Mataram (ANTARA) - Pertengahan 2025, visi misi Nusa Tenggara Barat (NTB) Makmur Mendunia telah diterjemahkan ke dalam RPJMD yaitu 7 Sapta Cita di mana pembangunan hukum menjadi prioritas utama yang masuk ke dalam misi NTB good and smart governance, NTB inklusif serta keberlanjutan.
Momentum yang menarik karena perbuatan (kebijakan pemimpin) berakibat terhadap arah pergeseran masyarakat semua level. NTB Makmur Mendunia adalah membangun masyarakat madani yang beriman, berkarakter, dan penegakan berorientasi hukum yang berkeadilan.
Menjalankan amanah selama lima tahun, bangkit bersama menuju provinsi kepulauan yang mendunia adalah penegakan berorientasi hukum yang berkeadilan sebagai wujud transformasi pembangunan yang inklusif.
Pembangunan hukum yang berorientasi keadilan menjadi salah satu mimpi yang harus dituntaskan selama lima tahun ke depan. Membangun hukum berorientasi keadilan harus dipandang sebagai suatu gerakan bersama semua lini dan sektor cabang kekuasaan yudikatif, legislatif, dan eksekutif serta unsur-unsur masyarakat madani yang ada di Nusa Tenggara Barat.
Hukum sebagai suatu instrumen dalam teori sosial hukum adalah alat rekayasa sosial dan pembentuk masyarakat. Tanpa hukum yang baik, maka kehidupan demokrasi tidak akan berjalan baik.
Akses terhadap keadilan bisa membuat masyarakat menjadi lebih sejahtera lantaran kepastian hukum, kesamaan di depan hukum, dan akses terhadap hukum yang adil adalah tulang punggung demokrasi modern.
Nusa Tengara Barat saat ini tengah menggeliat dan bergerak ke level dunia di semua sisi. Hampir semua melihat ke NTB mulai dari keindahan pariwisata, keanekaragaman budaya dan ragam acara internasional seperti pergelaran MotoGP, Mx GP, Fornas, dan berbagai ajang internasional serta nasional lainnya memperluas geliat ekonomi dan sentra pertumbuhan ekonomi baru.
Analisa Bank Indonesia menyebut pertumbuhan ekonomi NTB akan terdongkrak pada level 4,3 persen sampai 5,1 persen karena didukung oleh pertumbuhan sejumlah sektor penting, salah satunya akselerasi kinerja investasi. Hal ini harus disyukuri lantaran pertumbuhan provinsi lain se-Indonesia masih pada angka minus, sedangkan NTB justru telah dan bisa menunjukkan tren positif.
NTB menjadi prioritas pengusaha level internasional, pengusaha multi nasional, serta UMKM dalam menanamkan modal lantaran terbukanya investasi dan kemudahan berusaha.
Sisi hukum Investasi, bisnis, dan keperdataan serta turunannya berupa hukum perburuhan, hukum pertanahan atau agraria akan lebih menjadi prioritas dalam beberapa dekade ke depan.
Kepastian dalam berinvestasi, kemudahan akses informasi, dan perselisihan dalam kerangka hukum bisnis menjadi hal lumrah terjadi pada dua pulau besar di NTB, yakni Lombok dan Sumbawa.
Semua institusi yang menjadi penopang sisi hukum harus melakukan pembenahan. Pemerintah daerah semua level sampai pemerintah desa, aparat keamanan, aparat penegakan hukum, serta pemangku kepentingan terkait harus melihat arah dan tanda yang akan dituju beberapa tahun ke depan.
Kesiapan itu jelas sangat diperlukan. Kajian hukum di bidang investasi dan hukum bisnis (perdagangan) serta keperdataan perlu digalakkan agar pemahaman kita terus diperbaharui dan ditingkatkan. Tanpa kesiapan, kita akan menjadi penonton dan ujungnya terpinggirkan.
Dampak resiko dari terbukanya investasi adalah ketersediaan lahan yang cukup sebagai penopang kebutuhan produksi. Lahan yang memiliki syarat untuk suatu kawasan industri menjadi sengketa antara pemilik lahan dan investor bila tidak terlembagakan dalam kerangka hukum.
