Surabaya (ANTARA) - Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, membawa pesan transformatif bagi umat Islam. Lebih dari sekadar kewajiban ibadah, Ramadhan menjadi waktu refleksi sosial, perbaikan diri, serta pembenahan tatanan masyarakat. Dalam keheningan sahur dan kekhusyukan berbuka, terdapat panggilan untuk merenungi makna hidup, memperkuat komitmen moral, dan menumbuhkan semangat perjuangan dalam membangun peradaban yang lebih berkeadilan dan berkemakmuran.
Sejarah peradaban Islam mengajarkan bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (habluminallah), tetapi juga menanamkan nilai-nilai etis dalam membangun tatanan sosial yang adil dan harmonis di antara sesama manusia (habluminannas). Ramadhan mengingatkan bahwa keadilan sosial dan kemakmuran bukan sekadar cita-cita utopis, melainkan tanggung jawab yang melekat pada setiap individu dan komunitas Islam. Umat Islam diajak untuk tidak berpangku tangan terhadap ketimpangan dan penderitaan rakyat, serta senantiasa terdorong oleh ruh perjuangan yang dihidupkan oleh Ramadhan. Tegasnya, umat Islam harus senantiasa timbul-tenggelam bersama rakyat dan bangsa Indonesia, yang bertanggung jawab dalam menginisasiperubahan dan menciptakan sistem yang lebih berkeadilan dan berkemakmuran, serta mencerminkan nilai-nilai Islam sebagai rahmat bagi semesta alam
Kesalehan pribadi yang diasah selama Ramadhan harus bermetamorfosis menjadi kesalehan sosial. Perjuangan spiritual tidak terlepas dari tanggung jawab kemanusiaan. Oleh sebab itu,dalam momen suci ini, setiap individu dipanggil untuk menyalakan cahaya perubahan, membawa keadilan dan menebar kemakmuran, serta merawat harapan akan terwujudnya masyarakat adil dan makmur, yang diridai oleh Allah Swt.
Keniscayaan Perubahan
Keadilan dalam Islam bukan sekadar prinsip normatif, melainkan sebuah tuntutan yang mengharuskan setiap individu untuk berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Bulan Ramadhan menjadi momentum refleksi diri, penguatan solidaritas sosial, serta peningkatan kepedulian terhadap sesama. Dalam suasana spiritual yang penuh keberkahan ini, umat Islam diajak untuk merenungkan bahwa perubahan sosial yang adil dan makmur harus berlandaskan nilai-nilai Islam serta selaras dengan spirit keislaman dan keindonesiaan.
Perubahan ini tidak dapat dilepaskan dari kesinambungan tiga dimensi waktu: masa lalu, masa kini, dan masa depan. Setiap kader umat Islam perlu memahami konteks kelaluan pengalaman sejarah, merespons realitas kekinian, dan mengantisipasi tantangan kenantian masa depan agar tetap relevan dalam perjuangan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah Swt.
Untuk menciptakan perubahan yang berkeadilan dan berkemakmuran, diperlukan rencana strategis yang konkret. Kemitraan inklusif antara akademisi, pengusaha, dan pemimpin masyarakat harus dibangun guna merancang kebijakan berorientasi kesejahteraan. Optimalisasi wakaf produktif menjadi solusi ekonomi berkelanjutan, sementara gotong royong dan ukhuwah Islamiyah diperkuat melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf dalam kebijakan publik. Semua upaya ini harus berlandaskan spirit keislaman dan keindonesiaan agar Islam tetap menjadi kekuatan moral dan sosial dalam pembangunan bangsa.
