Surabaya (ANTARA) - Hari ini, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menyampaikan pidato monumental dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-52 PDI Perjuangan. Dalam pidatonya, Megawati memberikan pesan mendalam terkait rekonsiliasi nasional, pelurusan sejarah, dan arah masa depan bangsa yang bersandar pada nilai-nilai ideologi Pancasila dan ajaran Bung Karno.

Pidato Megawati dibuka dengan mengapresiasi keputusan MPR RI terkait tidak berlakunya TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967, yang selama puluhan tahun menjadi beban sejarah bagi Bung Karno. Keputusan ini, menurut Megawati, adalah langkah besar dalam pelurusan sejarah bangsa. Ini bisa dilihat sebagai momen penting untuk rekonsiliasi nasional, mengingat bahwa narasi sejarah yang adil adalah fondasi kokoh bagi perjalanan bangsa ke depan.

Megawati juga menekankan bahwa pemulihan nama baik Bung Karno adalah simbol semangat persatuan. Pesannya jelas,bangsa Indonesia harus belajar dari lembaran kelam sejarah untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang. Publik bisa memaknai hal ini sebagai bentuk refleksi sejarah, karena rekonsiliasi sejarah akan memperkuat identitas dan kepercayaan bangsa.

Megawati mengkritik penggunaan istilah seperti “Indonesia Emas” dan menyarankan kembali ke konsep “Indonesia Raya.” Baginya, ini bukan hanya soal retorika, tetapi juga penegasan pijakan historis dan idealisme bangsa. Visi “Indonesia Raya” menjadi penegasan kembali bahwa potensi bangsa ini sangat besar, dan kita membutuhkan kepemimpinan yang mampu mengarahkan kekuatan itu ke tujuan yang benar.

Namun, tantangan besar muncul ketika Megawati menyebut bangsa ini “mudah terombang-ambing.” Kritik ini sangat relevan dengan situasi terkini, di mana dinamika politik dan ekonomi sering kali mengabaikan nilai-nilai dasar Pancasila. Semoga ini menjadi pendorong publik berkomitmen untuk menjadikan nilai-nilai ini sebagai pedoman utama dalam mengarahkan perubahan sosial.

Pidato Megawati juga menyerukan pentingnya mengintegrasikan ajaran Bung Karno ke dalam kurikulum pendidikan. Langkah ini, adalah sangat strategis untuk memastikan generasi muda memahami sejarah dan nilai-nilai yang membentuk Indonesia. Jika pemikiran Bung Karno, seperti Trisakti dan Sosialisme ala Indonesia, diajarkan secara sistematis, generasi mendatang akan memiliki pegangan kuat untuk menghadapi tantangan global.

Namun, implementasi kebijakan ini memerlukan kerjasama lintas sektoral, terutama antara pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat. Kuncinya adalah kolaborasi dari mitra strategis dalam proses ini, dengan mengembangkan program-program edukasi berbasis nilai-nilai kebangsaan.

Bagian paling tajam dari pidato Megawati adalah kritiknya terhadap kerusakan sistemik yang disebabkan oleh ambisi kekuasaan. Ia mempertanyakan, “Berapa lamakah kerusakan itu bisa diperbaiki kembali?” dan menyoroti pentingnya etika, moral, dan hati nurani dalam pengambilan keputusan politik.

Tentunya kalangan akademik dan profesional, cukup sependapat dengan Megawati bahwa pembusukan moral adalah ancaman nyata bagi masa depan bangsa. Kita harus bekerja sama untuk membangun kembali kepercayaan publik melalui transparansi, akuntabilitas, dan keberanian menghadapi tantangan etis.

Konsep “bounding” yang dijelaskan Megawati adalah salah satu poin yang menarik perhatian saya. Ia mengaitkan bounding dengan ikatan emosional dan ideologis antara rakyat dan pemimpin. Dalam konteks ini, PDI Perjuangan disebut sebagai pelopor yang membawa obor perjuangan menuju Indonesia Raya.

Publik melihat “bounding” sebagai pelajaran penting dalam memimpin organisasi. Ikatan yang kuat antara pemimpin dan anggota organisasi adalah kunci untuk memastikan bahwa tujuan bersama dapat tercapai. Konsep ini bisa diadopsi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya jika pemimpin memberi contoh keteladanan dalam perbuatan yang menghormati tujuan bersama bernegara dan berbangsa.

Pidato Megawati diakhiri dengan pesan optimisme, meskipun ia tetap realistis terhadap tantangan yang ada. Ia menekankan pentingnya modal kuat bangsa Indonesia sebagai bangsa pejuang. Lima prinsip yang ia sampaikan, seperti pentingnya satunya kata dan perbuatan, pelaksanaan konstitusi, dan spirit Pancasila, adalah panduan strategis menuju Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian.

Bebagai elemen masyarakat tentunya tidak ada yang keberatan terhadap ide prinsip yang disampaikan Megawati untuk menjadikan lima prinsip ini sebagai pedoman. Tantangan terbesar adalah bagaimana ide prinsip ini terimplementasi dengan baik di semua sektor masyarakat dalam bernegara. Penting untuk memastikan kepastian hukum sebagai panglima dalam pola penghormatan norma berbangsa dan bernegara agar ada apnduan yang cukup terhadap persepsi publik bahwa semua upaya dilaksanakan secara serius. 

Dengan keyakinan “Satyam Eva Jayate” (atau lebih tepatnya Satyameva Jayate), dimana Megawati mengambil dari kuno Mundaka Upanishad yang kurang lebih mempunyai arti kebenaran akan berjaya, seolah Megawati mengajak semua pihak percaya bahwa dengan menempuh jalan kebenaran Indonesia mampu menghadapi tantangan dan meraih kejayaannya. Dirgahayu PDI Perjuangan ke-52! Mari solid bergerak untuk Indonesia Raya!

*) Penuls adalah Ketua Jaringan Arek Ksatria Airlangga (JAKA)


Pewarta : Teguh Prihandoko *)
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025