Sebanyak 13 anak masih dalam proses hukum terkait demonstrasi

id Anak,Proses hukum,Demonstrasi,KPAI

Sebanyak 13 anak masih dalam proses hukum terkait demonstrasi

Sejumlah anak yang terlibat aksi di depan gedung DPR/MPR RI keluar dari gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya usai dibebaskan, Selasa (26/8/2025). ANTARA/Risky Syukur

Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan 13 anak masih dalam proses hukum terkait demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus hingga awal September 2025.

Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XIII DPR RI bersama Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin, menyampaikan 13 anak tersebut masih dalam pendalaman dan belum diketahui posisinya apakah berada di dalam tahanan atau sudah dipulangkan.

"Ada 2.093 anak yang terlibat dalam aksi kerusuhan kemarin dengan pola keterlibatan mulai dari ajakan teman atas nama solidaritas, ajakan kakak kelas atau senior, alumni, provokasi di media sosial, dan dugaan mobilisasi," katanya.

Baca juga: Gov't on final assessment over Roblox's adherence to regulation

Ia mengemukakan, sebanyak 295 anak terlibat menjadi pelaku aksi anarkis yang tersebar di 11 Polda, yakni Bali empat anak, Daerah Istimewa Yogyakarta satu anak, Jawa Barat 31 anak, Jawa Tengah 56 anak, Jawa Timur 140 anak, Kalimantan Barat tiga anak. Kemudian, Lampung tujuh anak, Polda Metro Jaya 32 anak, NTB enam anak, Sulawesi Selatan 12 anak, Sumatera Selatan tiga anak.

"Ada anak yang meninggal dunia diduga mendapatkan kekerasan saat aksi berinisial ALF (16) dari Tangerang," ucapnya.

Baca juga: Sebanyak 2.093 anak terlibat aksi anarkis Agustus, 13 masih ditahan

Hingga saat ini, 214 anak telah dikembalikan ke orang tua dan masih dalam pengawasan Balai Pengawasan (Bapas), serta 68 anak telah dilakukan diversi atau upaya penyelesaian permasalahan di luar pengadilan.

KPAI juga menemukan adanya beberapa dugaan pelanggaran hak anak, mulai dari mendapatkan kekerasan, perlakuan tidak manusiawi melebihi batas waktu penahanan 1x24 jam, serta identitas yang tidak dirahasiakan.

"Selain itu, juga ancaman pemutusan hak pendidikan dan pembatasan akses komunikasi dengan keluarga," tuturnya.


Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.