NTB OPTIMALKAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU

id

          Mataram, 16/8 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengoptimalkan potensi hasil hutan bukan kayu agar masyarakat masih memiliki ruang untuk meningkatkan kesejahteraan dari hasil hutan.

         "Optimalisasi potensi hasil hutan bukan kayu itu merupakan tindaklanjut dari kebijakan 'moratorium logging' atau penghentian seluruh aktivitas penebangan di kawasan hutan," kata Kepala Dinas Kehutanan NTB, Ir Hartina, MM, di Mataram, Minggu.

         Ia mengatakan, secara nasional pemerintah terus berupaya mempertahankan pelestarian sumber daya hutan, tanah dan air sekaligus mendukung ketahanan pangan dan energi.

         Salah satu upaya nyata mempertahankan kelestarian sumber daya hutan itu yakni kebijakan "moratorium logging" atau penghentian seluruh aktivitas penebangan di kawasan hutan.

         Namun, masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan harus tetap diberi ruang untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu agar mereka ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian sumber daya hutan itu.

         "Karena itu, optimalisasi potensi hasil hutan bukan kayu menjadi pilihan terbaik yang dipadukan dengan kebijakan pencadangan areal untuk kawasan hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat," ujarnya.

         Hartina mengatakan, NTB memiliki 111 jenis hasil hutan bukan kayu antara lain madu, rotan, kemiri, asam, aren dan berbagai jenis tanaman produktif lainnya selain komoditi unggulan seperti tanaman hortikultura, jagung, palawija, kopi, kakao, kapas, mete dan tembakau.

         "Jika potensi hasil hutan bukan kayu itu dioptimalkan maka masyarakat di sekitar kawasan hutan tidak harus menebang pohon untuk pendapatan keluarga," ujarnya.

         Data versi Dinas Kehutanan NTB, terdapat lahan kritis seluas 527.800 hektar atau sekitar 26 persen dari luas daratan, yang terdiri atas hutan kritis seluas 159.000 hektar dan lahan kritis nonhutan seluas 368.800 hektar,terutama di kawasan hutan Lombok Tengah bagian selatan dan sebagian besar Sumbawa.

         Selain itu, sekitar 480 ribu hektare hutan lindung, 419 ribu hektare hutan produksi, 170 ribu hektare non produksi termasuk 41 ribu hektare di dalam kawasan Balai taman Nasional Gunung Rinjani dan 128 ribu hektare kawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) juga mengalami degradasi 50 ribu hektare setiap tahun.

         Sementara Data versi Balai Wilayah Sungai (BWS) NTB, wilayah NTB telah kehilangan sedikitnya 300 unit sumber air akibat kerusakan Daerah AliranSungai (DAS) yang dipicu oleh berbagai persoalan seperti praktek pembabatan hutan secara liar (illegal logging) dan eksploitasi bahan tambang secara berlebihan.

         Mata air (sumber air) di wilayah NTB yang dulunya mencapai 500 titik kini tinggal 120-an titik saja karena terjadi defisit air permukaan akibat kerusakan DAS.

         Bahkan, sejumlah lembaga penelitian melaporkan, akibat kerusakan kawasan hutan itu, volume air di Pulau Lombok berkurang sekitar satu miliar kibik setiap tahun.

         Hal itu diketahui dari penurunan volume air pada pengelolaan dua DAS di Pulau Lombok masing-masing DAS Dodokan yang dalam dua tahun terakhir ini kehilangan volume air sebesar dua miliar meter kibik dan DAS Menanga yang telah kehilangan 300 ribu meter kibik.

         NTB memiliki 18 DAS, terdiri dari empat DAS di Pulau Lombok dan 14 DAS di Pulau Sumbawa. 
    DAS di Pulau Lombok, selain DAS Dodokan dan Menanga yang mengalami devisit volume air, juga ada DAS Putih dan DAS Jelantang.

    
Butuh 15 tahun
    Hartina mengakui, Pemerintah Provinsi NTB membutuhkan waktu paling sedikit 15 tahun untuk memulihkan kerusakan akibat penggundulan, pembabatan liar, perambahan dan pembakaran kawasan hutan.

         Target waktu belasan tahun itu dapat dicapai jika program reboisasi dan rehabilitasi kawasan hutan serta upaya pemberantasan praktik "illegal logging" yang dilakukan secara terpadu mencapai keberhasilan.

         Sejauh ini, program kelestarian kawasan hutan yang diterapkan pemerintah berupa Gerakan Nasional Konservasi dan Perlindungan Air (GN-KPA) yang dicanangkan pada tahun 2006 dengan proyek percontohan (pilot project) Sungai Palung di Kabupaten Lombok Timur.

         Selain itu, aksi penanaman sejuta pohon di tahun 2007 dan aksi-aksi reboisasi lainnya yang dicanangkan pemerintah dan melibatan berbagai komponen masyarakat.

         Sementara upaya pemberantasan praktik penebangan liar (illegal logging) yakni dibentuknya Tim NTB Raya oleh Pemerintah Provinsi NTB sejak tahun 2007.(*)