Konflik agraria dan keperdataan akan menjadi duri serta kerikil bila tidak dikelola dengan baik. Perubahan budaya masyarakat harus terus disiapkan dengan cara penyadaran dan sosialisasi terus menerus agar ketika keran investasi atau mobilitas modal dan orang yang masuk ke Pulau Lombok dan Sumbawa tidak membuat masyarakat gegar budaya.
Perangkat daerah beserta jajaran birokrasi harus paling awal menyesuaikan dan meningkatkan kemampuan diri terhadap arah kebijakan yang sedang dijalankan pemimpin tertinggi Nusa Tenggara Barat.
Kurangnya antisipasi dan kemampuan menterjemahkan arah kebijakan kepala daerah membuat roda birokrasi menjadi mandeg di level top manager (Eslon II atau pejabat tinggi pratama) dan tidak dapat terdistribusikan ke level bawah untuk diimplementasikan dalam teknis operasional.
Arah kebijakan yang tidak terimplementasi dalam rencana strategis Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta tidak dapat didukung oleh pembiayaan yang terencana dalam kerangka APBD, akan membuat target yang direncanakan meleset dari harapan dan tidak berbekas di kalangan masyarakat luas.
Paling pokok bagi OPD teknis agar menyiapkan kerangka hukum dalam bingka regulasi berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah serta membangun mekanisme kerja agar upaya preventif sebagai bentuk mitigasi aspek resiko dari hukum investasi dan bisnis yang akan berjalan.
Mitigasi resiko harus dipetakan sejak awal agar resiko yang timbul dapat dihilangkan atau paling tidak dikurangi agar tujuan NTB Makmur Mendunia dapat cepat terealisasi.
Jalan tengah yang harus dilakukan adalah menyelaraskan produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan peraturan operasional yang dikeluarkan oleh kepala daerah.
Mengejar target sinkronisasi hukum tersebut menjadi suatu keniscayaan karena perubahan rezim mengakibatkan perubahan norma-norma yang tertuang dalam suatu peraturan hukum yang secara formal dan substansi.
Peningkatan kapasitas perangkat daerah agar paham secara formal dan substansi terkait perubahan arah kebijakan hukum dari pemerintah pusat menjadi perihal penting. Pemahaman yang komprehensif harus mencakup esensi dan tujuan dari kebijakan hukum.
Peningkatan kordinasi dan maksimalisasi teknologi di semua level baik ke samping maupun ke bawah agar tidak ada hambatan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang disusun oleh pemerintah pusat yang harus diterjemahkan secara operasional oleh pemerintah di level daerah.
Apalagi kebijakan Gubernur Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur Indah Dhamayanti Putri saat ini sedang penataan birokrasi dan perampingan struktur organisasi perangkat daerah yang mana itu memerlukan turunan berupa peraturan gubernur dan keputusan yang jumlahnya cukup banyak terkait tugas, pokok, dan fungsi.
Dengan penguatan ketiga tingkatan dasar tersebut, maka kita harapkan instrumen hukum dapat menguatkan pelaksanaan visi misi Nusa Tenggara Barat yang terurai pada 7 Sapta Cita khususnya prioritas daerah ke tujuh yaitu mempercepat transformasi birokrasi menuju tata kelola pemerintahan yang bersih dan inovatif serta kepemimpinan yang kolaboratif dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sebagai fondasi percepatan pembangunan daerah untuk menunjang visi bangkit bersama menuju NTB provinsi kepulauan yang Makmur Mendunia.
*) Penulis merupakan pengajar hukum tata negara dan perundang-undangan di Universitas Muhammadiyah Mataram dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Baca juga: Pengamat: Penegakan hukum tak boleh jadi alat politik
Baca juga: Pembatalan kelulusan 7 PPPK di Dompu terindikasi maladministrasi
Penguatan hukum dalam operasional visi Makmur Mendunia
Dr. Ahmad Nuralam, S.H, M.H. ANTARA/HO-Dokumen Pribadi
Dr. Ahmad Nuralam, S.H, M.H. ANTARA/HO-Dokumen Pribadi