Jakarta (ANTARA) - Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka diharapkan mampu menindak tegas aktivitas pengeboran sumur minyak dan gas bumi (migas) ilegal/illegal drilling yang dapat merugikan negara.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal dalam keterangannya di Jakarta, Kamis mengatakan aktivitas ilegal tersebut memberikan dampak yang luas mulai kerugian ekonomi, adanya korban jiwa serta kerusakan lingkungan.
Ia mengatakan penindakan tidak hanya dilakukan terhadap aktivitas penambangan saja, tetapi juga kepada setiap orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut, misalnya pembeli, investor, dan sebagainya.
"Ini harus menjadi konsentrasi pemerintah. Ini menyangkut penegak hukum karena ini berkaitan dengan istilahnya "bekingan" ya. Karena ini ada pembiaran dan ini mesti ditangkap dan penangkapan ini bukan hanya terhadap mereka yang mengebor, tetapi juga mendanai yang menjaga aktivitas ilegal dan pembelinya yang harus ditangkap," katanya.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan signifikan dari aktivitas illegal drilling dari 5.482 sumur ilegal pada 2021 menjadi 10.000 sumur pada 2024 yang hanya berada di wilayah Kecamatan Babat Toman, Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Keluang.
Adapun, penyebaran jaringan penyulingan ilegal telah mencapai 581 tungku pada 2024, penyulingan terbesar berada di wilayah Kecamatan Babat Toman, yang menyumbang 51 persen dari total aktivitas.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Yuliusman mengungkapkan dari aktivitas illegal drilling tersebut berdampak terhadap hilangnya pendapatan negara serta kerugian lingkungan yang berada di wilayah tersebut.
Diperkirakan kerugian lingkungan mencapai Rp4,87 triliun dengan kerusakan di Sungai Dawas menyumbang 77,6 persen dari total kerugian lingkungan.
"Potensi kehilangan pajaknya itu di angka Rp7,02 triliun setiap tahunnya. Kerugian lingkungan angkanya juga fantastis, terutama untuk kerusakan Sungai Dawas Rp4,87 triliun menyumbang 77,6 persen dari total kerugian lingkungan," ujar Yuliusman.
Baca juga: ESDM kolaborasi dengan dua universitas mendorong eksplorasi mineral
Sementara itu, pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah memanfaatkan produksi sumur tua dengan melakukan kerja sama dengan Pertamina EP dan mitra di daerah, baik BUMD maupun KUD. Aktivitas itu sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 1 Tahun 2008.
Kegiatan pengusahaan sumur tua oleh calon mitra (KUD/BUMD) di daerah telah berkontribusi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), mengurangi aktivitas pengeboran dan pengusahaan sumur minyak ilegal oleh masyarakat setempat serta dapat mengatasi gejolak sosial yang kemungkinan terjadi di sekitar area operasi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Baca juga: SKK Migas menemukan sumber gas berkapasitas 9,45 juta di Jambi
Berdasarkan data SKK Migas, saat ini setidaknya terdapat 1.434 sumur tua dengan potensi produksi mencapai 3.142 barel minyak per hari (BOPD).
Dalam upaya menekan serta mengantisipasi kegiatan kegiatan illegal drilling maupun illegal refinery, pemerintah telah membentuk Tim Kajian Penanganan Pengeboran Sumur Ilegal serta Penanganan dan Pengelolaan Produksi Ex-Sumur Ilegal pada 2020. Pembentukan dilakukan untuk menentukan solusi terkait kegiatan pengusahaan sumur minyak ilegal oleh masyarakat.
Selain itu, pemerintah terus melakukan sosialisasi terkait aturan hukum dan risiko dari aktivitas illegal drilling dengan masyarakat di berbagai daerah. Sosialisasi itu dilaksanakan oleh berbagai pihak, di antaranya Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, SKK Migas, pemerintah daerah (pemda), musyawarah pimpinan daerah (muspida) hingga aparat penegak hukum.