Mataram (ANTARA) - Usaha kecil menengah (UKM) biskuit "Nutsafir Lombok" di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, terus berinovasi meningkatkan omzetnya sekaligus mendukung industri pariwisata dan menyambut kebijakan normal baru.
Salah satunya dengan mengemas hasil produksinya berupa biskuit khas Lombok menjadi sebuah parsel.
"Inovasi menjadi salah satu upaya kita bisa terus bertahan dan mengembangkan usaha," kata Sayuk Wibawanti pengusaha oleh-oleh khas Lombok Nutsafir di Mataram, Senin.
Biskuit Nutsafir Lombok menjadi oleh-oleh khas Lombok dan NTB pada umumnya karena menggunakan bahan baku bersumber dari komoditi hasil pertanian dan perkebunan lokal berupa kacang-kacangan yang diolah secara higienis.
Seperti mete, melinjo, kacang merah, kacang hijau, kedelai, jagung, kopi dan lebui (kedelai hitam), dengan berbagai rasa pilihan.
Sayuk mengatakan, ide pembuatan parsel tersebut dilakukan karena dampak pandemi COVID-19 yang dirasakan selama ini masih sangat parah, sebab toko pusat oleh-oleh yang bekerja sama dengannya belum beroperasional kembali.
"Saat ini kita lebih ke inovasi untuk membuat parsel dan masih sebatas untuk konsumsi lokal dan ada juga untuk dikirimkan keluar daerah, kendati jumlahnya tidak banyak. Biasanya, hasil produksi kita jual satuan," katanya.
Ia mengatakan, dengan berkreasi mengemas berbagai hasil produksinya menjadi sebuah parsel dapat menutupi biaya operasional bahkan bisa memberikan tunjangan hari raya (THR) dan paket sembako bagi karyawan menjelang Idul Fitri 1441 Hijriah.
"Meskipun selama pandemi COVID-19, kami mempekerjakan setengah dari karyawan yang ada, tapi kewajiban memberikan THR bisa kita laksanakan. Jadi saya terus berinovasi dan optimistis menjali usaha ini karena nasib puluhan karyawan ada ditangan saya," katanya.
Dikatakan, dampak ekonomi yang dirasakannya cukup berkepanjangan, dimana setelah Pulau Lombok terkena bencana alam gempa bumi, dan baru saja mulai berbenah bangkit, diterpa lagi bencana nonalam COVID-19.
"Omzet sebelum gempa rata-rata sebesar Rp120juta. Sewaktu gempa turun 50 persen dan ketika omzet sudah naik 70 persen, dampak corona membuat omzet tinggal 10 persen saja," sebutnya.
Menurutnya, untuk pariwisata yang sudah mulai dibuka, bagi usahanya dengan produk oleh-oleh masih belum ada kenaikan omzet kembali normal, karena wisatawan lokal NTB tidak membutuhkan oleh-oleh ketika mereka berwisata di daerah sendiri.
"Masyarakat lebih cenderung membawa bekal sendiri, dan lebih aman," ujarnya.
Kendati demikian, Sayuk tetap optimistis dan terus berkreasi dan berinovasi melakoni usahanya agar tetap bisa berjalan.
Apalagi, lanjutnya, pariwisata saat ini sudah mulai dibuka termasuk dengan hotel-hotel. Karenanya, dia meyakini hal itu bisa memberikan dampak bagus untuk perekonomian.
Sementara terkait dengan kebijakan normal baru, baginya dengan kebijakan itu harus ditekankan dulu adalah pengertian "new normal", apakah sudah dipahami oleh pelaku usaha atau belum.
Jadi pelaku usaha tahu apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan ketika akan memulai membuka usahanya kembali. Terutama, protokol kesehatan untuk karyawan dan pelanggan harus benar-benar ditaati untuk keselamatan bersama.
"Jika semua pihak tidak menerapkan protokol kesehatan, justru akan menambah masalah karena virus menyebar dengan cepat," katanya.
Berita Terkait
Polisi periksa pelaku UMKM terkait korupsi masker COVID-19 di Sumbawa
Rabu, 9 Oktober 2024 17:19
KPK tetapkan tiga tersangka korupsi APD masa pandemi COVID-19
Kamis, 3 Oktober 2024 19:34
Jumlah pesawat mulai pulih usai sempat turun
Kamis, 3 Oktober 2024 7:16
Polres Mataram dan BPKP NTB periksa secara maraton penyedia masker COVID-19
Selasa, 24 September 2024 17:32
Polisi pastikan penyidikan korupsi masker COVID-19 di NTB berjalan
Rabu, 11 September 2024 15:52
Polandia mencatat rekor tertinggi kasus covid-19
Rabu, 28 Agustus 2024 5:20
Polisi dampingi BPKP audit kerugian korupsi masker COVID-19 di Mataram
Rabu, 17 Juli 2024 16:25
BPKP terbitkan surat tugas audit kerugian kasus masker COVID-19 di NTB
Jumat, 5 Juli 2024 18:05