Jakarta (ANTARA) - Pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah menilai kasus membakar diri oleh tentara AS di depan kedutaan besar Israel di Washington sebagai kejadian yang sangat luar biasa dan bisa merepresentasikan rasa frustrasi yang mereka derita.
"Peristiwa ini sangat luar biasa karena aksi bunuh diri ini dilakukan oleh seorang veteran perang, yang sangat memahami makna penderitaan masyarakat Palestina secara lahir batin dan tiada berujung," kata Teuku Rezasyah kepada ANTARA, Jakarta, Selasa.
Seorang anggota aktif Angkatan Udara AS dilaporkan membakar diri pada Minggu (25/2) di depan kedutaan besar Israel di Washington, D.C. sebagai bentuk protes terhadap perang di Gaza.
Aksi tersebut, menurut Rezasyah, dapat merepresentasikan betapa frustrasinya tentara Amerika Serikat, yang harus melakukan aksi bersenjata, melawan hati nurani mereka sendiri.
Aksi bunuh diri tersebut juga, kata dia, menggambarkan betapa kecewanya masyarakat AS terhadap pemerintahan Joe Biden yang dinilai tidak mendengarkan semangat cinta kasih dan perdamaian dari masyarakatnya sendiri.
"Aksi bunuh diri ini juga mengagetkan pemerintah dan masyarakat Israel, yang tidak pernah membayangkan kegiatan semacam ini dilakukan di Kedutaan Israel, di sebuah negara sekutu mereka sendiri," katanya.
Ke depan, Rezasyah menilai bahwa Kedubes Israel di seluruh dunia akan menerapkan aturan protokoler yang lebih keras guna meniadakan prospek bunuh diri dari siapa pun di lokasi kedutaan mereka.
Selanjutnya, aksi bunuh diri tersebut juga dinilai akan mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas diplomasi publik Israel guna mengambil hati masyarakat di seluruh dunia agar memahami aspek-aspek yang menyangkut Palestina, dari perspektif Israel.
Sementara itu, ketika ditanya tentang kemungkinan langkah AS untuk mencegah genosida oleh Israel di Palestina yang memicu aksi membakar diri di dalam negeri oleh tentaranya sendiri, Rezasyah menilai bahwa dalam jangka pendek Pemerintahan Presiden AS Joe Biden diperkirakan akan berupaya menarik simpati pada keadaan masyarakat Palestina.
Upaya itu akan dilakukan sembari memberikan tekanan psikologis pada pemerintah dan masyarakat Israel untuk menghentikan aksi genosida mereka.
Meski demikian, tentang kemungkinan AS untuk menghentikan bantuan perang ke Israel dan mendorong penghentian genosida serta mendorong prospek solusi dua negara antara Israel dan Palestina, Rezasyah menilai kemungkinan itu akan sangat sulit dilakukan AS.
"Sangat sulit mengubah kebijakan luar negeri Amerika Serikat karena besarnya pengaruh Military Industrial Complex (MIC) yang terdiri dari industri senjata, wilayah lokasi pabrik senjata, dan para politikus pro Israel," katanya.
Namun, untuk jangka panjang, Pemerintah AS dinilai akan semakin berhati-hati dalam menyikapi seluruh aspek kebijakan luar negerinya atas Israel dan Palestina.
AS juga diperkirakan akan memperbanyak konsultasi dan dialog secara multilateral, namun bergerak pelan sekali atas isu Israel.
Baca juga: Menteri PP Israel "bangga" atas kehancuran Gaza
Baca juga: Israel terus serang Hizbullah meski gencatan senjata di Gaza
Baca juga: AS selalu menjadi biang keladi pendudukan Palestina