Wagub NTB akui belum terima surat penetapan tersangka Kepala Biro Ekonomi

id NTB,Wagub NTB Indah Dhamayanti Putri,Penetapan Tersangka Karo Ekonomi Wirajaya Kusuma,Pemprov NTB,karo ekonomi,korupsi masker covid-19

Wagub NTB akui belum terima surat penetapan tersangka Kepala Biro Ekonomi

Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Indah Dhamayanti Putri. ANTARA/Nur Imansyah.

Mataram (ANTARA) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Indah Dhamayanti Putri mengakui belum menerima surat penetapan tersangka Kepala Biro Perekonomian Wijaya Kusuma dalam kasus dugaan korupsi pengadaan masker COVID-19 di Dinas Koperasi dan UKM NTB tahun anggaran 2020.

"Sampai hari ini saya belum dapat surat resmi ya penetapan tersangka-nya, nanti kita lihat," kata Wagub NTB, Indah Dhamayanti Putri di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Rabu.

Dinda panggilan Wagub NTB mengatakan mekanisme penggantian dan pencopotan Wirajaya Kusuma sebagai Kepala Biro Ekonomi memiliki mekanisme.

"Tentu ada aturan dan mekanismenya (pencopotan) sekali lagi kita liat nanti, soalnya saya belum dapat nih surat penetapan tersangka-nya," tegas Dinda.

Baca juga: Jadi tersangka masker, Gubernur NTB siap ganti Kepala Biro Ekonomi

Apakah Pemprov NTB akan memberikan bantuan hukum ke Wirajaya, Dinda menyatakan apabila diperlukan Pemprov NTB akan menyediakan bantuan hukum.

"Apabila diperlukan kita akan siapkan, udah ya teman teman itu saja dulu," ucapnya berlalu meninggalkan awak media yang mewawancarai-nya.

Kepala Biro Ekonomi Setda NTB, Wirajaya Kusuma telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan masker COVID-19 oleh Polresta Mataram.

Penetapan tersangka itu tertuang dalam surat nomor : B/673/V/RES.3.3/2025/Reskrim tanggal 7 Mei 2025 yang ditujukan ke Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, dengan perihal pemberitahuan penetapan tersangka.

Baca juga: Polresta Mataram tetapkan tersangka korupsi pengadaan masker COVID-19

Penetapan tersangka Wirajaya Kusuma sebagai tersangka juga bersamaan dengan penetapan tersangka lain, salah satunya mantan Wakil Bupati Sumbawa Dewi Noviany yang juga merupakan adik kandung mantan Gubernur NTB Zulkieflimansyah.

Sebelumnya pada akhir April lalu, Kepolisian Resor Kota Mataram, menyatakan sudah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan masker COVID-19 pada Dinas Koperasi dan UKM NTB tahun anggaran 2020.

Kepala Satreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili, mengatakan pihaknya kini menindaklanjuti penetapan tersebut dengan mengagendakan pemeriksaan tersangka.

"Iya, sudah ada penetapan dan segera akan kami panggil (pemeriksaan)," kata Regi.

Perihal jumlah dan identitas para tersangka, ia memilih untuk menahan informasi tersebut. Begitu juga dengan peran tersangka yang sebelumnya disebutkan berjumlah enam orang dari kalangan pejabat daerah.

"Nanti kalau itu," ucapnya.

Baca juga: Ahli pidana temukan PMH dalam korupsi masker COVID-19

Regi mengungkapkan adanya enam calon tersangka beserta inisial dari kasus ini, yakni WK, K, CT, MH, RA, dan DV.

Meski demikian, dia tidak memungkiri bahwa dari enam inisial yang disebutkan, ada di antaranya mantan Wakil Bupati Sumbawa dan mantan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM NTB.

Kedua mantan pejabat tersebut turut tercatat pernah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus ini. Dalam penyidikan ini kepolisian sudah menerima hasil audit resmi dari BPKP Perwakilan NTB dengan nilai Rp1,58 miliar.

Berdasarkan laporan resmi dari tim audit, kerugian negara itu muncul sebagai nominal permainan harga dari nilai pengadaan Rp12,3 miliar.
Anggaran pengadaan masker COVID-19 tahun 2020 ini bersumber dari Belanja Tak Terduga (BTT) Diskop dan UKM NTB.

Pemerintah melaksanakan pengadaan ini dengan menggandeng seratus lebih pelaku UMKM. Pengadaan berlangsung dalam tiga tahap.

Baca juga: Polresta Mataram minta ahli pidana perkuat bukti penetapan tersangka masker COVID-19
Baca juga: Kapolresta Kota Mataram atensi penyelesaian kasus korupsi masker COVID-19


Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.