.
Para raja dan prajurit juga menjadikan peresean sebagai media berlatih untuk melawan musuh-musuh kerajaan. Melalui peresean, pepadu diuji keberanian, ketangkasan, dan ketangguhan dalam bertarung.
Ketua Paguyuban Patih Alkas, Burhanuddin (46 tahun), mengatakan mitos yang beredar bila di antara 40 pepadu sudah mengeluarkan darah dari kepala, maka hujan segera turun.
"Sekarang peresean tidak lagi sebagai tradisi yang eksklusif, tetapi telah menjadi hiburan rakyat," ujarnya, saat berbincang dengan ANTARA.
Ketika bertransformasi menjadi hiburan, pertunjukan peresean menjadi ceruk ekonomi lokal karena sekali pementasan dapat menghasilkan uang sekitar Rp5 juta hingga Rp7 juta, hanya dari penjualan tiket. Pertunjukan peresean selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mencari orang-orang yang haus hiburan.
Burhanuddin adalah petarung peresean dan sudah dua dekade bergelut dengan hiruk pikuk seni pertunjukan adu ketangkasan tersebut. Dia mendirikan paguyuban peresean sekitar 12 tahun lalu dan kini telah memiliki 300-an petarung lintas daerah di Pulau Lombok hingga Bali.
Dari waktu ke waktu peresean mengalami perubahan, dari semula hanya untuk acara-acara khusus, seperti pernikahan, perayaan pascapanen, maupun ritual adat, kini menjadi pertunjukan yang bisa disaksikan setiap saat, melalui berbagai paguyuban maupun pedepokan.
Transformasi yang terjadi, dari awalnya tradisi eksklusif menjadi seni pertunjukan rakyat, tercipta akibat perubahan pengetahuan dan pandangan masyarakat. Sejak era 1980-an, peresean kian akrab dengan masyarakat sebagai wisata massal yang menghibur.
Di Kabupaten Lombok Utara yang menjadi daerah favorit tujuan wisata, pertunjukan peresean selalu ramai ditonton oleh turis mancanegara. Mereka penasaran dengan penampilan dua pria yang beradu ketangkasan memainkan tongkat rotan dan perisai di tengah arena bagai petarung gladiator, sambil diiringi lantunan musik tradisional yang memacu adrenalin.
Gerakan seperti menari membuat wisatawan asing tertarik mencoba peresean. Keberadaan turis asing di tengah arena menjadi pepadu mengundang gelak tawa. Atraksi budaya peresean merupakan pertunjukan yang unik dan memukau karena turis bisa mendapatkan pengalaman langsung menjadi pepadu.
Ketika paguyuban atau pedepokan menggelar pertunjukan peresean, ratusan hingga ribuan orang berkumpul dari berbagai penjuru wilayah, hanya untuk menyaksikan baku pukul para pepadu. Seni pertunjukan peresean bila dikemas secara profesional dan serius dapat menjadi magnet yang memikat minat wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Lombok.
Atraksi wisata
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut rata-rata lama wisatawan menginap di hotel berbintang dan nonbintang di Nusa Tenggara Barat masih relatif singkat, sekitar dua hari. Faktor keindahan alam yang memukau berupa laut dan gunung rupanya belum cukup untuk membuat para turis betah menginap.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara terus berupaya mengemas potensi alam dengan budaya, salah satunya pertunjukan peresean.
Dalam gelaran MotoGP Mandalika, peresean hadir menyambut para pembalap yang bertanding dalam ajang kejuaraan dunia balap motor kelas tertinggi yang diselenggarakan oleh Federation Internationale de Motocyclisme (FIM) tersebut.
Pada MotoGP Mandalika 2023, Maverick Vinales (pembalap Aprilia Racing) dan Alonso Lopez (pembalap GT Trevisan SpeedUp) ikut menjadi pepadu dalam ajang pertunjukan peresean di Pantai Kuta Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah.
