BULOG IMPOR BERAS DI SAAT NTB SURPLUS

id

     Mataram, 20/12 (ANTARA) - Badan Urusan Logistik Divisi Regional Nusa Tenggara Barat akan mendatangkan sekitar 10.000 ton beras impor di saat provinsi itu tengah mengalami surplus.

     Kepala Biro Ekonomi Sekretariat Daerah (Setda) Nusa Tenggara Barat (NTB) H Yoga Safari, di Mataram, Selasa malam, mengatakan, beras impor dari Vietnam dan India tersebut akan tiba di Pelabuhan Lembar, Kabupaten Lombok Barat pada akhir Desember 2011.

     "Beras impor tersebut akan datang dalam tiga tahap. Tahap pertama, yakni pada 29 Desember 2011 sebanyak 4.600 ton. Untuk tahap kedua dan ketiga, saya belum tahu pasti kapan tibanya," ujarnya.

     Menurut dia, Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) NTB mendatangkan beras impor untuk melaksanakan instruksi pemerintah pusat mengenai pembagian jatah beras impor untuk masing-masing provinsi di Indonesia.

     Provinsi NTB termasuk salah satu provinsi penerima beras impor, meskipun surplus beras. Upaya mendatangkan beras dari luar negeri tersebut sebagai langkah antisipasi karena cadangan beras Bulog Divre NTB sebanyak 29.000 ton, hanya mampu memenuhi kebutuhan hingga Februari 2012.

     Persoalan harga beras di NTB yang terus mengalami kenaikan juga menjadi salah satu alasan untuk mendatangkan beras dari luar negeri.

     Relatif tingginya harga beras di pasaran cukup membebani masyarakat, termasuk petani dan buruh tani yang beralih menjadi konsumen pada saat musim paceklik.

     Pada rapat mengenai rencana kedatangan beras impor beberapa waktu lalu, kata Yoga, pihaknya bersama Bulog Divre NTB sepakat untuk mendatangkan beras dari Vietnam dan India tersebut pada Desember 2011 atau sebelum musim panen raya padi. Hal itu dilakukan agar harga gabah tidak anjlok pada saat musim panen raya.

     "Kalau nanti pada akhirnya stok gabah atau beras di Bulog sudah mencukupi karena sudah masuk musim panen, sementara beras impor tahap berikutnya belum datang, kami bisa saja meminta Bulog untuk tidak lagi mendatangkan beras impor tersebut dan dialihkan ke daerah lain," ujarnya.

     Menurut dia, terbatasnya daya serap Bulog Divre NTB membeli gabah atau beras petani disebabkan karena Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu memiliki kendala, yakni harus mengacu pada harga pembelian pemerintah (HPP) dalam membeli gabah atau beras petani.

     Sementara harga yang berlaku di pasar, terutama pada saat musim paceklik jauh di atas HPP sebesar Rp2.640 per kilogram untuk gabah kering panen (GKP), sedangkan dalam bentuk gabah kering giling (GKG) mencapai Rp3.400 per kilogram.

     "Sebenarnya bagus kalau gabah atau beras petani dibeli oleh swasta dengan harga yang lebih tinggi karena menguntungkan petani. Bulog tugasnya hanya menstabilkan di saat harga gabah anjlok, terutama pada musim panen raya," ujarnya.

     Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB, tercatat daerah ini mengalami  surplus atau kelebihan produksi beras sebanyak 620.833 ton.

     Surplus terjadi karena produksi beras hingga September 2011 mencapai 1.165.272 ton, sedangkan tingkat konsumsi beras penduduk NTB yang jumlahnya sekitar 4,4 juta jiwa sebanyak 544.338 ton.

     Produksi beras sebanyak 1.165.272 ton dihasilkan dari produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 2.056.879 ton hingga September 2011, atau sudah mencapai 101,98 persen dari yang ditargetkan pemerintah pusat sebanyak 2.016.978 ton, pada 2011. (*)