Badung, Bali (ANTARA) - Kegiatan Sesi ke-7 Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (GPDRR) di Bali pada 23-28 Mei 2022 diakhiri dengan hasil "Bali Agenda for Resilience" untuk mencegah dunia menghadapi 1,5 kali bencana dalam sehari pada 2030.
Pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang membahas upaya pengurangan risiko bencana itu adalah suatu "panggilan penting" untuk meningkatkan tindakan pencegahan dan "menghentikan semakin meningkatnya dampak dan risiko bencana", menurut keterangan Badan PBB untuk urusan pengurangan risiko bencana (UNDRR) di Badung, Bali pada Jumat.
"Lebih banyak negara harus berpikir tentang ketahanan, dan segera mengadopsi dan meningkatkan sistem peringatan dini untuk mengurangi risiko dari meningkatnya jumlah bencana di seluruh dunia," menurut kesimpulan dari forum PBB tersebut.
Selama enam hari, sekitar 184 negara berkumpul di Bali untuk meninjau upaya melindungi masyarakat dari peningkatan bahaya akibat perubahan iklim dan bencana lainnya di seluruh dunia.
GPDRR 2022 mencatat hanya 95 negara yang dilaporkan memiliki sistem peringatan dini multibahaya yang memberikan pemberitahuan kepada pemerintah, lembaga, dan masyarakat umum tentang bencana yang akan datang, dengan cakupan yang sangat rendah di Afrika, sejumlah negara tertinggal, dan negara-negara berkembang kepulauan kecil.
Laporan Penilaian Global PBB tentang Pengurangan Risiko Bencana (GAR) menyebut sistem peringatan dini sebagai pertahanan kritis terhadap bencana, seperti banjir, kekeringan, dan letusan gunung berapi.
Laporan itu menyampaikan kemungkinan adanya 560 --atau 1,5 bencana per hari-- pada 2030 berdasarkan perkiraan saat ini. Laporan itu disampaikan setelah Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyerukan pentingnya sistem peringatan untuk meliputi setiap orang di dunia dalam waktu lima tahun.
Baca juga: Kolaborasi antarnegara percepat penanganan bencana di GPDRR
"Sistem peringatan dini harus mencakup komunitas yang paling berisiko dengan kapasitas kelembagaan, keuangan, dan manusia yang memadai untuk bertindak atas peringatan dini bencana," kata dokumen hasil GPDRR 2022, yang dikenal sebagai Agenda Bali untuk Ketahanan (Bali Agenda for Resilience).
"Rekomendasi inti (dari Agenda Bali ini) adalah untuk menerapkan pendekatan 'Berpikir tentang Ketahanan' untuk semua investasi dan pengambilan keputusan, mengintegrasikan upaya pengurangan risiko bencana dengan seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat," seperti dicatat dalam Agenda Bali.
Agenda Bali untuk Ketahanan, muncul menjelang Hari Internasional Pengurangan Risiko Bencana 2022 pada 13 Oktober yang didedikasikan untuk sistem peringatan dini bencana.
Pertemuan itu, yang merupakan forum internasional kebencanaan PBB pertama sejak awal pandemi COVID-19, juga berlangsung seiring dengan berlangsungnya Midterm Review Kerangka Sendai PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana.
Mengingat pandemi, Agenda Bali menyoroti perlunya untuk kembali mengevaluasi cara-cara untuk mengatur risiko bencana dan rancangan kebijakan terkait penanganan bencana serta jenis pengaturan kelembagaan yang perlu dilakukan di tingkat global, regional, dan nasional.
"Pendekatan saat ini untuk pemulihan dan rekonstruksi (bencana) tidak cukup efektif dalam melindungi hasil pembangunan maupun dalam pembangunan kembali yang lebih baik, lebih hijau dan lebih adil," demikian disampaikan dalam dokumen hasil GPDRR 2022 tersebut.
"Pelajaran transformatif dari pandemi COVID-19 harus diterapkan sebelum pintu peluang tertutup," kata dokumen itu.
Baca juga: GPDRR meeting proves that world can unite amid conflict
Para delegasi yang berkumpul di forum PBB itu juga berbagi tentang informasi kemajuan terkini yang dicapai sejak perhelatan GPDRR terakhir pada 2019.
Ada peningkatan 33 persen jumlah negara yang sekarang mengembangkan strategi pengurangan risiko bencana dan pelaporan melalui Sendai Framework Monitor, yang mengukur kemajuan menuju target pengurangan risiko bencana global.
"Meskipun ada beberapa kemajuan, seperti dalam pengembangan mekanisme baru pembiayaan, dan hubungan yang lebih baik dengan aksi penanganan perubahan iklim, data tersebut masih menunjukkan kurangnya investasi dan kemajuan dalam pengurangan risiko bencana di sebagian besar negara, terutama dalam hal investasi untuk pencegahan bencana," demikian disampaikan dalam Agenda Bali untuk Ketahanan.
"Kurang dari 50 persen dari negara-negara, yang melaporkan capaian target Kerangka Kerja Sendai, menunjukkan memiliki informasi risiko bencana yang sesuai untuk tujuan pencegahan, dapat diakses, dan dapat ditindaklanjuti," menurut Agenda itu.
Agenda Bali untuk Ketahanan akan dibawa ke Konferensi Perubahan Iklim PBB 2022 (COP27), perhelatan G20 dan kegiatan Tinjauan Jangka Menengah (Mid-Term Review) Kerangka Sendai.