Di era disrupsi yang ditandai dengan Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA), kader umat Islam harus lincah beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Organisasi dan komunitas Islam perlu membangun sistem kaderisasi yang tangguh agar tetap relevan menghadapi dinamika zaman. Tanpa adaptasi, mereka berisiko terpinggirkan dalam arus sejarah. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas kader menjadi keniscayaan, dengan memperluas wawasan global, membentuk karakter adaptif, dan tetap berpijak pada nilai-nilai Islam. Keseimbangan antara identitas keislaman dan kecintaan terhadap tanah air harus dijaga, agar kader Islam tidak hanya menjadi agen perubahan bagi umat, tetapi juga bagi bangsa.
Selain itu, strategi adaptif dan inovatif menjadi kunci agar umat Islam dapat terus berkontribusi dalam peradaban modern. Penguasaan literasi digital serta ekonomi berbasis syariah menjadi langkah penting agar umat Islam tetap relevan dan mampu menawarkan solusi bagi berbagai permasalahan kontemporer. Kaderisasi yang berbasis riset dan data juga perlu diterapkan dalam merancang strategi perubahan yang berkelanjutan, sehingga setiap keputusan yang diambil memiliki dasar ilmiah yang kuat dan dapat menjawab tantangan zaman dengan lebih efektif.
Kesadaran akan keniscayaan perubahan harus menjadi tanggung jawab kolektif umat Islam. Dengan menerapkan rencana strategis yang tepat dan berlandaskan spirit keislaman dan keindonesiaan, umat Islam dapat berperan sebagai motor penggerak perubahan menuju masyarakat yang lebih adil dan makmur. Semangat perjuangan para aktivis Islam lintas generasi harus terus diwarisi dan diterjemahkan ke dalam aksi nyata, sehingga cita-cita keadilan sosial dan kemakmuran yang diperjuangkan dalam Islam dapat benar-benar terwujud dalam kehidupan masyarakat modern. Momentum Ramadhan harus menjadi pengingat bahwa perubahan sosial yang berkeadilan dan berkemakmuran harus terus diupayakan demi kemaslahatan bersama.
Transformasi Digital
Modernisasi dan digitalisasi tidak bisa dihindari, bahkan dalam bulan Ramadhan kita semakin akrab dengan dakwah digital dan edukasi berbasis teknologi. Islam sebagai agama yang adaptif harus mampu menyerap kemajuan teknologi untuk kepentingan dakwah, pendidikan, dan ekonomi umat. Ramadhan menjadi momentum yang tepat untuk memperkuat peran teknologi dalam memperluas jangkauan dakwah serta mendorong pemberdayaan umat secara lebih efektif.
Transformasi digital bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan bagi setiap individu dan organisasi keislmanan. Organisasikeislaman harus melek teknologi dan mampu mengintegrasikannya dalam setiap aktivitasnya. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah banyak aspek kehidupan, menggeser aktivitas dari yang sebelumnya berbasis luring (offline) menjadi daring (online). Oleh karena itu, organisasi keislaman perlu memanfaatkan teknologi digital agar tetap relevan dan mampu menghadapi tantangan zaman.
Transformasi digital yang efektif memerlukan rencana strategisyang terpadu dan berkelanjutan. Digitalisasi pengelolaan organisasi dan komunikasi antar-kader harus diperkuat agar lebih efisien dan adaptif. Media digital juga perlu dioptimalkan untuk menyebarkan narasi Islam yang moderat dan progresif, memperluas jangkauan dakwah. Sementara itu, pengembangan ekonomi digital berbasis syariah menjadi kunci dalam membangun kemandirian finansial umat dan meningkatkan kesejahteraan. Dengan langkah ini, transformasi digital dapat menjadi kekuatan dalam memperkuat peran Islam di era modern.
Dengan komitmen terhadap transformasi digital, organisasi keislaman dapat tetap menjadi pilar utama dalam membangun peradaban yang berbasis nilai-nilai Islam, sekaligus beradaptasi dengan perubahan zaman. Kesadaran akan pentingnya teknologi harus terus ditanamkan, agar umat Islam tidak hanya menjadi konsumen digital, tetapi juga kreator dan inovator dalam perkembangan teknologi modern.
