Mataram, 25/4 (ANTARA) - Kantor Bank Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Barat mendorong Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia di daerah itu belajar dari Provinsi Bali soal bagaimana meminimalkan jumlah kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
"Di Bali ada sejumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang mampu menekan NPL hingga nol rupiah. Itu bagus, tidak adal salahnya BPR di NTB belajar dari Bali," kata Kepala Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) H M Junaifin, di Mataram, Rabu.
Ia menyebutkan, tingkat kredit bermasalah atau NPL industri BPR di Provinsi NTB hingga Februari 2012 mencapai 13,11 persen. Angka itu relatif tinggi jika dibandingkan dengan NPL industri BPR secara nasional yang mencapai 5,57 persen.
Pihaknya terus memantau perkembangan kredit bermasalah yang terjadi di masing-masing BPR yang beroperasi di NTB dan berkoordinasi agar kinerjanya terus tumbuh ke arah yang positif.
Menurut Junaifin, upaya untuk menyelesaikan persoalan kredit bermasalah bisa saja ditempuh melalui jalur hukum, namun upaya itu membutuhkan waktu lama dan dana yang relatif besar.
"Upaya itu bisa ditempuh kalau memang sudah tidak ada cara lain. Daripada nanti tercatat di sistem informasi debitur (SID)," ujarnya.
BI Perwakilan NTB, kata dia, terus berupaya membenahi masalah NPL industri BPR di NTB, salah satunya dengan menggelar pelatihan "account officer" pada 2011.
Pihaknya juga menyarankan agar para pengelola BPR di NTB untuk lebih teliti dalam memverifikasi data agunan para debiturnya sehingga tidak terjadi masalah pengembalian kredit di kemudian hari.
Junaifin juga mengimbau kepada Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) wilayah NTB untuk terus membina anggotanya agar memiliki integritas yang kuat dalam mengelola BPR.
Persoalan integritas tersebut tidak hanya menjadi salah satu penyebab terjadinya NPL yang relatif tinggi, namun juga bisa berakibat terhadap operasional BPR tersebut.
"Kami sudah sering kali mengirimkan 'surat cinta' ke sejumlah BPR, namun belum ada yang sampai dibekukan. Pada 2010. 2011 tidak ada satu pun BPR yang masuk lampu kuning. Mudah-mudahan pada 2012 juga tidak ada," ujarnya. (*)