Jakarta (ANTARA) - Masalah hukum yang melibatkan putera Mantan Presiden Soeharto tengah bergulir. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana perkara gugatan perdata yang diajukan Didi Dawis terhadap putra Soeharo Sigit Harjojudanto dan rekannya Saiman Ernawan.
Sidang dengan perkara No. 374/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst yang digelar Rabu (17/7) itu masuk tahap awal. Para pihak tergugat dan turut tergugat hadir, sayangnya notaris dan Polda Metro Jaya yang belum hadir walaupun sudah dipanggil 2 kali secara patut.
Kuasa hukum yang ditunjuk Didi Dawis dari kantor JV Counsellors at Law, Chandra Kurniawan memaparkan duduk perkara yang melatari gugatan tersebut. Menurutnya, gugatan diajukan atas perjanjian pengikatan saham yang dibuat antara Sigit Harjojudanto dan Saiman Ernawan, yang berdampak pada kliennya—meskipun Didi Dawis tidak pernah terlibat dalam kesepakatan tersebut.
“Kami menggugat karena klien kami merasa dirugikan. Klien kami sudah memberikan tanah seluas 1,3 hektare dan uang Rp9,55 miliar untuk membantu menyelesaikan masalah antara Pak Sigit dan Pak Saiman. Bahkan, sudah ada kesepakatan bersama,” ungkap Chandra.
Namun, menurutnya, setelah proses penyelesaian itu, Didi Dawis justru ditarik ke dalam perkara pidana di Polda Metro Jaya, padahal kesepakatan bersama menyebutkan bahwa tidak akan ada tuntutan hukum di kemudian hari.
“Yang aneh, laporan awal Pak Sigit hanya menyasar Pak Saiman selaku terlapor, tapi belakangan klien kami juga diikutsertakan. Kami merasa ini offside secara hukum dan klien kami sangat kecewa karena merasa seperti dijebak,” tegasnya.
Kuasa Hukum Didi lainnya, Ebenezer Sianipar juga menekankan bahwa pengujian perjanjian pengikatan saham antara Sigit dan Saiman di pengadilan menjadi penting, terutama untuk melihat apakah benar Sigit pernah meyetorkan sejumlah uang untuk setoran saham. Serta, apakah benar tergugat menjadi pemegang saham PT Bali Ragawisata berdasarkan pengikatan saham tersebut atau sebaliknya.
“Perlu diketahui, PT BRW telah jatuh pailit sejak 1 Juli 2025 lalu. Apabila memang Pak Sigit klaim punya 25% saham di PT BRW, mohon tunjukkan pertanggungjawaban beliau sebagai pemegang saham terhadap utang-utang kepada para kreditor, Apakah mau bertanggung jawab dan ikut andil? Kami berharap beliau tidak hanya menuntut hak, tapi lupa terhadap kewajiban,” ujar Ebenezer.
Chandra juga mempertanyakan keabsahan perjanjian pengalihan saham yang dilakukan tanpa sepengetahuan pemegang saham lain dan tidak sesuai mekanisme undang-undang dan anggaran dasar perusahaan.
“Sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas, pengalihan saham harus melalui persetujuan pemegang saham lainnya. Tidak bisa satu pihak secara sepihak memberikan ke pihak luar tanpa persetujuan pemegang saham lainnya, apalagi pinjam nama, pengalihan saham seperti itu dapat dikategorikan nominee arrangement yang dilarang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal” tegasnya.
Dia menambahkan bahwa upaya hukum ini ditempuh semata-mata karena kliennya merasa ditekan secara reputasi dan hukum, bukan karena niatan untuk memperkeruh hubungan personal yang telah terjalin baik selama ini.
“Pak Didi sebenarnya tidak ingin menggugat dan respect terhadap Pak Sigit. Tapi karena sudah memberikan apa yang diminta, dan sekarang justru kena imbas hukum di Polda Metro Jaya, maka kami lakukan ini sebagai bentuk perlindungan hukum,” ujarnya.
Dia mengatakan, dalam gugatan juga menyertakan Polda Metro Jaya sebagai turut tergugat agar dapat mematuhi apapun putusan Pengadilan nanti. Sidang berikutnya akan dijadwalkan kembali dengan agenda proses mediasi antara para pihak berperkara.
Sementara Kuasa hukum tergugat Sigit Harjojudanto, Bontor Tobing, menyatakan bahwa pihaknya masih mengikuti prosedur awal sesuai ketentuan hukum perdata.
“Nanti aja dulu, ini masih proses mediasi. Kami masih dalam tahap penunjukan mediator,” ujar Bontor singkat kepada wartawan.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat Saiman Ernawan memilih tidak memberikan keterangan banyak. “Saya nggak ada instruksi untuk bicara soal mediasi,” katanya saat ditemui usai persidangan.