Jakarta (ANTARA) - Lembaga SETARA Institute bersama INFID mengungkapkan bahwa indeks hak asasi manusia (HAM) 2023 atau menjelang satu dekade pemerintahan Presiden RI Joko Widodo mengalami stagnansi.
Peneliti SETARA Institute Sayyidatul Insiyah mengatakan bahwa indeks HAM 2023 adalah 3,2 atau sama dengan indeks HAM 2019 yang merupakan akhir pemerintahan Jokowi periode pertama.
"Jika bandingkan dengan satu periode pada tahun 2019, angkanya stagnan 3,2 atau tidak ada progres yang signifikan walaupun angkanya fluktuatif terjadi sedikit peningkatan dan penurunan. Akan tetapi, pada akhirnya tidak ada progres yang signifikan terkait dengan kemajuan HAM pada tahun ini," kata Insiyah di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu.
Insiyah mengatakan bahwa indeks HAM 2023 mengalami penurunan daripada 2022 yang mencapai angka 3,3. Bahkan, indeks HAM 2023 berada di bawah angka moderat, yakni 3,5.
Selain itu, Insiyah menjelaskan bahwa indikator hak sipil dan politik (sipol) mencapai skor 3 atau turun 0,1 dibandingkan 2022 yang tercatat 3,1.
"Satu hal yang bisa kita highlight adalah bagaimana pengerdilan ruang-ruang sipil yang terjadi dalam rezim Jokowi itu memengaruhi pencapaian terkait dengan hak sipol yang selalu jauh dari angka moderat dan selalu rendah dari hak ekosob (ekonomi, sosial, dan budaya)," katanya.
Ia lantas menyebutkan hak sipol meliputi hak hidup, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak turut serta dalam pemerintahan, serta kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Indikator hak ekosob, lanjut Insiyah, meraih skor 3,3 atau menurun dibandingkan skor 2022 yang mencapai 4,3. Hak ini meliputi hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, hak atas tanah, dan hak atas budaya.
Indeks HAM SETARA bersama INFID menggunakan studi pengukuran yang basis utamanya adalah disiplin HAM dan menempatkan negara sebagai pemangku kewajiban, sedangkan warga negara sebagai pemegang HAM.
Data Indeks HAM diperoleh dari laporan kinerja lembaga negara, laporan organisasi masyarakat sipil, hasil riset lembaga penelitian, data pemantauan SETARA Institute, dan referensi media terpilih.
Data tersebut selanjutnya diolah menjadi narasi yang mendeskripsikan capaian negara dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM.
Penilaian ini menggunakan skala Likert dengan rentang 1—7. Nilai 1 menggambarkan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM paling buruk, sedangkan nilai 7 menunjukkan komitmen pemenuhan HAM paling baik.
Baca juga: Yasonna ingatkan lulusan Poltekip dan Poltekim jaga moral
Baca juga: Konflik berkepanjangan buat warga Palestina tangguh
Penilaian tersebut menggunakan triangulasi sumber dan penilaian profesional sebagai instrumen justifikasi temuan studi.
Berita Terkait
SETARA Institute ingatkan tantangan Polri tahun politik
Rabu, 5 Juli 2023 6:49
Kapolri lulus ujian terberat dengan menetapkan FS tersangka
Rabu, 10 Agustus 2022 5:29
Ketua Setara Institute Hendardi sebut ada "penumpang gelap" Pemilu
Selasa, 14 Mei 2019 15:11
Puluhan Warga Mataram Lakukan Aksi Gunduli Kepala
Jumat, 21 Agustus 2015 15:53
Haji- 60 Persen Calon Haji Mataram Risiko Tinggi
Rabu, 19 Agustus 2015 21:37
Bupati Sumbawa Barat Evaluasi Jelang Akhir Jabatan
Selasa, 11 Agustus 2015 7:40
Legislator Kecewa Anggaran Sosial Minim Dialokasikan Pemprov NTB
Rabu, 5 Agustus 2015 23:18
Anggaran pengamanan pilkada sumbawa barat rp1,5 miliar
Jumat, 31 Juli 2015 15:01