Kedua pembalap itu mengenakan topi anyaman purun. Mereka saling serang menggunakan tongkat rotan dengan perlindungan tameng yang dicat warna merah-putih. Raut gembira terpancar dari wajah Vinales dan Lopez.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Barat Aidy Furqan mengungkapkan bahwa industri pariwisata mempengaruhi perkembangan peresean, sehingga tradisi itu kini kental dengan muatan seni.
Pertunjukan peresean saat ini lebih condong kepada keindahan gerakan, bukan lagi semata-mata pada aspek keahlian, keterampilan, dan kapabilitas petarung.
Sejak 2021, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengadopsi peresean ke dalam gerakan senam tradisional yang disebut "Gemar Gatra" sebagai upaya pelestarian terhadap seni pertunjukan tersebut.
Peresean menjadi atraksi wisata yang potensial untuk mendatangkan wisatawan, mengingat Pulau Lombok telah ditetapkan sebagai tujuan wisata superprioritas. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan pariwisata di Pulau Lombok harus memperhatikan aspek berkelanjutan yang mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Dia mengeluarkan uang pecahan Rp20.000 kepada seorang perempuan penjaga bilik tiket. Harga tiket pertunjukan peresean senilai Rp10.000 untuk dewasa dan Rp5.000 untuk anak-anak.
Sekitar 5 meter dari bilik pembelian tiket, ada dua pria berkaos hitam yang berhias ikat kepala kain menjaga pintu masuk. Mereka bertugas memeriksa tiket setiap calon penonton.
Arena persegi yang dipagari pelat seng setinggi dua meter terlihat disesaki 500-an penonton berbagai usia. Sorot mata mereka tajam menyaksikan dua petarung pria yang berada di sudut arena sedang bersiap untuk "baku hantam".
Sesaat kemudian, seorang wasit berjalan perlahan ke tengah lapangan, peluit yang menggantung di lehernya ditiup kencang. Kedua petarung bertelanjang dada yang menggenggam tongkat rotan di tangan kanan dan perisai kulit kerbau di tangan kiri langsung memulai pertarungan.
Penonton berteriak riuh melihat kemampuan para petarung dalam mengendalikan emosi dan memainkan senjata tongkat rotan serta perisai dengan apik. Permainan lima ronde dengan durasi tiga menit per ronde terasa begitu singkat.
Tidak ada kegelisahan dan dendam yang tampak dari petarung, meski tubuh mereka dipenuhi memar yang memerah. Luka memar akibat pecutan tongkat rotan sepanjang satu meter yang terpatri di punggung dan dada menjadi penanda keberanian.
Eksistensi tradisi
Peresean adalah kesenian tradisional masyarakat Suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat. Tradisi peresean yang telah ada sejak abad ke-13 menjadi salah satu ajang untuk mengadu ketangkasan pemuda.
Para petarung yang disebut pepadu menggunakan tongkat rotan sebagai alat pemukul dan perisai sebagai pelindung. Mereka memakai penutup kepala dan sarung khas Sasak, namun bertelanjang dada.
Pada zaman dahulu, peresean menjadi simbol kesatria yang sarat makna maskulinitas, sehingga tidak jarang para orang tua menjadikan peresean sebagai ajang mencari jodoh untuk anak perempuan mereka. Bahkan, peresean juga menjadi bagian dari ritual sakral untuk mendatangkan hujan saat musim kemarau panjang.
Para raja dan prajurit juga menjadikan peresean sebagai media berlatih untuk melawan musuh-musuh kerajaan. Melalui peresean, pepadu diuji keberanian, ketangkasan, dan ketangguhan dalam bertarung.
Ketua Paguyuban Patih Alkas, Burhanuddin (46 tahun), mengatakan mitos yang beredar bila di antara 40 pepadu sudah mengeluarkan darah dari kepala, maka hujan segera turun.
"Sekarang peresean tidak lagi sebagai tradisi yang eksklusif, tetapi telah menjadi hiburan rakyat," ujarnya, saat berbincang dengan ANTARA.
Ketika bertransformasi menjadi hiburan, pertunjukan peresean menjadi ceruk ekonomi lokal karena sekali pementasan dapat menghasilkan uang sekitar Rp5 juta hingga Rp7 juta, hanya dari penjualan tiket. Pertunjukan peresean selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mencari orang-orang yang haus hiburan.
