Reformasi Polri di era "Polri yang Presisi"

id Polri, Polri presisi, hari bhayangkara ke-76, Listyo Sigit Prabowo

Reformasi Polri di era "Polri yang Presisi"

Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies Ngasiman Djoyonegoro. (ANTARA/HO-Dokumen Pribadi)

Jakarta (ANTARA) - Semenjak Polri terpisah dari TNI pada 2002, reformasi kepolisian kini terus berlanjut. Langkah-langkah kemajuan Polri yang lebih terukur terus bergulir hingga sekarang. Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi basis dalam memperkuat eksistensi dan peran Polri sebagai manifestasi dari tugas-tugas keamanan domestik dengan menggunakan pendekatan polisi sipil. Kerangka itu sejalan dengan demokratisasi di Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi seperti penegakan hukum, menghormati hak-hak sipil, serta menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia (HAM) telah menjadi paradigma baru dalam Reformasi Polri.

Konsep "polisi sipil", yang dinilai masih baru pada masa itu, perlahan tapi pasti berhasil diterjemahkan oleh para jajaran elit Polri. Slogan "Melayani Masyarakat" menggeser paradigma anggota Polri menjadi lebih humanis dan diterima oleh masyarakat. Meski demikian, dalam perjalanan Reformasi Polri tidak terlepas dari kritik dan masukan dari masyarakat.

Adalah Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo cukup mampu menerjemahkan dan menafsirkan ulang Reformasi Polri di tengah perkembangan demokrasi digital. Selama lebih dari setahun, visi "Polri Presisi" telah membawa Polri sebagai institusi keamanan yang lebih inklusif.

Dalam catatan penulis, setidaknya ada empat capaian penting yang menunjukkan optimisme Reformasi Polri di masa sekarang dan yang akan datang.

Pertama, membangun soliditas dan sinergisme Polri dengan TNI. Dua institusi itu merupakan tulang punggung utama negara dalam pertahanan dan keamanan nasional. Sinergi antara kedua institusi tersebut mutlak diperlukan. Polri bertugas menjaga keamanan dalam negeri, sementara TNI membangun pertahanan nasional. Pada hakikatnya, kedua fungsi itu harus selalu dapat menemukan momentum dan titik temu.

Kesadaran proporsionalitas dan profesionalitas peran institusi inilah yang dibutuhkan di dalam membangun hubungan TNI-Polri, terutama di jajaran para pimpinannya. Kapolri Jenderal Pol. Listyo cukup menunjukkan komitmennya untuk terus membangun sinergisme dan soliditas Polri-TNI. Itu adalah tongkat estafet Reformasi Security Sector atau Sektor Keamanan Reformasi yang terus dibangun dan dikembangkan.

Kedua, pengawalan target vaksinasi COVID-19. Dalam hal ini, Polri -bersinergi dengan pihak terkait- cukup berhasil mengawal program vaksinasi COVID-19 hingga mencapai target 75 persen. Sepanjang tahun 2021-2022, tantangan program vaksinasi cukup berat. Selain sebaran wilayah yang luas, masa kedaluwarsa vaksin yang cepat, dan kebutuhan spesifik untuk distribusi vaksin, Polri juga menghadapi tantangan dari kelompok antivaksin.

Di 2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merilis 480 berita hoaks terkait vaksin COVID-19 (Kominfo, 2022). Data itu konsisten dengan berbagai kajian di berbagai negara bahwa gerakan antivaksin menemukan momentumnya saat pandemi COVID-19 dengan menggunakan media sosial. Tantangan ini rupanya cukup serius dikelola oleh Polri sehingga berhasil melakukan pengawalan vaksinasi nasional.

Ketiga, penempatan perwira wanita di sejumlah posisi strategis. Setidaknya, delapan polisi wanita (polwan) ditempatkan di posisi strategis. Itu adalah bentuk komitmen Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo terhadap kesetaraan gender dan penguatan perspektif perempuan.

Lebih daripada itu, pengesahan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta sejumlah undang-undang lain yang berkaitan dengan hak-hak perempuan sebelumnya, seperti UU Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan UU Pornografi, memberikan konteks kuat mengapa Polri haruslah memberikan kesempatan kepada polwan, karena perspektif perempuan dibutuhkan dalam penanganan korban.

Baca juga: Kapolri tegaskan Polri terbuka terima kritik
Baca juga: Kapolri lepas 144 peserta pemecahan rekor muri bersepeda


Keempat, kesediaan Polri menerima kritik dan saran dalam Bhayangkara Mural Festival 2021. Ini terobosan. Posisi Polri sebagai polisi sipil dalam kerangka demokrasi memanglah harus terbuka terhadap masyarakat, terutama dalam hal kebijakan dan implementasi kebijakan.