Mataram (ANTARA) - Pengadilan Negeri Mataram menggelar sidang perdana praperadilan dua tersangka kasus gratifikasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat atas nama Indra Jaya Usman alias IJU dan Hamdan Kasim alias HK.

Sidang dengan klasifikasi perkara nomor: 23/Pid.Pra/2025/PN Mtr terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka ini dipimpin hakim tunggal Lalu Moh. Sandi Iramaya.

Sidang perdana digelar hari ini dengan agenda penyampaian materi permohonan praperadilan dari kedua pemohon melalui masing-masing kuasa hukum.

"Menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon pertama, Indra Jaya Usman Putra dan pemohon kedua, Hamdan Kasim untuk seluruhnya," bunyi petikan petitum permohonan pada poin pertama dari kedua pemohon seperti dikutip dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.

Baca juga: Kejati NTB jelaskan alasan mangkir praperadilan tersangka gratifikasi DPRD

Pada poin kedua dalam petitum permohonan, kuasa hukum di hadapan pihak termohon dari Kejati NTB yang diwakili dua jaksa, yakni Fajar Alamsyah Malo dan Budi Tridadi Wibawa, menyatakan bahwa perbuatan pihak termohon menetapkan kedua pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang karena tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal.

Selanjutnya, poin ketiga menyatakan batal demi hukum, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat atas penerbitan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-09/N.2/Fd.1/09/2025, tanggal 17 September 2025 untuk melakukan Penyidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi berupa Gratifikasi oleh Anggota DPRD Provinsi NTB Periode 2024-2029.

Poin keempat dalam petitum permohonan menyatakan batal demi hukum perihal tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat tentang penetapan tersangka oleh termohon dengan menerapkan sangkaan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi.

Baca juga: Kejati NTB mangkir di sidang praperadilan tersangka gratifikasi anggota DPRD

Poin selanjutnya memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan yang telah menetapkan kedua pemohon dalam status tersangka.

Oleh karena itu, dalam poin keenam menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat segala administrasi penyidikan lebih lanjut beserta turunannya dalam perkara sebagaimana dimaksud Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-09/N.2/Fd.1/09/2025, tanggal 17 September 2025.

Poin selanjutnya secara beruntun turut meminta agar kedua pemohon dibebaskan dari status tahanan rumah, menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh pihak termohon, dan memulihkan segala hak hukum, nama baik, harkat dan martabat para pemohon, serta menghukum termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo.

"Apabila Yang Mulia Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono)," bunyi petikan terakhir dalam petitum permohonan para pemohon.

Usai pembacaan materi permohonan praperadilan dari kedua pemohon, hakim tunggal mempersilakan kepada pihak jaksa sebagai termohon untuk menyampaikan tanggapan pada sidang lanjutan, Rabu (17/12).

Baca juga: Sidang praperadilan dua tersangka gratifikasi DPRD diagendakan ulang
Baca juga: Legislator berstatus tersangka gratifikasi DPRD NTB ajukan praperadilan
Baca juga: Dua tersangka gratifikasi DPRD NTB ajukan praperadilan


Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025