Mataram (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Nusa Tenggara Barat, meminta aparat kepolisian menerapkan pidana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam penanganan kasus dugaan kekerasan terhadap jurnalis berinisial YD
"Semestinya penyidik tidak menggunakan Pasal 335 KUHP, melainkan menerapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Ketua AJI Mataram M. Kasim di Mataram, Jumat.
Menurutnya, dugaan perbuatan pelaku mengarah pada pemenuhan unsur pidana pada Pasal 18 ayat (1) dan ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam pasal pidana tersebut menjelaskan setiap orang yang melakukan upaya menghalang-halangi kerja jurnalistik, apalagi berujung pada kekerasan fisik dapat dipidana dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Baca juga: Akademisi: Enam peristiwa kekerasan jurnalis terjadi selama 3 bulan
Polresta Mataram dalam penanganan kasus yang datang dari laporan YD, jurnalis perempuan dari Insidelombok.id ini, diketahui telah menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) atas pemberhentian kasus tersebut.
Dalam SP2HP, salah satu alasan kepolisian menghentikan kasus tersebut karena Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan yang menjadi dasar penanganan telah dihapus sesuai ketetapan Mahkamah Agung.
"Dalam KUHP juga sebenarnya ada Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, kenapa pasal itu tidak diterapkan kalau memang Pasal 335 KUHP itu sudah dihapus dan tidak bisa diterapkan lagi," ucap dia.
Ia mengatakan penghentian kasus ini justru sebagai bentuk pembungkaman kerja-kerja jurnalis karena masih banyak dasar hukum yang bisa menjadi acuan penyidik dalam menindaklanjuti laporan.
"Jangan sampai kesannya justru kepolisian melindungi pelaku kekerasan terhadap jurnalis," ujarnya.
Baca juga: Kapolri perintahkan telusuri kekerasan terhadap jurnalis ANTARA di Semarang
Dengan mengetahui adanya penghentian kasus tersebut, Kasim memastikan AJI Mataram akan melaporkan kasus ini ke Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Pusat, AJI Indonesia, Dewan Pers, dan Kompolnas di Jakarta.
Melalui upaya tersebut, pihaknya berharap kasus ini menjadi atensi dari Mabes Polri agar memeriksa penyidik yang menangani perkara tersebut.
Laporan dugaan kekerasan seorang jurnalis perempuan berinisial YD saat mengonfirmasi perihal persoalan banjir yang merendam kawasan perumahan milik PT Meka Asia di Kabupaten Lombok Barat.
Terlapor dalam kasus dugaan kekerasan jurnalis ini adalah seorang staf dari PT Meka Asia berinisial DBP. Yang bersangkutan diduga melakukan persekusi saat YD datang ke kantor PT Meka Asia di Kota Mataram dengan niat mengonfirmasi atas aksi protes warga perumahan dari perusahaan tersebut yang menjadi korban banjir.
Baca juga: Oknum polisi pelaku kekerasan terhadap jurnalis ANTARA minta maaf