Burhanuddin adalah petarung peresean dan sudah dua dekade bergelut dengan hiruk pikuk seni pertunjukan adu ketangkasan tersebut. Dia mendirikan paguyuban peresean sekitar 12 tahun lalu dan kini telah memiliki 300-an petarung lintas daerah di Pulau Lombok hingga Bali.
Dari waktu ke waktu peresean mengalami perubahan, dari semula hanya untuk acara-acara khusus, seperti pernikahan, perayaan pascapanen, maupun ritual adat, kini menjadi pertunjukan yang bisa disaksikan setiap saat, melalui berbagai paguyuban maupun pedepokan.
Transformasi yang terjadi, dari awalnya tradisi eksklusif menjadi seni pertunjukan rakyat, tercipta akibat perubahan pengetahuan dan pandangan masyarakat. Sejak era 1980-an, peresean kian akrab dengan masyarakat sebagai wisata massal yang menghibur.
Di Kabupaten Lombok Utara yang menjadi daerah favorit tujuan wisata, pertunjukan peresean selalu ramai ditonton oleh turis mancanegara. Mereka penasaran dengan penampilan dua pria yang beradu ketangkasan memainkan tongkat rotan dan perisai di tengah arena bagai petarung gladiator, sambil diiringi lantunan musik tradisional yang memacu adrenalin.
Gerakan seperti menari membuat wisatawan asing tertarik mencoba peresean. Keberadaan turis asing di tengah arena menjadi pepadu mengundang gelak tawa. Atraksi budaya peresean merupakan pertunjukan yang unik dan memukau karena turis bisa mendapatkan pengalaman langsung menjadi pepadu.
Ketika paguyuban atau pedepokan menggelar pertunjukan peresean, ratusan hingga ribuan orang berkumpul dari berbagai penjuru wilayah, hanya untuk menyaksikan baku pukul para pepadu. Seni pertunjukan peresean bila dikemas secara profesional dan serius dapat menjadi magnet yang memikat minat wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Lombok.
Atraksi wisata
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut rata-rata lama wisatawan menginap di hotel berbintang dan nonbintang di Nusa Tenggara Barat masih relatif singkat, sekitar dua hari. Faktor keindahan alam yang memukau berupa laut dan gunung rupanya belum cukup untuk membuat para turis betah menginap.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara terus berupaya mengemas potensi alam dengan budaya, salah satunya pertunjukan peresean.
Dalam gelaran MotoGP Mandalika, peresean hadir menyambut para pembalap yang bertanding dalam ajang kejuaraan dunia balap motor kelas tertinggi yang diselenggarakan oleh Federation Internationale de Motocyclisme (FIM) tersebut.
Pada MotoGP Mandalika 2023, Maverick Vinales (pembalap Aprilia Racing) dan Alonso Lopez (pembalap GT Trevisan SpeedUp) ikut menjadi pepadu dalam ajang pertunjukan peresean di Pantai Kuta Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah.
Kedua pembalap itu mengenakan topi anyaman purun. Mereka saling serang menggunakan tongkat rotan dengan perlindungan tameng yang dicat warna merah-putih. Raut gembira terpancar dari wajah Vinales dan Lopez.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Barat Aidy Furqan mengungkapkan bahwa industri pariwisata mempengaruhi perkembangan peresean, sehingga tradisi itu kini kental dengan muatan seni.
Pertunjukan peresean saat ini lebih condong kepada keindahan gerakan, bukan lagi semata-mata pada aspek keahlian, keterampilan, dan kapabilitas petarung.
Sejak 2021, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengadopsi peresean ke dalam gerakan senam tradisional yang disebut "Gemar Gatra" sebagai upaya pelestarian terhadap seni pertunjukan tersebut.
Peresean menjadi atraksi wisata yang potensial untuk mendatangkan wisatawan, mengingat Pulau Lombok telah ditetapkan sebagai tujuan wisata superprioritas. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan pariwisata di Pulau Lombok harus memperhatikan aspek berkelanjutan yang mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan.