Legislator kritisi realisasi program di Dispar NTB

id NTB,DPRD NTB,Dinas Pariwisata NTB,Pasar Seni Senggigi

Legislator kritisi realisasi program di Dispar NTB

Wakil Ketua Komisi II DPRD Nusa Tenggara Barat, Megawati Lestari. (ANTARA/Nur Imansyah).

Mataram (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPRD Nusa Tenggara Barat, Megawati Lestari mengkritisi realisasi program di Dinas Pariwisata NTB tahun 2024 yang belum mencapai 100 persen.

Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPRD NTB bersama Dinas Pariwisata, realiasi belanja sesuai laporan yang dipaparkan rata-rata baru selesai di angka 84 persen baik di belanja modal maupun di belanja daerah di dalamnya ada belanja barang dan jasa.

"Saya miris sekali melihat laporan realisasi belanja-belanja ini rata-rata 84 persen," ujar Megawati Lestari di Mataram, Kamis.

Tahun 2024 belanja modal Dinas Pariwisata (Duspar) NTB di angka Rp2,4 miliar lebih. Angka terbilang kecil namun realisasinya justru tidak sesuai dengan apa yang diharapkan publik. Terdapat belanja modal peralatan dan mesin hanya Rp80 juta sementara realisasinya 89 persen. Lalu belanja modal gedung dan bangunan Pasar Seni Senggigi yang menyedot anggaran Rp2,4 miliar pun progres-nya 84,80 persen.

"Bagaimana kalau mengelola anggaran besar," katanya.

Baca juga: Dispar NTB promosikan tradisi Bau Nyale di KEK Mandalika Lombok Tengah

Khusus di pekerjaan Pasar Seni Senggigi itu, Mega menduga ada yang tidak beres sehingga Komisi II penting akan mengecek ke lapangan. Didapatkan informasi ada oknum memegang Hak Guna Bangunan (HGB) sementara kontrak Pemprov dengan PT Rajawali sudah berakhir di tahun 2024.

"Kita akan cek progres-nya di lapangan. Kami akan sinkronkan laporan di atas kertas dengan fakta di lapangan. Terutama adanya informasi oknum pemegang HGB. Kita akan turun," tegas Mega sapaan akrabnya.

Berikutnya belanja daerah yang meliputi belanja pegawai Rp9,9 miliar, belanja barang dan jasa yang menelan anggaran Rp15,8 miliar progres-nya pun tidak sampai 100 persen per 31 Desember 2024. Oleh karena itu, dia menyoroti anggaran besar pada belanja barang dan jasa yang nilainya cukup besar. Namun, realisasi hingga akhir tahun 93,25 persen.

"Kenapa bisa begini pengelolaan keuangan-nya. Kami di komisi akan atensi serius kerja-kerja Dispar itu," tegas anggota DPRD dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini.

Baca juga: Jika harga tiket pesawat di NTB turun, kunjungan wisatawan meningkat

Menurutnya managerial pengelolaan keuangan Dispar lemah. Melihat persentase dari semua kegiatan yang tidak bisa mencapai 100 persen.

"Ini lemahnya di tata kelola keuangan. Kalau dana kecil tidak bisa dikelola dengan baik apalagi dana besar. Justru saya banyak kecurigaan di belanja barang dan jasa ini. Ada apa disana? Kegiatan kongkrit-nya seperti apa. Seperti saya sampaikan di atas tadi. Kami tidak cukup melihat laporan di atas kertas," paparnya.

Mega mengatakan persoalan besar di NTB salah satunya di pariwisata. Tugas Dinas Pariwisata itu bagaimana meningkatkan kunjungan wisata. Namun, masalahnya selama ini harga tiket mahal.

Mega menguraikan masalah mendasar di Dispar ini pembinaan obyek wisata. Sampah tidak terurus, fasum toilet tidak sehat, akses jalan ke obyek wisata banyak dikeluhkan. Lebih parah lagi akses jaringan Penerangan Jalan Umum (PJU) ke sejumlah obyek wisata gelap gulita.

"Ini memang bukan tanggungjawab provinsi melainkan kabupaten kota tapi dimana peran koordinasi dengan Dispar kabupaten kota," katanya.

Kinerja buruk yang dilihat di Dispar ini memantik dirinya akan menyampaikan ke Gubernur NTB terpilih supaya Dispar ini bisa di evalusi.

"Nanti kami akan sampaikan di gubernur terpilih. Supaya Dispar ini dievaluasi," ungkapnya.

Baca juga: Dispar: Pembatasan kunjungan bukan solusi atasi krisis air di Gili Trawangan

Sementara itu Kepala Bidang Kabid Pemberdayaan Destinasi Pariwisata NTB, Chandra Aprin menanggapi adanya persoalan di Pasar Seni. Ada oknum pengusaha yang masih memegang Hak Guna Bangunan (HGB) di tempat tersebut.

Dulunya oknum pengusaha tersebut melakukan kerjasama dengan PT Rajawali (mitra kerjasama Pemprov NTB) dalam mengelola Pasar Seni. Namun setelah 14 Agustus 2024, kontrak Perjanjian Kerjasama (PKS) PT Rajawali dengan Pemprov selesai namun oknum pengusaha memperpanjang kontrak tanpa diketahui Dispar NTB.

"Ndak ada yang tahu kenapa mereka berani. Kita tidak akan biarkan," katanya.

Baca juga: Kegiatan di KEK Mandalika sumbang target kunjungan wisatawan di NTB

Dispar sendiri sudah berkoordinasi dengan BPKAD dan juga BPN Lombok Barat.

"Hasilnya, itu menyalahi aturan bisa dicabut katanya," ujar Chandra.

Namun demikian pihaknya memastikan akan menyelesaikan persoalan itu secepatnya.

Sementara itu realisasi fisik pembangunan Pasar Seni dipastikan selesai 100 persen. Pihaknya pun mempersilahkan Komisi II turun ke lapangan. Chandar juga menyampaikan serapan anggaran yang mencapai 84 persen itu dikarenakan ULP memenangkan tender yang penawarannya rendah. Dari pagu DAK sebesar Rp2,3 miliar oleh pelaksana terbawah mengambil Rp1,99 miliar.