Mataram (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyakini ada surplus beras sebanyak 40 persen dari total produksi yang terjadi sepanjang tahun ini seiring dengan peningkatan luas tanam padi.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Taufieq Hidayat mengatakan jumlah penduduk Nusa Tenggara Barat sebanyak 5,64 juta jiwa dengan nilai konsumsi 98,7 kilogram per kapita per tahun, sehingga total konsumsi beras sekitar 557 ribu ton.
"Tahun ini produksi gabah kering giling diprediksi sebanyak 1,5 juta ton. Bila itu dikonversi menjadi setara beras sekitar 1 juta ton, maka Nusa Tenggara Barat surplus sekitar 40 persen," ujarnya di Mataram, Selasa.
Taufieq menjelaskan kelebihan beras terjadi lantaran jumlah produksi lebih tinggi daripada angka konsumsi masyarakat, sehingga Nusa Tenggara Barat bisa berkontribusi dalam penguatan pangan nasional dengan mendistribusikan hasil produksi beras dari petani lokal ke luar daerah.
Baca juga: Bulog NTB serap 91.753 ton setara beras dari petani
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), luas tanam padi di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2024 mencapai 282 ribu ton dengan hasil produksi berupa gabah kering giling sebanyak 1,45 juta ton.
Pada subround pertama dari Januari hingga April 2024, luas panen padi sebanyak 119 ribu hektare yang menghasilkan gabah kering giling sebanyak 631 ribu ton.
Sedangkan, periode subround yang sama tahun 2025 diproyeksikan total potensi produksi padi mencapai 907,63 ribu ton gabah kering giling dari luas areal panen sebanyak 167 ribu hektare.
"Tahun ini luas tanam dan produktivitas meningkat pada musim tanam pertama, sehingga diyakini tahun ini juga meningkatkan produksi menjadi 1,5 juta ton lebih gabah kering giling," kata Taufieq.
Lebih lanjut dia berharap ke depan tidak ada lagi beras impor yang masuk mengingat setiap tahun selalu terjadi surplus beras di Nusa Tenggara Barat.
Baca juga: Bulog NTB diminta optimalkan serapan agar tak lagi impor beras
Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB mendorong pabrik-pabrik beras untuk membeli beras petani lokal dan mengemas langsung menjadi produk beras premium di dalam wilayah Nusa Tenggara Barat.
"Kami berharap ada ekosistem ekonomi baru yang tercipta dengan pengemasan yang berbasis komunitas, bukan saja petani. Hilirisasi petani dibuat suatu komunitas yang mengemas beras premium," ujar Taufieq.
Baca juga: Sebanyak 5.900 ton beras impor masuk ke NTBBaca juga: Sebanyak 154.126 warga Lombok Tengah dapat bantuan beras 10 kilogram