Surabaya (ANTARA) - Suasana malam tahun baru 2025 sudah terasa, di sepanjang jalan kota lama, nampak berseliweran baik dari penumpang becak, pemotor maupun pengendara mobil meniupkan terompet tanda malam pergantian tahun akan segera tiba.
Hery mulai pagi sudah sibuk mempersiapkan dagangannya, beberapa masakan sudah ditambahin porsinya, takut kekurangan dikalah malam pergantian tahun.
"Kopi, jahe, susu, gula, wedang uwuh, gelas".. dihitungnya satu persatu menu yang akan di siapkan nanti malam.
Tinggal menunggu waktu, dia berharap malam nanti akan merupakan malam yang bisa menambah rezeki dalam penjualan warung kopinya.
Jam sudah menunjukkan pukul 19.00..kendaraan mulai kelihatan padat, meski hujan rintik2 menghiasi kota lama .. pengunjung kota yg penuh sejarah itu terlihat ramai di seberang, hanya berjalan.. melintasi koridor bangunan lama..menuju satu titik..
"Pak..tolong jangan parkir disana..langsung di JMP yaa.." teriak petugas kepada beberapa pengendara yg mau parkir di depan deretan warung..
"Saya mau minum kopi saja kok pak, tidak lama" sanggah si pengemudi.
"Iya..tapi parkirnya masuk pertokoan itu pak, disana ada tempat parkirnya, disini dilarang parkir" sergah petugas sambil menunjukkan beberapa rambu larangan parkir yg terpasang di centra Kuliner Jembatan itu.
"Cuk..Kate ngombe kopi ae kudu parkir Nang Jakarta,".. gerutu mereka " wes cangkruk Nang jl. Tunjungan ae.. enak Kono bebas ISO cangkruk..iso parkir ..gak ribet ado2". Ujar salah satu pengendara ke beberapa temannya, lalu diikuti beberapa pengendara motor/mobil lain dan langsung tancap gas.
Hery, menyaksikan kejadian itu semua di depan matanya..dia hanya hanya terdiam menyaksikan itu semua, ingin hati memelas ke petugas agar diberikan barang satu, dua jam bagi mereka, yg mau ngopi, agar dibolehkan parkir sebentar melihat belum satu pun ada pengunjung/ wisatawan kota lama yg mampir di warungnya..
namun tiada keberanian untuk mengucapkan, dia tetap berharap malam ini akan berbeda dengan malam2 sebelumnya..bukannya malam malam dimana dia menjadi seorang penonton yg lagi menonton para penonton kota lama..dia ingin menjadi bagian kota lama ini.. dia ingin menjadi yang di tonton dan dinikmati para penonton kota bersejarah ini..
"TOLONG bangku bangku dan kursi di bersihkan dari trotoar yaa.. menggangu pejalan kaki dan pengunjung kota lama " teriakan keras dari megaphone seorang petugas membuyarkan lamunannya tentang kota lama ini. "Pedestarian harus steril dari bangku dan kursi..jalanan harus steril dari parkiran, pemerintah sudah menyediakan lahan parkir dan tempat yg telah memadai" lanjut petugas.
Hery tersenyum kecut, mengingat perkataan petugas tadi, "bangku dan meja menggangu pengunjung / wisatawan dan pejalan kaki"
Bagaimana menggangu pengunjung, sedang pengunjung saja tidak pernah di tawarkan kemari, bagaimana mengganggu pengunjung sedang untuk berhenti saja dilarang, kurang kuno apa lagi tempat kami, dulu tempat tempat pemberhentian trem listrik..hingga dijadikan dermaga tertua, ada lokasi kami.. sebenarnya kami ini mau dijadikan apa ?.. mau disuruh jadi apa ?.. mau dijadikan model apa ?... Semua sampai sekarang masih Katanya...Katanya akan dijadikan ini.. katanya mau dijadikan itu...katanya mau dibuat ini dan itu..sebenarnya kami ini milik siapa.. pemimpin kota ini saja, jangankan mampir, melirik saja tak pernah lokasi ini..apa karena kami hanya segelintir PKL yg menempati bekas trem Belanda, gubuk tempat kaum 33 dulu tinggal ?..berjuta pertanyaan dalam benak Hery yg tak bisa dia jawab.. lalu..
"Cak Kopi telu..Nglamun ae..Iki malam tahun baru rek "..teriakan cak Mok membuyarkan lagi sengkarut yg ada di otak Hery..
"Walah iya cak mox.. siap..tapi eleng..Ojo utang Yoo "..
Tawa mereka pecah..di iringi rintik gerimis malam ini, ..beberapa pendar cahaya diatas kota lama..lantuman musik terdengar syahdu..
Hmmm...Semoga
"Cerita Hanya Fiksi semata, tempat foto dan lokasi hanya Ilustrasi"
*) Penulis adalah Pedagang Kopi Kota lama di Surabaya