Jakarta (ANTARA) - Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio menilai langkah strategis diplomasi Presiden RI Prabowo Subianto mendukung industri pangan nasio
"Langkah strategis diplomasi Presiden Prabowo Subianto yang berhasil menurunkan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia dinilai akan berdampak signifikan terhadap industri pangan nasional, khususnya produk mi instan," kata Andry dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dalam laporan Firstpost di kanal YouTube-nya, disebutkan bahwa melalui negosiasi perdagangan yang dilakukan pemerintah, tarif dagang AS yang semula mencapai 32 persen kini turun menjadi 19 persen.
Langkah diplomasi itu dilakukan seiring komitmen Indonesia untuk membeli gandum Amerika senilai 500 juta dolar AS (sekitar Rp8,1 triliun), sebuah kesepakatan strategis karena gandum merupakan bahan baku vital dalam produksi mi instan.
Andry berpendapat bahwa kebijakan Prabowo tidak hanya menguntungkan industri dalam negeri melalui penurunan biaya produksi, namun juga membuka jalan lebih lebar bagi produk-produk Indonesia untuk menembus pasar global.
Baca juga: Babak baru program SPHP
"Harapannya tidak hanya untuk konsumsi domestik, tetapi juga agar produk olahan ini dapat diekspor ke luar negeri. Kita tahu produk mi instan sudah berorientasi ekspor dari segi kualitas, dan dengan biaya input yang jauh lebih rendah, gandum menjadi lebih murah," ujarnya.
Lebih lanjut, ia berharap industri juga mendapatkan keuntungan, terutama karena pertumbuhan industri makanan dan minuman belum kembali ke tingkat pra-pandemi, di mana pertumbuhannya berada di angka dua digit.
Baca juga: Lombok Tengah dukung percepatan swasembada pangan nasional
Dengan adanya pemangkasan tarif ini, katanya, biaya input produksi pangan olahan, khususnya mi instan, diproyeksikan akan turun secara signifikan.
"Kami berharap dengan biaya input yang lebih rendah untuk produk akhir, produk olahan berbahan dasar tepung gandum ini akan lebih kompetitif di pasar global dan internasional," tuturnya.
Indonesia tidak memproduksi gandum karena faktor iklim tropis yang tidak sesuai untuk tanaman tersebut. Seluruh kebutuhan gandum nasional harus diimpor dan selama ini Amerika Serikat menjadi salah satu pemasok utama.