Triple-E Kaderisasi
Bulan Ramadhan merupakan momentum pembelajaran dan penggemblengan diri. Dalam konteks kaderisasi, tantangan terbesar umat Islam saat ini adalah kurangnya kader expert, yakni individu yang tidak hanya memahami persoalan, tetapi juga mampu memberikan solusi yang efektif dan mengeksekusinya dengan baik. Oleh karena itu, kaderisasi dalam Islam harus berbasis pada teori, pengalaman nyata, dan eksperimen inovatif.
Konsep Triple-E (Expert, Experience, Experiment) menjadi dasar utama dalam membangun sistem kaderisasi berbasis kompetensi. Dengan pendekatan ini, diharapkan lahir kader-kader berkualitas yang memiliki karakteristik sebagai kader expert, yaitu mereka yang memahami masalah umat dan bangsa, mengetahui solusi yang tepat, serta mampu mengeksekusi solusi dengan strategi yang efektif. Sayangnya, saat ini banyak kader yang hanya memahami masalah tanpa memiliki solusi yang konkret, apalagi kemampuan mengeksekusinya. Hal ini mengindikasikan bahwa kita sedang mengalami defisit kader expert.
Untuk mengatasi permasalahan ini, proses kaderisasi harus memperhatikan tiga aspek utama. Pertama, aspek keahlian (expert), di mana kader harus dibekali dengan wawasan keilmuan yang mendalam serta keterampilan yang relevan dalam berbagai bidang. Kedua, aspek pengalaman (experience), yaitu keterlibatan langsung dalam memimpin dan mengelola perubahan sosial serta ekonomi, yang harus menjadi bagian dari pembelajaran kader. Ketiga, aspek eksperimentasi (experiment), di mana kader perlu diberikan ruang untuk berinovasi dalam menyelesaikan berbagai tantangan keumatan dan kebangsaan. Dengan perpaduan ketiga aspek ini, kaderisasi akan menghasilkan individu yang tidak hanya memiliki pemahaman teoretis, tetapi juga keahlian praktis dan kemampuan mengambil tindakan nyata.
Untuk mencetak kader expert, diperlukan ekosistem yang memungkinkan mereka memperoleh pengalaman nyata melalui berbagai eksperimen dan tantangan kepemimpinan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menciptakan atmosfer yang kondusif bagi penguatan dan pematangan kaderisasi, baik sejak kader masih dalam proses pembelajaran maupun setelah mereka berkiprah dalam berbagai bidang kehidupan. Penciptaan kesempatan bagi kader untuk bereksperimen harus diperluas, sehingga mereka dapat memperoleh pengalaman berharga yang akhirnya akan membentuk mereka menjadi kader expert yang mampu berkontribusi secara nyata bagi umat dan bangsa.
Islam mengajarkan bahwa perubahan sosial adalah bagian dari sunnatullah, dan Ramadhan memberikan energi spiritual bagi kita untuk menjalankan perubahan ini. Oleh karena itu, menciptakan masyarakat yang adil dan makmur harus dilakukan dengan mengombinasikan nilai-nilai Islam dan strategi modern yang adaptif. Umat Islam harus mampu menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan dengan pendekatan yang inklusif, inovatif, dan berbasis nilai-nilai Islam. Dengan Triple-E Kaderisasi, Islam akan terus menjadi kekuatan utama dalam menggerakkan perubahan menuju masyarakat lebih berkeadilan dan berkemakmuran. Esensi Ramadhan yang mengajarkan kesabaran, keikhlasan, dan kepedulian sosial harus tercermin dalam proses kaderisasi ini agar umat Islam mampu menjawab tantangan zaman dengan solusi nyata dan eksekusi yang efektif. Dengan komitmen yang kuat, umat Islam dapat menjalankan tanggung jawab perubahan demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah Swt. InsyaAllah..!!
*) Penulis adalah Wakil Rektor II Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya